Mohon tunggu...
Halim Mahfudz
Halim Mahfudz Mohon Tunggu... Swasta -

Halim adalah pendiri Halma Strategic, sebuah perusahaan konsultan Public Relations yang fokus pada crisis management dan reputation management. Sebelumnya pernah bergabung dengan televisi berlangganan Astro (2006), Partnership for Governance Reform (Kemitraan) (2004), Standard Chartered Bank (2000), Coca-Cola Indonesia (1997) , Burson-Marsteller (1996, perusahaan PR terbesar dan The Asia Foundation (1995). Halim lulusan Cornell University, Ithaca, New York.

Selanjutnya

Tutup

Money

Crisis Management

6 Juli 2015   19:56 Diperbarui: 6 Juli 2015   20:04 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kecelakaan kebakaran di Terminal 2E bandara Soekarno - Hatta pada Minggu pagi 5 Jul 2015, kata crisis management menjadi kata yang populer. Anggota DPR, media, dan komentator menyorot Angkasa Pura II dengan sebutan tidak siap dengan krisis, tidak memiliki SOP yang baik tentang kebakaran, atau manajemen buruk pengelola bandara. Di pihak lain, pihak juru bicara AP2 dalam wawancara televisi tampak kurang fasih menjelaskan crisis management seperti apa yang mereka punya untuk mengantisipasi terjadinya situasi darurat. Sebenarnya apa yang harus ditinjau lebih dalam dari peristiwa kebakaran di bandara?

 

Kata Crisis Management memang bisa jadi kata pamungkas untuk menyorot bahwa pengelola bandara telah lalai menghadapi situasi darurat seperti kebakaran. Kata ini menjadi kata paling mudah untuk menohok sasaran dan mencari dan melemparkan kesalahan. Tetapi kata crisis management ini sekaligus mengungkap betapa kita banyak tidak siap menghadapi berbagai situasi darurat. Dan sebenarnya, yang dimaksud di sini adalah crisis management plan, sebuah dokumen yang menata proses penanganan situasi darurat.

 

Krisis seperti kebakaran masuk dalam kategori kecelakaan. Dan kecelakaan adalah peristiwa yang tidak terjadi dengan sendirinya. Kecelakaan selalu terkait dengan sebab-sebab dan kebanyakan terjadi akibat sebab dari dalam organisasi. Ada kecelakaan yang terjadi akibat sebab dari luar yang disebut dengan sabotase.

 

Kecelakaan memang kebanyakan akibat dari sebab internal organisasi. Sebab-sebabnya bisa mulai dari keteledoran karyawan atau organisasi, ketidakpahaman terhadap ancaman, pengabaian ancaman, dan keangkuhan organisasi bahwa krisis tidak mungkin terjadi karena kemapanan opersional organisasi. Padahal krisis itu ibarat salah satu sisi lain mata uang. Sisi lainnya itu adalah beroperasi secara normal. Jadi ketika terjadi krisis, maka sisi normal operasional organisasi tidak tampak. Yang mengemuka hanya situasi darurat saja.

 

Kecelakaan bisa terjadi sejak dari proses persiapan produksi, proses produksi, hingga distribusi dan sistem logistik. Kecelakaan juga bisa terjadi karena kegagalan memenuhi ketentuan dalam SOP, kesengajaan melanggar, atau ketidakcermatan menentukan sistem operasi yang normal tanpa potensi ancaman. Dalam kaitan kebakaran di bandara, keberadaan resto, cafe, atau lounge adalah potensi yang harus dicermati dan dimonitor terus menerus.

 

Penjelasan AP2 di televisi tidak mencerminkan bahwa AP2 memiliki sitem yang kokoh untuk mengantisipasi situasi darurat. Apa yang dijelaskan oleh jurubicara AP2 di MetroTV pada Senin (6/7/15) malam hanya mencakup langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi menumpuknya penumpang. Dalam penjelasan itu tidak tercermin proses apa yang dimiliki oleh AP2 dalam mengatisipasi terjadinya krisis, BUKAN langkah SETELAH terjadinya krisis.

 

Jadi apa yang harus dilakukan pasca kebakaran? Sekarang AP2 harus segera melakukan apa yang disebut dengan CRISIS INVENTORY. Crisis inventory adalah langkah-langkah mendata dan memperhitungkan potensi situasi darurat yang mungkin terjadi. Melalui langkah ini akan diperoleh data-data potensi terjadinya krisis. Data ini segera disusun berdasarkan tingkat probabilitas terjadinya krisis dengan dampak paling merusak dan merugikan, setengah merusak dengan tingkat kerugian sedang, hingga potensi dampak paling ringan dan kerugian sedikit. Data ini disebut crisis inventory list.

 

Setelah langkah tersebut, baru disusun apa yang sering diucapkan para pejabat dan presenter televisi dengan SOP. Jadi SOP disusun berdasarkan daftar crisis inventory list yang telah disusun, dicermati dan diuji secara empiris atau secara teoretis. Jika SOP disusun sekarang, maka prosesnya terbalik. Akibatmya, potensi terjadinya situasi darurat tidak akan bisa mencakup semua potensi yang bisa diukur.

 

Crisis Management Plan bukan sekadar dokumen mati. Crisis Management Plan adalah sebuah proses yang harus berlangsung terus menerus. Crisis Management Plan harus dilatihkan, dipraktikkan, dan dievaluasi secara berkelanjutan karena situasi dan lingkungan akan terus berkembang dan berubah. Dengan perkembangan dan perubahan yang terus terjadi, apa yang tercantum dalam crisis management plan akan mengikuti perkembangn dan perubahan sehingga tetap up-to-date. Dalam konteks bandara, perkembangan jumlah pengguna bandara, kebutuhan yang terus meningkat, dan layanan yang terus dituntut juga mengakibatkan crisis management plan yang dinamis dan terus diupdate.

 

Jadi, percuma menyusun crisis management plan atau SOP sekarang ini. AP2 harus melakukan crisis inventory list dan menelaahnya dengan cermat. Setelah itu AP2 harus melakukan training untuk mengakrabkan seluruh anggota manajemen dan karyawan dengan SOP tersebut, lalu melakukan drill, mempraktikkan apa yang sudah ditulis dalam SOP atau Standar Penanganan Krisis.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun