Mohon tunggu...
Ima Hardiman
Ima Hardiman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

perempuan biasa. penikmat perjalanan dan pencinta keindahan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia, Kekayaan yang Terampas

16 Agustus 2011   18:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 1568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jiwa-jiwa yang tertindas Berjuta raga diperbudak Bumi yang dirampas Itulah Indonesia Hari ini kembali Istana menggelar upacara bendera. Ada pejabat negara serta undangan yang sumringah, Paskibraka yang gagah, pesta yang meriah, lengkap dengan suvenir mewah.  Perayaan kemerdekaan ini, setelah Proklamasi 66 tahun lalu, setelah melewati ratusan tahun menderita sebagai bangsa yang dijajah. Apakah yang memicu bangsa lain menjajah Indonesia, ratusan tahun lalu? Sejarah penjajahan di negeri ini bermula dari daya tarik Indonesia Timur sebagai Kepulauan Rempah. Sejak ratusan tahun lalu telah menggoda berbagai bangsa di belahan bumi lain untuk menguasai negeri makmur loh jinawi ini. 'Surga rempah' itu berada di Kepulauan Maluku (Provisi Maluku Utara dan Maluku sekarang) yang di setiap jengkal tanahnya ditumbuhi tanaman pala, cengkih, cokelat, kenari, dan lainnya. Ironisnya, sejak dahulu-bahkan hingga sekarang- bangsa Indonesia tidak berdaya memanfaatkan tanaman rempah yang tumbuh subur di bumi yang diinjaknya. Ketidakmampuan atau ketidakpedulian atas sumber alam itulah justru  dimanfaatkan bangsa lain. Bagai menemukan harta karun, mereka mengeruk kekayaan alam Nusantara dengan cara menindas rakyatnya. Inilah beberapa rempah-rempah khas Indonesia yang telah memperkaya bangsa penjajah: 1. Cengkih                                                 2. Pala 3. Cokelat Sejarah mencatat ada empat bangsa Eropa yang berduyun-duyun mendatangi Nusantara untuk menguasai rempah-rempah yang kala itu sangat menguntungkan dalam perdagangan. Keempat bangsa Eropa itu adalah Spanyol, Portugis, Belanda dan Inggris. Bagi bangsa Eropa, rempah seperti kenari, cengkih, pala, digunakan sebagai penyedap rasa dan bahan pengobatan. Rempah pada masa itu merupakan barang dagangan paling berharga. Bahkan kala itu harga rempah Indonesia lebih mahal daripada emas batangan. Abad ke-15: Penjajahan Indonesia bermula di tahun 1521 tatkala bangsa Portugis berlayar dan menduduki Kepulauan Maluku yang dikenal sebagai penghasil rempah berkualitas tinggi. Tahun yang sama bangsa Spanyol  pun mencapai Kepulauan Maluku. Pertikaian memperebutkan 'surga rempah' antara Portugis dan Spanyol berakhir di tahun 1534, dan dimenangkan oleh Portugis. Abad ke-16: Tahun 1596 Belanda menjejakkan kakinya di Indonesia bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Melalui politik monopoli dagang bernama VOC,  Belanda berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Sebelum membangun markas pusatnya di Batavia (Istana Negara sekarang), VOC lebih dulu bermarkas di Pulau Banda. Jejaknya masih ada hingga kini di Bandaneira yaitu Istana Mini, dibangun tahun 1600-an sebagai tempat kediaman Jan Pieter Zoon Coen, Gubernur VOC saat itu. [caption id="attachment_129707" align="alignnone" width="448" caption="Istana Mini di Bandaneira, mirip dengan Istana Negara bukan? Dari istana inilah penjajahan bermula..."][/caption] Monopoli VOC terhadap perdagangan rempah di Nusantara dilakukan dengan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah, dan terhadap bangsa non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh hampir seluruh penduduk pulau. Sebuah lukisan yang memperlihatkan suasana pembunuhan warga Banda itu dapat kita saksikan di Museum Budaya Pulau Banda, museum yang didirikan oleh almarhum Des Alwi. [caption id="attachment_129699" align="alignnone" width="448" caption="Belanda mendatangkan algojo dari Jepang untuk membunuh warga Banda yang menentang monopoli perdagangan pala. "][/caption] Abad ke-18: Inggris datang untuk merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda. Pertikaian Belanda dan Inggris, dimenangkan Belanda melalui peperangan yang berakhir dengan disepakatinya Perjanjian London tahun 1815. Abad ke-19: Sejak saat itu kekuasaan kolonial Belanda tak tergoyahkan hingga invasi Jepang tahun 1942, dan kemerdekaan bangsa  Indonesia tahun 1945. Kini...meski sudah 66 tahun merayakan Proklamasi Kemerdekaan, sudahkah negeri ini benar-benar merdeka? Rasanya belum... Masih banyak rakyat terbelakang, yang tidak menikmati hijau royo-royonya tanah air, tertindas haknya, dan belum tersentuh manisnya pembangunan. Masih banyak kekayaaan Nusantara yang terampas, baik oleh bangsa lain maupun bangsa sendiri. Masih banyak sumber daya alam dieksploitasi pihak asing, hasil tambang yang dikeruk, dan warisan budaya yang dicuri. Masih merajalela ulah rakus para mafia yang mengaku penguasa negara, dan penindasan (ekonomi) oleh negara kapitalis. (*Baca "Indonesia Masih Diperdaya Asing, Kompas.com 18 Agustus 2011) [caption id="attachment_129702" align="alignnone" width="360" caption="Tambang emas di Papua puluhan tahun dikeruk Freeport. Foto: Google."][/caption] [caption id="attachment_129704" align="alignnone" width="273" caption="Tambang emas di Sumbawa puluhan tahun dikeruk Newmont. Foto: Google."][/caption] Hari ini setelah 66 tahun Republik Indonesia merdeka, semoga Yang Maha Kuasa memberikan para pemimpin negeri ini kearifan, keadilan, kepandaian, dan kekuatan untuk memajukan negeri dengan sejujur-jujurnya dan memakmurkan rakyat setinggi-tingginya... Amin. *Kutipan artikel Kompas.com "Indonesia Masih Diperdaya Asing" Ekonom Drajad Wibowo: "Perjanjian Oslo yang telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan selanjutnya menerbitkan moratorium hutan merupakan upaya negara maju untuk terus memperdaya Indonesia. Perjanjian Oslo hanya akan menguntungkan Norwegia dan negara Eropa lainnya." Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi: "Indonesia merdeka sudah 66 tahun, tetapi masih dijajah (pihak) asing. Itu tandanya kita masih bodoh. Tentu menjadi tugas pemerintah kita untuk mengatasi hal itu." "66 tahun kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang selayaknya tidak disia-siakan pemerintah, apalagi KEPENTINGAN PIHAK ASING di Indonesia dalam jangka 50 tahun ke depan akan SEMAKIN NYATA."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun