Mohon tunggu...
Galuh Novia Sari
Galuh Novia Sari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Suka iseng menulis walau terkadang ngawur dan tak jelas.. Toh, hanya ingin menulis tanpa maksud apa2...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kertas Putih Abu-abu

19 Februari 2012   03:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berupa tumpukan kertas putih keabu-abuan yang terlihat samar karena warnanya, berantakan karena tak tersusun rapi, namun terlihat banyak cerita ataupun sekedar coretan tak jelas hasil goresan pensil-pensil terdahulu. Biasa saja kertas itu. Namun, aku mulai sedikit tertarik ketika kutemukannya sedang ditulis oleh pensil lainnya. Kertas putih abu-abu yang semula terlihat begitu putih di mataku. Oh, begitu ternyata. Aku mulai tau banyak ketika perlahan kulihat dengan seksama dari jarak terdekat yang bisa kugapai. Warnanya begitu menarik. Putih abu-abu yang sedikit suram. Namun, dapat membangkitkan kembali gairah menulis dan mencoret yang telah lama pudar. Kulihat masih lumayan banyak lembar yang tersisa. Jadi, tanpa pikir panjang aku mulai menggerakkan tubuhku untuk sedikit menulis dan mencoret sisa lembaran itu. Semakin lama menulis, semakin kusuka tekstur kertas itu. Sama seperti warnanya yang putih abu-abu, teksturnya pun tak begitu jelas. Agak kasar, sedikit bergelombang, begitu halus dan lembut ketika kutulis dan kucoret dengan goresan yang kasar. Tidak bolong. Tekstur yang aneh.

Kutulis dan kutulis apapun yang bisa kutulis. Kucoret dan kucoret seperti yang biasa kulakukan. Aku memang lebih suka mencoret daripada menulis. Temanku sesama pensil sering menasihatiku untuk lebih baik menulis secara teratur daripada mencoret dan tidak menghasilkan apapun. "Kasihan kertasnya. Jangan sampai juga nanti kau lupa dengan asyiknya menulis." Aku terdiam. Tak banyak kertas yang mau kucoret. Mereka lebih suka ditulis dengan cerita-cerita menarik atau digambar dengan gambar yang bagus dan indah. Sedangkan aku tak begitu suka menulis yang menarik ataupun menggambar yang indah. Goresan pensilku terlalu keras dan tajam bila menulis. Menggambar? Ah, aku tak suka menggambar. Tak pernah bagus hasilnya.

Kembali ke kertas putih abu-abu yang kutemui. Aku senang ketika dia membiarkanku menulis dengan goresan yang tajam, mencoret-coret hingga bagian putihnya berwarna abu-abu kehitaman. Tak sedikitpun kertas itu menunjukkan rasa sakit ketika goresanku terlalu tajam dan keras. Dia hanya menggeliat sedikit kegelian bila ku mulai mencoret-coret tak beraturan. Kertas yang benar-benar kuat, belum kutemukan tanda-tanda bahwa kertas itu akan bolong karena coretanku yang terlalu keras. Lembar demi lembar kutulis dan kucoret dengan tingkat kekerasan dan ketajaman yang kumiliki. Kertas yang baik, pikirku. Dia menerima semua tulisan dan coretanku. Dia tak pernah menolak, dia menyediakan selalu lembar baru agar aku tak bosan dan bingung ketika tak ada kertas lainnya. Dan kemudian, kucoba untuk menulis dengan sedikit rapi dan teratur. Aku tau kertas itu menyukai tulisanku walau dia mungkin tak mengerti dengan apa yang kutulis. Namun, dia selalu membiarkan apa yang kulakukan. Sepertinya dia bilang,"Kamu tau apa yang harus kamu tulis. Setajam dan sekasar apapun goresan pensilmu, aku yakin aku pasti baik-baik saja. Jadi, tetaplah menulis dan mencoretku." Terlalu angkuh memang, tapi hal itulah yang membuatku perlahan belajar untuk menulis dan mencoret dengan lembut dan teratur.

Coretan sederhana yang hanya terdiri dari satu titik dua dan satu huruf D kapital.

ジャカルタ、2012年02月16日

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun