Mohon tunggu...
Idris Egi
Idris Egi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Fishum I.kom 11730073

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demonstrasi dan Ekspektasi Masyarakat

1 Desember 2014   18:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:20 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Bagi yang mendukung, mengeluarkan banyak alasan dan rasionalisasi yang kritis, terutama terkait penghematan biaya APBN. Sedangkan yang menolak, menilai kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM akan semakin mencekik masyarakat bawah karena harga kebutuhan hidup semakin mahal.

Mahasiswa sebagai elemen masyarakat menilai kebijakan pemerintah bukan solusi alternatif dan bentuk pengkhianatan pemerintah, sehingga dengan tegas mahasiswa menolak kenaikan harga BBM yang telah diberlakukan oleh pemerintah kemarin (18/11), dengan berbagai asumsi: harga kebutuhan pokok naik, lemahnya pemerintah dalam mengelola dan mengotrol aset bangsa, korupsi dan adanya intervensi asing (neoliberalisme).

Penolakan mahasiswa terhadap kenaikan harga BBM bermunculan dari berbagai pelosok bangsa. Bahkan, penolakan tersebut berbuah gerakan anarkis yang dibungkus dalam gerakan massa, demonstrasi. Di sisi lain, sikap anarkis tersebut dipicu oleh aparat keamanan yang bertindak represif terhadap para demonstran. Adanya anarkisme dalam sebuah demonstrasi dan tindakan represif dari aparat sehingga menimbulkan batu-hantam antar mahasiswa dan aparat adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam demonstrasi. Tetapi bagaimana jika kericuhan tersebut terjadi antara masyarakat dan mahasiswa, atau masyarakat mencibir dan menentang gerakan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa?

Sebagai contoh, demonstrasi yang berturut-turut terjadi di pertigaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (17-19/11) tidak luput dari cibiran dan sikap sinis dari masyarakat, bahkan ada sebagaian masyarakat yang melempar batu terhadap segerombolan massa yang tergabung dalam massa demonstrasi. Parahnya lagi, ketika ada salah satu massa demonstrasi yang tertangkap, masyarakat mengeluarkan kata-kata ‘ejekan’.

Dari fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya demonstrasi mahasiswa dalam rangka menolak kenaikan harga BBM tidak dimaknai oleh masyarakat sebagai gerakan moral untuk ‘menyelamatkan’ kepentingan masyarakat secara luas, sebagaimana aksi demonstrasi pada tahun 60-an, 70-an sampai 90-an. Selanjutnya, demonstrasi yang anarkis dianggap hal yang rusuh oleh masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, seperti macetnya jalan lalu lintas.

Adanya anggapan yang demikian dari masyarakat, menandakan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak sampai ke bawah sehingga terjadi kesalahpahaman dalam persepsi masyarakat. Artinya, ada keterputusan komunikasi dari mahasiswa terhadap masyarakat terkait ide penolakan kenaikan harga BBM oleh mahasiswa kepada masyarakat. Sehingga wajar, masyarakat menilai gerakan mahasiswa melalui demonstrasi dengan sebelah mata.

Tentu saja dalam analisis ini, penulis tidak menempatkan mahasiswa paling pintar dan masyarakat sebaliknya. Penulis berkeinginan menyampaikan bahwa hegemoni pemerintah melalui tiga kartu sakti dan semiotika para pemimpin kita mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat. Dengan tiga kartu sakti seolah-olah naiknya harga BBM yang berdampak pada kerugian masyarakat akan ditanggulangi dengan tiga kartu sakti tersebut. Padahal, tidak ada kejelasan ukuran keberhasilan dari tiga kartu sakti dan leletnya disrtibusi tiga kartu tersebut.

Menurunnya ekspektasi masyarakat terhadap aksi demonstrasi kenaikan harga BBM juga perlu menjadi evaluasi terhadap gerakan mahasiswa yang hari ini bergejolak. Dengan fenomena yang demikian, mahasiswa seolah-olah berdiri di atas menara gading dalam menilai kebutuhan masyarakat. Maka dari itu, sebelum melakukan gerakan demonstrasi perlu adanya mobilisasi dan transformasi ide terhadap kalangan masyarakat, tidak hanya sesama organisasi mahasiswa belaka.

Dengan demikian, mobilisasi ide setidaknya akan membuka pola pikir masyarakat yang sudah terhegemoni oleh kelicikan para pemimpin dan bahaya dari kenaikan harga BBM terhadap masyarakat. Dan selebihnya, tindakan anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa dalam demonstrasi tidak dianggap rusuh dan melulu bertujuan penghancuran serta ketidateraturan sosial.

Bukan Penyakit Sosial!

Apakah benar bahwa gerakan anarkis adalah tindakan yang melulu membawa kehancuran dan membawa ketidakteraturan sosial? Dengan menjawab pertanyan tersebut tidak secara tunggal, maka kita (masyarakat) tidak akan berpandangan buruk terhadap gerakan anarkis dalam demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.

Terkadang, gerakan anarkis selalu dipahami sebagai gerakan yang membawa kehancuran dan ketidakteraturan, dan parahnya, pemahaman tersebut menjadi pemahaman yang tunggal di tengah masyarakat. Sehingga, harus dilakukan pembasmian terhadap segala gerakan-gerakan yang berbau anarkis.

Melalui buku Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik (2002:89-104), Dr. Mansour Fakih menjelaskan bahwa gerakan anarkis (atau anarkisme) adalah sebuah gerakan yang menolak segala otoritarianisme negara terhadap rakyatnya. Gerakan anarkis merupakan sebuah gerakan yang tidak menginginkan sebuah sistem pemerintahan yang mengatur kehidupan sosial dengan sewenang-sewenang. Artinya, gerakan anarkis tidak berangkat dari konflik kebebasan individu sebagaimana dilakukan oleh ‘anarkisme kapitalis’. Melainkan, gerakan anarkis berada di tengah-tengah masyarakt dan negara, sehingga yang diperjuangkan bersifat egaliter.

Berpijak dari pendapat di atas, gerakan mahasiswa yang anarkis pada hakikatnya adalah model gerakan dalam rangka menolak kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan penilaian kritis terhadap pemerintah karena tidak mempertingbangkan dampak secara luas terhadap kepentingan masyarakat, karena di sisi lain pemerintah mengabaikan intervensi asing dan pemborosan uang negara oleh birokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun