Mohon tunggu...
iefa waisaleh
iefa waisaleh Mohon Tunggu... -

Post Graduated Social welfare- university of Indonesia. Majoring in social development and local politic

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak 6 Tahun, Gara-gara Kebanyakan Les Masuk Rumah Sakit Jiwa

26 November 2014   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:47 16014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar mengejutkan kembali terdengar,, akibat ke-"Egoisan" para orang tua yang ingin melihat anaknya lebih pintar dari anak lainnya,,, para orang tua yang paranoid dengan persaingan anak-anaknya disekolah dan lingkungannya,,,

Anak adalah manusia terunik,, yang tanpa kita sadari kita mem "Burnout" (istilah Psikologi) mereka dengan software dan hardware yang overload

. Tidak sesuai dengan kapasitas memory mereka.

Saking uniknya biasanya para orang tua missed melihat keberadaan dan kemauan mereka lebih dalam. Para orang tua lebih mementingkan "Pokoknya kamu harus.... harus ...dan harus.."

"Biar cepet pinter,,, biar bisa masuk sekolah favorite...."

"Ikut les,,, jangan cuma main aja,, kapan pinternya??"

"Belajar yang pinter,, biar seperti Papa dan Mama,,, bisa jadi Dokter,,, bisa jadi arsitek dan pebisnis yang handal...biar jadi orang kaya...."


Tanpa kita sadari,,, kita bukan membantu anak untuk mendayung perahunya ketengah,, tapi kita membantu untuk menenggelamkannya secara perlahan,, tapi pasti.


Beberapa kali saya pernah ikut bergabung untuk megajarkan les bagi anak SD,SMP dan SMA yang mau ke Universitas,,, pada suatu lembaga pendidikan yang kredibilitasnya cukup tinggi di masyarakat kita.
Saya melihat raut mereka banyak sekali yang terlihat murung dan terbebani,,, kalo pada anak SD biasanya kalau kita mengajari mereka,terlihat mereka lebih banyak "bengong" dibanding tersenyum.

Kalau saya tanya " Kamu ngantuk?"

yang banyak jawabannya adalah " Iya, Miss... saya lelah. Tadi pulang sekolah langsung kesini"

"Kenapa gak istirahat aja kalo capek?"

"Gak Miss,,, kalo gak les nanti Mami marah...padahal saya maunya main dulu sama teman dirumah"

lalu saya cari alternatif lain,,,"Kamu mau main dulu?"

"Iya Miss,, kalo boleh...Tapi jangan bilang Mami sama Pak Driver di depan ya,, nanti saya dimarahi"

Saya OK.. kan,, saya biarkan dia dengan kemauannya untuk bermain sendiri tanpa memperdulikan temannya yang lagi les,, saya biarkan dia menggambar dan membentuk apapun yang dia suka, tapi saya liat sesekali dia mendengarkan dan menjawab pertanyaan saya. Pada akhir session, dia bilang

"Miss,,, nanti jangan kasih tau mami ya,,, kalo aku tadi gak nulis,,tolong bilang aja aku ngisi kuis yang dikasih sama Miss..."

Saya tercengang,, saking pinternya nih anak,, mengajarkan saya untuk berbohong,,, karena dia gak tau harus berbuat apa ,,, dia gak tau siapa lagi yang dapat mendukung caranya untuk menghempas semua rutinitas dan kebohongan yang membelenggunya.

Akhir semester,, saya mendapati nilainya rata-rata 90, dan mendapatkan Ranking 1... ada cara diantara kami untuk memberikan "signal" Jari Kelingking yang berarti jangan bilang siapa-siapa untuk apa yang dilakukannya dikelas tadi... dan saya pasti membalasnya.

Satu pertanyaan yang harus kita renungi...."Kenapa kita sebagai orang tua tidak mau membebaskannya sedikit dengan bermain,,, " padahal dalam permainan itu membuat anak lebih mengeksplorasi dirinya dengan segala id dan ego yang ada dimiliknya, dengan bermain,,,tanpa disadari oleh mereka syaraf-syaraf dalam otaknya berkembang lebih cepat di bandingkan dengan paksaan untuk ikut les sana sini yang bahkan kita sendiri gak tau nyangkutnya kapan di otak . Kasih kesempatan buat mereka untuk bersosialisasi dengan teman-temannya...gak hanya ngurusin buku melulu...


Lain halnya dengan anak SMA yang mau masuk Universitas Negeri,,, kalo masuk kelas pasti udah kusut mukanya,,,

kalo ditanya " Kenapa??? koq kaya gak semangat??"

" Gak tau deh,,, galau abis,, takut gak diterima di UI,ITB,UGM... takut nanti Papa marah..gak enak sama mereka..."

"Emang gak pernah share sama mereka mengenai keinginanmu?"

" Gak lah,,, yang ada mereka cuma bilang... udah di lessin mahal-mahal belajar yang bener,, biar diterima.."

" Gak share sama temen?"

"Sharing sih,,, cuma jawaban mereka sama dengan ketakutan aku..."

"Sempettin untuk main bersama mereka doong,, biar lebih enak perasaan kamu..."

"Boro-boro buat maen.. Miss,,, gak ada waktu,,, pulang kerumah masuk kamar tidur kecapean, bangun makan malem ,,,trus ngadep buku lagi sambil nonton,,, kalo otak aku bisa dibelah... ini udah kusut pasti syaraf-syarafnya...Miss.."


Pasti sedih ya,,, apabila ngeliat fakta di lapangan berbicara seperti itu. Satu hal yang paling berharga bagi para anak adalah dukungan secara emosional. Salah satunya adalah Dukungan bersosialisasi bagi para anak. Bersosialisasi adalah sangat penting demi mendukung keberhasilan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Emily Labeff (1988), bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana manusia berinteraksi dengan manusia yang lain untuk mempelajari tentang kebiasaan-kebiasaan yang ada, agar manusia itu sendiri bisa menjalankan fungsinya dengan baik . Kalau, anak kita bisa menjalankan fungsi dengan baik,, sudah pasti jiwanya akan sehat .


Dalam kasus tersebut si anak stress apabila melihat para orang dewasa yang berapakaian seperti guru,, apabila ditanya lebih banyak menjawab dengan angka-angka perkalian,,, kalimat-kalimat yang biasa gurunya berikan untuk diselesaikan..... satu kata yang membuat miris adalah
" Mama jangan nagis dong,,, aku pintar kan ????"
benar atau tidaknya,, kasus yang terjadi pada anak diwilayah jakarta tersebut, paling tidak membuat kita semua sebagai orang tua mulai untuk lebih berpikir bagaimana mencari jalan terbaik untuk membuat anak kita lebih cerdas dalam IQ dan EQ.. bukan hanya pintar secara akademis. Banyak kan,, kenyataan yang kita lihat , kalau orang pintar banyak yang lebih memilih untuk bunuh diri karena tak tercapai ke-egoannya,, atau bahkan mereka menjadi gila...

Pintar,, adalah kata yang banyak dibanggakan para orang tua terhadap para anaknya,,, bukan memahami bahwa kepintaran anak di bagian apa yang disukainya,,,tapi lebih banyak kearah kepintaran pada bagian yang kita paksakan... Kata "PINTAR" yang membuat kita terenyuh,,, Pintar,,, tapi kalau jiwanya sakit,,, apakah menjadi lebih pintar???

Maria Montesorri ( dalam Waisaleh,2014) mempunyai prinsip dalam memandang para anak, yaitu:

1. Kita harus menghargai anak karena keunikkannya dan bisa memberikan pelayanan secara individual karena anak memiliki kemampuan yang berbeda dengan anak yang lainnya. Sudah pasti berbeda,, eventhough dalam satu garis keturunan yang sama

2. Absorbent mind ( pemikiran yang cepat menyerap), dimana para pendidik dan orang tua diharapakan tidak boleh salah dalam memberikan konsep kepada anak, karena daya serap otak anak adalah seperti sponge yang cepat menyerap air. Bayangkan saja otaknya anak dapat menyerap seperti air,,, tapi kalo sudah kebanyakan nanti sponge tersebut akan keberatan dan akan menetes keluar,,, berhenti menyerap apapun,,, sama seperti otak anak kita

3. Terdapatnya masa peka ( sensitive period ), merupakan potensi yang berkembang pesat pada waktu tertentu, sehingga apabila tidak digunakaan maka akan berhenti berkembang. Meskipun begitu semua harus dilakukan dengan batas yang wajar,,, Ia juga menambahkan bahwa “Scientific character is the result of its exact knowledge of and educational regard for the laws of child development. The new approach to education must be based on natural laws of development”. Ingat ya,, semua harus dengan cara natural ,, dengan cara yang mereka senangi,, bukan dengan paksaan yang membuat mereka marah dan tak bisa menumpahkan perasaannya sehingga menyebabkan jiwa mereka sakit.


Professor. DR. Winfried Bohm dari jerman dalam journal penelitiannya mengemukakan bahwa “… because of social change meant that education was increasingly emerging from the private sphere of the family and becoming a public issue and social challenge, this increasingly public nature of education put an end to the old situations where the family was able to function as the “natural” agent of the existing order and educations could be performed more or less ”organically” within the family “


Maka berjanjilah pada diri sendiri,, untuk lebih "menghargai dan memahami" apa maunya anak secara positif.. bukan hanya maunya Papa dan Mama... Adanya Family Bounding yang kuat,,,akan membuat anak menjadi sehat baik secara psikis dan fisik. Ingatlah ketika kita masih kecil, betapa orang tua kita selalu mendengarkan apa yang kita mau, mendengarkan harapan dan cita-cita kita, mendengarkan permasalahan kita....
Ingat,, seorang anak bukanlah manusia tanpa masalah,,, mereka juga punya permasalahan yang sama dengan kita para orang dewasa


Saya bisa koq..masuk sekolah favorite tanpa harus pintar secara akademis,,, masih ada cara lain untuk bisa bergabung dengan mereka yang dikatakan "pintar" secara akademis di sekolah favorit. Untuk lebih dipandang menjadi orang pintar dan membawa nama sekolah dalam kancah nasional ataupun internasional mereka (para anak ) harus bersaing secara akademis pada bidangnya .Saya juga seperti itu,,, saya bersaing lewat olahraga dan banyak menghasilkan piala untuk diri sendiri dan sekolah. Yang lebih penting adalah bahwa saya tidak pernah dipaksa oleh kedua orang tua saya untuk menyenangi bidang olahraga yang saya ambil, meskipun bukan olahraga favorit,,,tapi lihat,,, saya bisa bersaing dengan mereka yang pintar secara akademis. Kenapa takut??? toh,, masih banyak cara lain untuk membuat anak kita pintar tanpa memaksakannya,,, cukup arahkan,, kalau tidak suka,, cari alternatif lain yang lebih menyenangkan bagi mereka,,, ingat!!!bukan dengan paksaan yang akan menjadi beban bagi mereka.

Senang ya ,, punya anak umur 6 tahun dan usia remaja yang pintar,,,tapi kalo ngomongya ngaco dan overload... bikin kita jadi sedih kan,,, ?!


Salam sayang untuk anak-anak yang terbebani secara Fisik dan emosional.


Sumber :

1. Bohm, Prof.Dr.Dr.h.c. Winfred ; Journal Education, A Biannual Collection ent German Contributions to the Field of Educational Research. of RecInstitut Fur Wissenschaftliche Zusammenarbeit.

Vol.41/1990; ISSN 0341-6178

2. Waisaleh, Iefa : Implementasi Kebijakan Pendidikan Anak Usia dinia, 2014. Karya Ilmiah for Proposal Thesis Social Welfare- UI, 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun