Di tahun 2015 setidaknya ada dua peluang mahasiswa memperbaiki diri, menjalankan peran intelektualnya dalam pengetian Gramscian. Pertama adalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kedua adalah kebijakan pemerintah dalam pembangunan desa. Mahasiswa harus benar-benar mengambil peluang ini dengan kesadaran penuh untuk membangun bangsa Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Bukan karena kepentingan pribadi atau kedekatan dengan pembuat kebijakan.
Mahasiswa sebagai seorang intelektual inilah menurut Edward W. Said harus mampu merepresentasikan, mengekspresikan, dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi, dan pendapatnya kepada publik. Dan peran ini ada batasnya serta tak dapat dimainkan tanpa rasa sebagai seseorang yang melontarkannya kepada publik guna membangkitkan pertanyaan menghadapi ortodoksi dan dogma (bukannnya menghasilkannya), menjadi seseorang yang tak gampangan dikooptasi pemerintah atau korporasi. Dan alasan mengadanya (raison d’etre) adalah untuk mewakili semua orang dan isu yang secara rutin dilupakan atau disembunyikan (Peran Inteletual, 2014).
Dengan melakukan—seperti pendapat Edward W. Said di atas—mahasiswa akan mampu menggapai cita-cita dan tanggung jawabnya serta harapan publik terhadap mahasiswa. Yang pada akhirnya, mahasiswa akan mendapatkan kepercayaan dari publik sebagai modal sosial untuk membangun bangsa Indonesia ke depan.