Mohon tunggu...
Fuad Cahyadiputra
Fuad Cahyadiputra Mohon Tunggu... -

Menulis adalah laku hidup untuk memberi hidup mengalir, merawat apa yang ada dan suda ada bersenyawa pada setiap rasa

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kekacauan di Balik Kemenangan Timnas yang Heroik

15 Desember 2016   17:40 Diperbarui: 15 Desember 2016   18:02 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 14 Desember 2016 timnas sepakbola Indonesia berhasil mengalahkan timnas sepakbola Thailand dengan skor 2-1dalam laga leg pertama final Piala AFF 2016. Kemenangan tersebut bisa dikatakan heroik karena Indonesia mampu membalikan keadaan setelah pada babak pertama tertinggal satu gol. Tetapi di balik kemenangan yang heroik tersebut, tercata beberapa kekacauan di luar lapangan. Di bawah ini saya ceritakan kekacauan yang saya alami sebelum bisa masuk stadion pada babak kedua.

Karena sudah tidak kebagian tiket online dan tidak sempat mengantri penjualan tiket offline kami ber-lima berangkat dari kontrakan di daerah Klapanunggal pukul 17.00 WIB. Niatnya hanya ingin menonton timnas lewat big screen yang katanya disediakan panitia bersama bakso gratis. Akhirnya kami tiba di stadion Pakansari pukul 18.00 WIB, suasana ramai, masih banyak yang baru datang. Kami pikir mereka sama dengan kami yang hanya berniat melihat pertandingan lewat big screen. Ternyata sesampai di area stadion semua niat berubah, bagaimana tidak, banyak calo berkeliaran menawarkan tiket dengan santai dan terang-terangan. Mereka menawarkan tiket kelas 3 dengan harga Rp. 200.000 yang harga normalnya Rp. 100.000.

Setelah kami ber-lima berunding, akhirnya kami membeli tiket dari calo. Malu? Tidak, harusnya yang paling malu adalah PSSI karena tidak pernah bisa professional dalam mengelola pendistribusian tiket. Rugi? Tidak, demi timnas kami rela membayar dua kali lipat dari harga normal. Tiket sudah di tangan, kami pun masuk pintu pemerikasaan pertama. Kami lolos, tiket yang kami beli dari calo ternyata asli. Demi Tuhan, sungguh kami tidak bermaksud tidak menghormati orang-orang yang antri tiket dengan berdesak-desakan di Gambir dan Cibinong. Kami hanya ingin mendukung timnas yang kita banggakan bersama.

Kekacauan Mulai Terasa

Ternyata setelah kami masuk dari pemeriksaan pertama masih harus antri untuk pemeriksaan masuk tribun. Kami berjalan memutar mencari pintu masuk yang sesuai tiket, akhirnya kami ikut antri di pintu masuk 8. Antrian mengular begitu panjang, dan kekacauan mulai terasa. Teriakan dari antrian paling depan terdengar sampai belakang, “Woe buka woe, kita punya tiket ini. Lu kira kita beli tiket pake daon, woe buka anj***”, teriakan yang bersifat profokatif mulai menular ke calon penonton lain. Suasana mulai kacau, akhirnya kami keluar dari antrian berniat mencari pintu lain.

Kami berjalan melewati pintu 9 dan pintu 10, suasananya sama, bahkan sampai ada yang menaiki pintu masuk dan berteriak-teriak dengan menunjukan beberapa tiket, minta pintu dibuka. Akhirnya kami tiba di pintu paling ujung, pintu 11. Di pintu 11 juga sama, pintu sudah ditutup dan penonton yang mempunyai tiket tidak diperbolehkan masuk. Tetapi suasananya sedikit berbeda, mungkin karena berhadapan langsung dengan ruang media, jadi tetap ada panitia yang mencoba mengontrol situasi.

Kami mencoba bertanya kepada panitia dan jawabannya benar-benar menjengkelkan, “Overload”. Teriakan pun mulai berkumandangkan di pintu 11, “Terus buat apa kita beli tiket mahal-mahal kalau tidak bisa masuk?!!” teriak seorang pemuda kepada panitia. Bahkan ada seorang bapak dengan menggendong anak meminta diliput oleh wartawan, sambil menunjukan tiga tiket kelas VIP dia berkata “Hoe, Wartawan. Ini diliput ya, saya beli tiket mahal-mahal untuk keluarga saya nonton, sampai sini gak boleh masuk, PSSI mana tanggung jawabnya?” .

Begitulah suasana begitu kacau, teriakan dan makian bersahutan dari sana-sini. Tetapi suasana berubah total ketika dari dalam stadion mulai dikumandangkan lagu Indonesia Raya. Orang-orang yang tadi berteriak memaki dan mencaci tiba-tiba berubah menjadi paduan suara yang begitu indah. Semua orang yang antri masuk bernyanyi dengan lantang dan penuh semangat. Hingga lagu Indonesia Raya selesai dikumandangkan suasana begitu hikmat, serasa Indonesia dipersatukan kembali setelah beberapa hari terakhir dipenuhi berita intoleransi. Setelah lagu selesai, penonton yang semangatnya berkobar disiram rasa nasionalisme semakin brutal meminta pintu dibuka, tetapi hasilnya sia-sia. Panitia tetap menutup pintu dengan alasan “Overload”.

Bagaimana bisa tempat duduk bisa penuh jika masih banyak penonton bertiket yang belum masuk? Jawabannya dua, antara PSSI mencetak tiket melebihi kapasitas stadion dan banyak penonton gelap tanpa tiket yang berhasil masuk. Jawabannya pun segera terjawab setelah dari samping pintu masuk terdengar suara riuh memaki. Kami yang penasaran dan mulai muak dengan antrian memutuskan mendekat ke kerumunan. Setelah menanyakan kepada salah satu penonton kami mendapat jawaban yang benar-benar membuat putus asa, “Tadi ada anggota yang masukin penonton gak pake tiket lewat belakang, Bang. Terus ketauan, pada disorakin”. Ternyata jawaban yang kedua yang paling tepat, banyak penonton gelap yang dimasukan oleh oknum aparat masuk ke tribun.

Kami tetap mengelilingi stadion mencari pintu yang dibuka tetapi sia-sia, karena yang kami temukan juga hanya barisan antrian dengan teriakan caci maki minta pintu dibuka. Tiga dari kawan kami akhirnya memutuskan menyerah dan pergi keluar untuk melihat dari bigscreen. Sedang saya dan satu kawan saya memutuskan tetap ikut dalam antrian menunggu keajaiban pintu dibuka. Teriakan tetap bersahutan di sana-sini, bahkan ada teriakan provokatif untuk menjebol pintu. Di beberapa sudut terlihat anak kecil, ibu-ibu, wanita, menunggu dengan pasrah.

Akhirnya setelah menunggu lama dan para penonton terlihat tidak terkendali panitia membuka pintu masuk tribun setelah selesai babak pertama. Kami berdesak-desakan masuk, takut kalau saja panitia kembali berubah pikiran. Sampailah kami di tribun, mencari tempat duduk yang ternyata masih banyak yang kosong. Skor sementara Indonesia masih tertinggal 0-1 dari Thailand. Babak kedua pun dimulai, yeyel dan nyanyian berkumandang, seperti yang ditonton seluruh rakyat Indonesia, timnas menang dramatis setelah mencetak dua gol dibabak kedua.

Demikianlah cerita kekacauan dibalik kemenangan timnas Indonesia yang heroik. Cerita ini bukan bermaksud menjelek-jelekan beberapa pihak, tetapi sebagai evaluasi agar ke depan tidak terjadi hal semacam ini. Di balik euforia kemenangan timnas, masih ada aspek yang harus diperbaiki. Karena banyak yang dirugikan dari kekacauan di luar lapangan tersebut. Banyak penonton yang sudah membeli tiket tetapi tidak jadi masuk tribun karena malas berdesak-desakan. Masih adanya calo dan oknum aparat yang memasukan penonton gelap juga merupakan catatan buruk bagi panitia.

Semoga Indonesia bisa juara Piala AFF tahun 2016 dan mengobati dahaga gelar bergengsi masyarakat Indonesia. Indonesia Bisa.

               

*Karena tidak sempat mengambil gambar, saya cantumkan beberapa berita untuk mendukung cerita yang saya tulis.

 

 

 

 

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun