SEKAPUR SIRIH MERDEKA BELAJAR BUAT SAHABAT GURU
(Dipersembahkan kepada sahabat guru dalam rangka memperingati HGN dan HUT Ke-78 PGRI)
Dari: Hida Nurhidayat (Kepala SDN 1 Bejod-Lebak, Banten)
Kepada semuanya yang saya hormati, yang saya takzimi, kepada semua orang-orang yang mulia, semoga Allah memberikan kemuliaan pada kita semua di dunia dan akhirat.
Sahabat guru,
Kita sebagai guru, sebagai pendidik akan selalu dihadapkan pada qodrat zaman, Tempora Mutantur Et Noss Mutammur in illis-zaman berubah dan kita pun ikut berubah. Peradaban Teknologi Kemajuan dan perubahannya semakin cepat.
Generasi saat ini, anak-anak didik kita saat ini adalah generasi digigital native, dimana mereka sudah berinteraksi dengan teknologi sejak usia dini dan sangat mahir menggunakannya, pengetahuan saat ini sudah berada di tangan mereka.
Sudah barang tentu kita dituntut bukan hanya mahir IT tetapi juga harus memahami dan mendalami dampak positif dan dampak negatif dari penggunaan teknologi itu sendiri.
Jika kita lalai, apatis terhadap kondisi zaman, niscaya kita selaku praktisi pendidikan telah dengan serta merta menghidar dari kekhawatiran terburuk yang terjadi pada anak-anak didik kita dan masa depannya.
Mari kita tuntun anak-anak didik kita dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi tersebut, hingga mereka tetap eksis sebagai manusia yang unggul di zamannya, tetap mulia dan bahagia di masa depannya.
Ditambah lagi tantangan kita hari ini dan ke depan akan sangat berat, manakala kita tidak mempersiapkan diri dengan kondisi yang ada yakni mesti selalu beradaptasi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, produk undang-undang yang yang telah dihadirkan oleh negara.
Para orang tua siswa, masyarakat dan juga lembaga-lembaga NGO. Kita mesti menyadari hal ini, kita tidak boleh lengah. Mereka saudara yang di luar sana, akan selalu menilai kita, artinya kita sebagai sosok guru, seorang pendidik perlu melakukan treatment, merawat baik-baik sikap kita, selain terus selalu meningkatkan profesionalitas kita sebagai guru, kita juga perlu merawat hati kita dengan apik, membersihkan limbah-limbah hati; iri hati, rasa cemburu, kedengkian, kebencian, berprasangka buruk, fitnah, membuka-buka aib, tuduhan instan, menggunjing sesuatu yang dianggap tabu secara subjektif, yang padahal misalkan sesuatu itu dilindungi oleh Allah SWT. Pamer kemewahan, pamer harta, bahkan perilaku-perilaku hedonistik.
Mari kita hindari itu bersihkan hati dan jiwa kita, sehingga marwah dunia pendidikan tetap terjaga.
Sahabat guru,
Hari ini dan ke depan, di kita tdak harus terdengar lagi, guru memjewer kuping murid, menempeleng wajah murid karena alasan murid nakal, menjemur siswa di lapangan karena bolos sekolah, menginjak kaki siswa karena tidak pake sepatu.
Memelototi dan menggertak siswa karena tidak memperhatikan penjelasan guru. Mari kita tinggalkan sikap-sikap inscuere (rasa tidak nyaman pada anak) , kekerasan dan Perundungan serta gaya mengajar seperti itu.
Didiklah anak-anak kita dengan cinta dan kelembutan hati, niscaya akan terbangun chemistry-rasa terpaut anatara kita dan anak-anak didik kita.
Manakala sudah adanya chemistry pada anak-anak didik dalam diri kita, kita akan merasa kasihan dan bersalah ketika menelantarkan mereka saat di dalam kelas, dan tidak mungkin lagi kita mengajar asal-asalan. Tataplah lebh dalam sorot mata mereka, masuklah ke alam pikiran-pikiran dan jiwa mereka, sampai kita menemukan cahaya harapan dan keyakinan bahwa mereka kelak harus menjadi orang-orang hebat, orang-orang yang berguna menjaga dan memajukan negeri ini.
Sangat penting juga untuk ditanamkan dalam diri kita, Ketika dimana pun, kita merasa kangen pada anak-anak didik kita, rindu akan sekolah tempat anak-anak belajar dan selalu ada perasan dan pikiran ingin segera datang ke sekolah tempat kita bekerja, di situlah eksistensi kita sudah naik pada level integritas yang tinggi yakni rasa “ tanggung jawab”.
Sahabat guru,
Kita sebagai pememimpin dikelas, pastinya akan banyak sekali yang harus dilakukan, diantaranya mengelola dan memenej kelas dengan kondisi siswa yang berbeda-beda karakternya. Tetapi dengan deliberasi rasa cinta yang telah ada dalam diri kita sebagai seorang guru, tentu kita akan menemukan potensi dan bakat-bakat mereka, sehingga kita akan bisa membimbing dan menuntunnya dengan bijak.
Dalam mendidik dan mengajar, dengan sentuhan pendekatan, metode dan strategi yang dilandasi rasa cinta tadi, juga kesabaran, dipastikan kita akan membawa mereka kepada perilaku-perilaku yang terdidik dan terpelajar serta akan didapati capaian-capaian pembelajaran sesuai harapan kita.
Jauh ratusan tahun yang lalu, pada abad ke-5, Imam Ghazali, seorang ulama sekaligus filsuf muslim yang sangat terkenal, beliau pernah berkata, bahwa Kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang sentiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamannya.
Namun jangan sampai pula kita memaksakan agar mereka bisa seperti kita, merdekakanlah mereka dalam belajar sesuai keinginan, kemampuan, kecerdasan dan bakatnya. Kita tidak akan bisa menjangkau kehidupan di masa depannya, melainkan kita saat ini hanya membimbing dan menuntunnya sehingga mereka di masa depan bisa mapan dan mecapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Seperti dalam penggalan puisi Kahlil Gibran:
“Anakmu bukanlah anakmu.
Mereka adalah putra putri kerinduan kehidupan terhadap dirinya sendiri.
Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu.
Dan, meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu. ...
Kau boleh memberi mereka cintamu, tetapi bukan pikiranmu.
Sebab, mereka memiliki pikiran sendiri.
Kau bisa memelihara tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka.
Sebab, jiwa mereka tinggal di rumah masa depan, yang takkan bisa kau datangi, bahkan dalam mimpimu…..
Kau boleh berusaha menjadi seperti mereka,
tetapi jangan menjadikan mereka seperti kamu.
Sebab, kehidupan tidak bergerak mundur dan tidak tinggal bersama hari kemarin”.
Sahabat Guru,
Jelaslah bahwa Tugas kita memberi terang pikiran dan hati anak-anak negeri, tidak harus berhenti, tidak harus terucap kata “lelah”.
Minadzdzulumati ilan Nur, dari gelap menuju cahaya. Teruslah berjuang, bekerja, menuntun dan membimbing dengan penuh cinta dalam mencerdaskan anak-anak bangsa, Seperti Matahari yang tidak pernah berhenti menerbitkan cahaya dan menebarkannya ke kehidupan di bumi, hingga kelak kita akan melihat cahaya yang lebih terang dan indah, bahwa mereka anak-anak didik kita menjadi penerus dalam melestarikan dan memajukan peradaban serta benar-benar menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi negeri tercinta ini.
Sahabat Guru,
Di lingkungan masyarakat kita juga mesti mengabdikan diri untuk berkontribusi membantu menyelaraskan tatanan kebermasyarakatan yang beradab, ikut memajukan daerah-daerah perkampungan dan pedesaan menuju daerah yang warganya menjadi dewasa dalam berpikir dan terdidik, melek akan wawasan nilai-nilai Pancasila dan berprilaku nasionalis.
Kita dipastikan akan bisa menjadi pemimpin atau seorang tokoh di masyarakat, ketika kita memposisikan diri menjadi orang yang moderat, menjadi sosok yang berpikir logis, tidak stereotip dalam melihat, mengkaji, menilai sesuatu dan memecahkan masalah, serta menjadi penyeimbang dalam setiap situasi yang terjadi di masyarakat. Sehingga sampai kapan pun sebuah nama sosok seorang “guru” akan tetap terhormat dan dibutuhkan.
Demikian Sekapur Sirih Merdeka Belajar yang bisa saya persembahkan kepada sahabat guru semuanya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilapan.
Ragam pulau Berjajar di Nusantara
Lukis indahlah dengan separuh tinta
Sebagaimana ilmu Ki Hajar Dewantara
Didiklah anak dengan penuh cinta..
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H