Seluruh pihak memang membutuhkan waktu untuk beradaptasi, dalam rangka menerapkan transparansi dan akuntabilitas yang “tidak setengah-setengah”, serta nilai-nilai revolusi mental lainnya, seperti kehendak Presiden Jokowi, namun jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi ? Jika bukan dicontohkan terlebih dahulu oleh para Aparatur Negara, maka oleh siapa lagi ? Rakyat sudah cukup lama menunggu “buah” dari Revolusi Mental, seperti janji Presiden Jokowi sewaktu berkampanye.
3. Evaluasi bagi Kemen PAN RB
Kemen PAN RB sebaiknya, sebelum merilis rapor kinerja Kementerian/Badan kepada publik, dapat melakukan sosialisasi secara mendalam terlebih dahulu pada internal kabinet, bahkan meminta “restu” secara langsung kepada Presiden, sehingga apapun hasil rapornya, Kementerian/Badan dengan rapor golongan peringkat bawah, tidak akan “kaget” dan dapat menerimanya dengan legowo. Biar bagaimanapun Kemen PAN RB ada di dalam kabinet, sehingga harus memperhatikan keutuhan, soliditas, dan sinergi dari seluruh Kementerian/Badan. Ingatlah, bahwa tujuan buka-bukaan rapor tersebut, adalah untuk memperkuat kabinet, bukan untuk melemahkan, apalagi untuk “menyingkirkan” salah satu/sekelompok Kementerian/Badan dari unsur partai/golongan tertentu.
Kemudian akan lebih terpercaya, jika Kemen PAN RB juga menggandeng beberapa lembaga independen untuk melakukan penilaian kinerja tersebut, sehingga terdapat perbandingan hasil yang objektif, dan tidak akan menimbulkan interpretasi panas “jeruk makan jeruk”, yang seolah-olah mengarahkan, bahwa hasil rapor ini untuk “mendikte” Presiden, dalam melakukan resuffle kabinet yang tengah menjadi isu hangat.
Terlepas dari pro-kontra buka-bukaan rapor Kementerian/Lembaga oleh Men PAN RB, sejatinya yang dibutuhkan rakyat adalah the real outcome dari sekadar output kinerja Kementerian/Badan yang dilambangkan dengan angka dan huruf mulai dari AA hingga D. Apalah artinya suatu Kementerian/Lembaga yang memperoleh nilai A, jika belum dapat menciptakan perubahan nyata yang signifikan bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat ? Apakah yang bernilai A sudah pasti jaminan 100% bebas dari korupsi ? Dan apalah artinya jika suatu Kementerian/Lembaga memperoleh nilai C, namun bisa saja sebenarnya mereka tengah gencar-gencarnya memperjuangkan peningkatan kesejahteraan bagi hajat hidup 255 juta Rakyat Indonesia ?
Seperti yang dikatakan Wapres Jusuf Kalla, bahwa penilaian Men PAN RB tersebut, bukan bersifat umum/keseluruhan, namun tetap penting dilakukan dalam rangka evaluasi dan koreksi. Dan seperti yang diinstruksikan oleh Presiden Jokowi, bahwa tugas Menteri/Kepala Lembaga di 2016 ini adalah melakukan percepatan kerja, biarlah resuffle menjadi tugas Presiden.
Marilah kita fokus pada solusi, dan janganlah fokus pada masalah. Apalagi fokus untuk “saling hantam” sesama anggota kabinet dan “saling serang” sesama putra bangsa. Fokuslah pada segudang tugas berat kita yang telah menumpuk. Fokuslah pada solusi untuk menemukan “tombol turbo” guna meningkatkan produktivitas kerja SDM pada instansi kita. Fokuslah untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari bangsa asing. Fokuslah untuk menciptakan bangsa yang besar, sebesar harapan dan mimpi dari seluruh anak bangsa di 34 provinsi, yang telah tertulis dalam rangkuman “Mimpi Indonesia 2085”, di dalam kapsul waktu, yang telah ditanam oleh Presiden Jokowi di Lapangan Hapsana Sai, Merauke, Papua, pada penghujung 2015 yang lalu.
Salam Revolusi Mental !