Cinta tak menyadari kedalamannya, sampai ada saat perpisahan. -Khalil Gibran
 "Mbahmu iku seneng ayat kursi, kirimono ayat kursi." dawuh Mbah Kung.
Cinta Mbah Kung begitu besar kepada Mbah Uti. Ahh, bagaimana rasanya dicintai seperti itu..
_________
Hari ini, delapan tahun yang lalu, ingatan itu masih tampak begitu nyata..
Dinginnya embun menusuk hingga ke ruas-ruas rusuk. Ilalang pun menangis, seolah merekam duka yang tiada habisnya..
Pagi itu, mataku tertuju pada mawar dan kenanga yang menghiasi gundukan tanah. Bunga indah itu menjelma menjadi air mata..
Tak peduli sesiap apapun, perpisahan selalu begitu menyakitkan, lalu bagaimana jika tiada persiapan sedikitpun?
Mbah Uti meninggalkan kami begitu tiba-tiba. Siang itu, aku masih berpamitan menuju kota perantauan. Waktu senja membawanya pergi dan tak pernah kembali lagi..
Sejak saat itu, aku berusaha menghargai setiap momen bersama siapapun. Terlebih kepada orang-orang yang ku cintai dan mencintaiku..
Seringkali ada rasa takut, bagaimana jika tiada hari esok? Rasanya, aku ingin membawa orang-orang yang ku cintai selalu bersamaku. Merangkai setiap cerita, setiap detik bersama..
_________
Aku masih ingat senyumnya. Senyum manis khas perempuan Jawa, ayu nan meneduhkan..
Bahagia slalu nggeh, Mbah Uti.. Yakin Tuhan memberikan tempat terindah untuk hamba yang dicintai-Nya.. Nanti kita ketemu lagi yaa.. Al-Faatihah..
* Tulisan ini diselesaikan dalam perjalanan dari Jakarta menuju Jawa Timur, sami'na wa atho'na ketika diminta pulang untuk Haul Mbah Uti ke-8. Iya, delapan tahun sudah beliau meninggalkan kami..
Tulungagung, 13 Juli 2023
Haniffa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H