Syukur banyak para kyai pesantren yang tulus tetap menjaga muru’ah NU. Mereka bertindak, tak hanya istighfar, tapi langsung mengingatkan kealpaan dan abai perkumpulan. Dimulai dari tiga pesantren muassis (pendiri) NU; Syaikhona Cholil, Bangkalan, Tebuireng, Jombang, dan Salafiyah Syafiiyah, Asembagus, memutuskan menegur organisasi dengan cara kyai, menggelar gerakan melepaskan diri dari tanggung jawab moral perilaku yang dipandang melenceng. Para kyai bertekad mengembalikan keaslian aswaja an-Nahdliyah dan menjaga keutuhan perkumpulan. Dalam konteks kepesantrenan, ini adalah teguran sangat keras bagi para penyelenggara perkumpulan. Karena akhirnya penyelenggara cuma menggenggam angin sedangkan puluhan juta warga lenyap dari sela jari.Â
Gerakan ini tidak bisa mandek karena ini adalah gerakan mengingatkan. Tak ada batas waktu. Ini bukan gerakan orang-perorang tetapi gerakan ruh. Ruh ini yang bisa mencegah NU dari jeratan traksaksi politik. Ruh ini yang membungkus dan menjaga aswaja an-Nahdiyah. Ruh ini yang mekar berkembang dalam batin setiap warga NU. Tak ada warga NU yang ikhlas NU dijadikan obyek karena NU adalah pelaku sejak berdiri 90 tahun lalu.Â
Pengaruh kuat gerakan ruh ini akan segera dipahami warga NU dan menggelinding bak bola salju. Dengan peran 3 pesantren muassis NU, maka tak sulit menghitung bahwa dalam waktu dekat gerakan ini segera memencar dan melibatkan banyak orang. Penyelenggara negara pun sangat wajar memperhatikan agar mereka tidak tepedaya berteman dengan para penggenggam angin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H