Tiba-tiba hujan turun, begitu deras, sederas tangisku malam ini. Hatiku terus saja diliputi rasa bersalah kepada bidadariku. Aku tak bisa mengelaknya. Aku sangat mencintainya.
Tak ingin hatiku didera rasa bersalah, akhirnya ku ambil air wudhu, ku gelar sajadah, dan memohon segala ampun pada-Nya.
"Ya Rabb, Tuhan Semesta Alam, aku telah berdosa karena melukai hati orang yang telah Engkau titipkan jiwa dan raganya padaku. Maafkan aku karena tak bisa sepenuhnya menjaganya, sering membuatnya terluka, bahkan mengabaikannya, entah mengapa malam ini tiba-tiba hatiku terkoyak akan rasa bersalah yang begitu dalam. Rasa bersalah karena tak bisa memperlakukannya dengan baik. Tuhanku, ku mohon ampunilah aku. Aku ingin menjaganya kembali, dengan segenap ridho-Mu Yaa Rabbku, aku ingin tetap menjaganya, hanya aku dan Nafia Yaa Rabbku, tiada yang lain", keluhku kepada Tuhan Semesta Alam.
Waktu menunjukkan pukul 2 malam. Aku tak mendengar Nafia kembali mengetuk pintu. Aku hanya berada di kamar sedari tadi. Tiba-tiba aku menjadi sangat khawatir pada-Nya. Entah mengapa rasa cintaku padanya tiba-tiba memuncak, seolah aku tak ingin jauh darinya.
Karena didorong oleh rasa khawatirku, akhirnya aku beranjak keluar kamar. Ku lihat sudut-sudut rumah, adakah dia di rumah atau malah keluar dan pergi ke rumah orangtuanya.
Betapa kagetnya diriku. Ku lihat dia tertidur di sofa. Tidur dengan posisi duduk. Balutan hijabnya membuatnya anggun ditambah perangainya yang santun dan sangat menghormatiku. Ya Rabb, kemana saja aku hingga aku menyia-nyiakan perempuan semulia ini? Sudahkah aku buta akan gemerlap dunia dan mengabaikan separuh jiwaku ini Yaa Rabb?
Ku pandang dia, lagi dan lagi. Sesekali air mataku kembali menetes. Nafiaku, maafkan kandamu ini yang telah membuatmu terluka berkepanjangan. Maafkan kandamu ini yang belum sepenuhnya memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang imam. Maafkan kandamu ini yang silau akan dunia yang begitu fana.
Kerudung merah jambu membuatnya nampak begitu manis walaupun dia tengah terlelap dalam tidurnya. Perawakannya yang sederhana tampak dari pakaian yang dia kenakan. Ku perhatikan kerudungnya, gamisnya ku lihat sudah nampak kusam. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, kapan terakhir kali aku membelikannya pakaian? Allahu Rabbi, bahkan aku tak bisa mengingatnya. Sedzolim inikah hamba-Mu Ya Rabbku.
Aku ingin membangunkannya dan memintanya untuk ke kamar agar tidurnya lebih nyenyak. Yaa Rabb, bahkan aku tak tahu bagaimana caranya membangunkan istriku sendiri. Sejauh inikah jarak hatiku dengannya padahal dia ada tepat di depan mataku.
Masih ku perhatikan elok rupanya. Anggun, sejuk, dan sekali lagi, dia sangatlah sederhana. Tak terasa waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Entah bagaimana, dia terbangun. Ku rasa karena kebiasannya dari dulu untuk shalat tahajud yang tak pernah putus, hingga alam pun memberikan alarm cantiknya sehingga dia terbangun.
Aku masih di hadapannya saat dia membuka mata. Namun, .....
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H