Mohon tunggu...
Hanna Zwan
Hanna Zwan Mohon Tunggu... -

Perempuan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Feym

30 November 2012   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:27 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1354246820246538746

Padang,28 november 2012 Dari belakang jendela tempat aku bekerja,sepertinya udara diluar cukup segar untuk dihirup. Tidak seperti ditempat aku duduk sekarang,heumh cukup dingin karena pendingin itu tepat berada diatas saya. Aku feym kinanti, teman-teman kantor memanggilku feym. Aku bekerja di sebuah perusahaan besar yang berkecimpung didunia advertising,dan aku sangat menikmatinya. Karena gaji besar,ya pastinya tapi bukan karena itu semata. Sekitar tiga tahun yang lalu aku hampir dibuat gila dan stress tingkat tinggi dengan pekerjaanku ini,aku tidak tahu sama sekali tentang dunia ini. Hingga akhirnya ada satu orang yang dengan tulus membantuku sampai aku bisa duduk diposisi saat ini,dia arya. Sewaktu aku duduk dibangku SMA kelas XII,saat itulah aku pertama kali merasa nyaman dengan datangnya seorang guru baru yang entah mengapa saya sering dipanggil oleh guru tersebut,dia bu padmi. Mulai saat itulah selama 17 tahun, baru kali ini saya menemukan orang tua saya yang hilang sejak saya lahir yaitu pelukan bu padmi. Bagaimana tidak,sejak kecil saya hidup dengan sopir. Ibu saya seorang dokter kecantikan yang memiliki cabang di kota-kota besar yang ada di Indonesia,sedangkan ayah adalah seorang pelaut. Setiap enam bulan sekali dia pulang. Untuk memelukku, itupun tidak sempat karena terlalu disibukkan dengan gadget yang ada ditangannya. Sedangkan mama, berangkat tak diantar pulangpun tak dijemput. Sesekali saya kirim bbm tapi tidak dibalas,itupun karena disuruh oleh bu padmi. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali sampai tangan ini rasannya seperti ingin aku penggal karena ulah bu padmi yang menyuruh saya untuk mengirim bbm ke ibuku,aku muak. Kata bu padmi aku harus sabar,sampai saat ini aku duduk di kursi yang diidam-idamkan oleh seluruh karyawan ibu dan ayahkupun tidak tahu. Biarlah,karena mereka terlalu memuakkan untuk aku pikirkan. Setelah bu padmi,datanglah arya. From the bootom of my heart,thank you so much... Dialah pelipur laraku, belahan jiwaku. Ah,terlalu berlebihan jika aku menyebutnya sebagai belahan jiwaku. Ya seperti manusialah yang terkadang menginginkan datangnya musim hujan tapi disaat musim hujan datang berteriaklah mengiginkan musim kemarau, parah. Sepertinya hidupku biasa saja,tidak ada yang special. Meski arya ada disampingku disaat matahari terbenam hingga matahari terbit,aku nyaman dengan kadaaanku saat ini. Bagaimana tidak,mungkin ini sudah suratan takdir yang membawaku sama seperti ibuku dulu. Berkeliling kota ditemani pujaan hatinya, dan saat ini ia berada disampingku. Ya,dia arya...aryadewi.

Kata orang dunia ini panggung sandiwara. Peran manalagi yang harus saya mainkan?

(Granito Ibrahim)

------------- Hm Zwan,30 november 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun