Mohon tunggu...
Haniffa Iffa
Haniffa Iffa Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Editor

"Mimpi adalah sebuah keyakinan kepada Tuhanmu, jika kau mempunyai keyakinan yang baik kepada Tuhanmu, maka kau akan bertemu dengan mimpimu." #Haniffa Iffa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebait Kenangan di Kampung Warna-warni

17 Desember 2018   05:33 Diperbarui: 17 Desember 2018   05:52 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya kami membuka kembali Rumah Pintar (warisan dari kakak tingkat yang sebelumnya PKL di sini) pada hari Senin (18 Juli 2016). Dengan rasa penuh semangat kami buka pintu rumah pintar yang bertempat di Balai RW 01 dan kami persilakan adek-adek untuk masuk ke dalam. Hari pertama, kami menemani adek-adek yang berjumlah sekitar 15 orang. Tawa renyah mereka menyambut kedatangan kami, sungguh saat itu kami sangat bahagia. Sesekali kami dapati senyum simpul dengan panggilan 'kakak' kepada kami. Alhamdulillah, hari pertama kami lancar.

Hari-hari selanjutnya, senyum itu bertambah menjadi keceriaan yang sungguh menggemaskan. Kami menyayangi kalian semua. Sesekali kami mencoba untuk menggodanya. Tawa mesra mereka menggelitik hati kami. Tuhan, sungguh kebahagiaan ini akan selalu terbawa hingga waktu berhenti berputar. Kami ajak mereka belajar, bermain, menari, alangkah lucunya raut muka adek-adek itu. Saat kami menutup pintu "Rumah Pintar", ada rasa tidak 'tega' dalam hati kami. "Loh, kok sudah selesai kak", kalimat itu terkadang membuat hancur hati kami. Tapi apalah daya, perjalanan kami tidak hanya di sini.

Kadang memang kami mengeluh dalam hati kami. Awal dari perjalanan kami mengumpulkan adek-adek, menjemputnya satu per satu dari rumah, hingga kini menjadi bagian dari kami, "Rumah Pintar" kami. Lelah memang, tapi ini yang harus kami lakukan, bukankah tiada perjuangan tanpa pengorbanan? Satu hal yang kami yakini adalah tiada usaha yang sia-sia untuk mendapatkan suatu yang indah. Kami tapaki satu per satu tangga perjuangan, hingga kami dekap erat adek-adek di dalam "Rumah Pintar" kami. Alhamdulillah, kerja keras kami membuahkan hasil. Warga dengan tangan terbuka menyambut kedatangan kami. Sekali lagi, kami sangat bersyukur.

Tiga puluh hari kami menemani mereka, sungguh banyak sekali kenangan yang tertulis dalam hati kami. Tawa, canda, tangis, serta curhatan-curhatan mereka mewarnai hari-hari kami. Tak jarang adek-adek ini menjadi sangat manja kepada kami, entah meminta untuk gendong ataupun di bacakan dongeng. Membuat mereka bahagia adalah salah satu tujuan kami mengabdi di sini. Tidak sedikit tantangan yang kami hadapi, mulai dari waktu yang sangat singkat bersama mereka, hingga kondisi adek-adek yang kadang berkurang dan bertambah. Dulu, awal memulai kegiatan ini, kami takut tidak ada respon positif dari warga sekitar, namun seiring dengan berjalannya waktu, ternyata Tuhan membuka jalan lebar bagi kami. Memang bertahap dan butuh waktu, inilah yang kami jalani, kami yakini, dan kami nikmati bersama adek-adek kami di "Rumah Pintar" kami ini. Alhamdulillah.

Siang hari, saat adek-adek kecil lain terlelap dalam mimpi-mimpinya, masih saja ada adek-adek yang mampu menghapus lelah kami, yang berjalan menuju "Rumah Pintar" kami. Terkadang, panggilan "ayo masuk sayang" yang kami sampaikan kepada mereka membuat semangat mereka bertambah. Kenakalan, kelucuan, sifat manja dan semua tentang mereka mewakili perasaan kami setiap hari. Tak sanggup kami tulisakan satu per satu perasaan kami ketika melihat tatapan manja mereka kepada kami. Kami sangat dan sangat bahagia. Obat lelah kami dalam perjalanan menuju lokasi PKL adalah senyum simpul mereka. Tawa renyah yang mereka suguhkan juga menambah kehangatan kasih dan sayang bersama mereka.

Pesan kami kepada mereka hanyalah sederhana, "adekku sayang, tetaplah tertawa, karena dengan tertawa lepas, kau akan menemukan obat luka yang paling mujarab". Kesederhaan yang mereka suguhkan selama kami mendampingi mereka sungguh membuat kami terkagum. Tak ada gadget di tengah-tengah mereka, yang ada hanyalah permainan tradisional yang membuat tawa lepas mereka menarik hati kami. Kami sungguh bahagia bersama mereka. Alhamdulillah.

Banyak hal yang tak bisa kami sampaikan karena ketidakberdayaan kami berpisah dengan mereka. Jujur kami lega karena masa praktek kerja lapangan kami telah berakhir, namun di sisi lain, kami sangat sedih karena harus berpisah dengan adek-adek yang berada di "Rumah Pintar" kami. Perjalanan kami untuk saat ini memang sudah selesai, namun sekali waktu kami ingin menengok kembali adek-adek yang membuat kami jatuh hati dengan semua kesederhanaannya.

Jodipan, Malang, 5 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun