Mohon tunggu...
HIda Nurhidayat
HIda Nurhidayat Mohon Tunggu... Human Resources - Mendidik dengan Cinta dan Kerja dengan Kerinduan

- Sekte' Romantisme--Tinggal di Lebak - Banten - Mencoba berbisik ke masa depan....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Cinta - Pudarnya Warna Hati (Episode 1)

9 Juli 2017   00:23 Diperbarui: 25 September 2018   00:36 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingin sekali sebenarnya aku menyelesaikan lukisan suasana di perjalanan waktu selama  ini tentangmu menjadi cerita terpopuler dalam hidupku, namun aku cukup kesulitan untuk berimajinasi, sesekali aku tak bisa menjamahnya , karena warna indah di hatimu tampak memudar. Aku tak secara egois menerjemahkan kenyataan, bukankah komunikasi kita sudah menggunakan bahasa jiwa yang berbeda?

Tahukah engkau kekasihku, di sepanjang musim ini aku mencoba menyibukan diriku dengan berbagai pekerjaan, entah berapa gelas tiap hari kuminum kopi kesukaanku, dan asap yang pengap selalu memenuhi kamar kerjaku di sepanjang malam, semua ini sebenarnya  bukan semata-mata aku memanjakan diriku dengan kebiasaan lama, namun aku mencoba menghindar dari protes-protes dan setumpuk pertnyaan dalam pikiranku yang sangat sulit terjawab oleh hatiku, bahkan aku merasa seperti ada cekungan kecil di sudut hatiku, mungkin itu tempat luka untuk bersembunyi, semoga ia tetap bersembunyi dan tertidur lelap.

Bahasa hati tidak etis dikatakan secara langsung, kekasihku, meski kita tidak pernah membuat kesepakatan tentang norma dalam hubungan kita sebelumnya, kendati aku memaksakan untuk kebaikanku sendiri, engkaupun tentunya akan menafsirkan hal yang membuatku menghadapi kebingungan yang luara biasa, dimana tak seorangpun bisa membantu menguraikannya menjadi keyakinan. Bukankah dari  bunga-bunga dan pepohonan yang  sangat membutuhkan air di musim kemarau, namun selalu bersabar dan tetap mencoba bertahan untuk tetap kuat,  kenapa mereka tidak mencoba memanjangkan akar-akarnya dalam keadaan tersulit? Tentulah mereka masih percaya pada udara yang sesekali memberi kesejukan dan harapan, dan memang kenyataannya tetap berdiri  dan kembali memindai air di musim hujan.

Aku mengatakan ini bukan perwalian dari permohonan hati, melaikan aku mencoba memilin gaun kebenaran yang ujungnya sedikit sobek oleh kehendak waktu di setengah perjalanan musim cinta. Sama sekali aku tidak menghadiahkanmu kebingungan yang serupa kekasihku, aku sangat menghargaimu, aku lebih mengagumi indahnya kejujuran ketimbang indahnya bukit-bukit yang melampaui batas pandang mataku. Tidak mesti katakan rindu, kekasihku, selama rembang siangmu belum mengharap senja ..!

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun