Akan tetapi, keinginan untuk mengirimkan calon terbaik ke Mahkamah Konstitusi semakin berkurang. Meningkatnya institutional legitimacy, dan peran penting yang dimainkan oleh Mahkamah, membuat MA cenderung tidak lagi mengirimkan calon terbaik menjadi Hakim Konstitusi.
Sebagai seseorang yang mengerti perjalanan Mahkamah sejak berdirinya, dan telah “dididik” di Mahkamah hampir selama 10 tahun, institutional memory Mahkamah melekat di benak Fadlil sehingga tidak heran, Fadlil merupakan salah seorang yang paling banyak berdebat dengan para Hakim Konstitusi lainnya dalam Rapat Permusyawaran Hakim. Fadlil mungkin dianggap tidak menjadi “agen” yang baik bagi MA dalam memutus perkara yang berkaitan dengan kepentingan MA. Pada
Putusan 34/PUU-XI/2013, Mahkamah mengabulkan permohonan yang diajukan Antasari Azhar yang menyebabkan diperbolehkannya peninjaun kembali (PK) berulang di MA. Fadlil mendukung putusan ini dengan tidak menjadi dissenter.
Pada putusan lain yang berkaitan dengan pengujian formil UU Mahkamah Agung (UU 3/2009), yang salah satunya mengatur pasal krusial perubahan syarat pensiun dari 67 ke 70 tahun (berkaitan dengan keterpilihan Harifin Tumpa menjadi Ketua MA), Fadlil juga tidak menjadi “agen” yang baik dengan mendukung putusan mayoritas yang menyatakan pembentukan UU MA tidak memenuhi syarat formil, akan tetapi “demi asas kemanfaatan, UU tersebut tetap berlaku” (Putusan 27/PUU-VII/2009). Peran sebagai “agen” untuk melindungi MA, diperankan dengan baik oleh Arsyad Sanusi dan Muhamad Alim dengan menolak (dissenting) putusan ini dan berpendapat pembentukan UU Mahkamah Agung tersebut tidak melanggar syarat formil.
Independensi Fadlil untuk memutus sesuatu yang dia percayai, dan menempatkan dirinya berseberangan dengan institusi dimana ia berasal, mungkin kurang mendapat tempat di hati pimpinan MA.
Konon kabarnya, sifat Fadlil yang tidak suka “sowan” ke MA mungkin menjadi pertimbangan “ketidakpatuhan” Fadlil kepada institusi MA. Pada saat fit and proper test dilaksanakan di MA, Fadlil baru mendapat undangan untuk hadir 30 menit setelah waktu fit and proper test berlangsung. Fadlil baru tiba di MA satu jam setelah fit dan proper test selesai. Pada sore harinya, MA mengumumkan kedua calon Hakim Konstitusi untuk periode 2015-2020.
Sejarah institusional MK telah membuktikan bahwa Mahkamah memiliki peran yang sangat signifikan, tidak sekedar memberikan perlindungan konstitusional kepada setiap individual rakyat Indonesia akan tetapi juga sebagai penyeimbang kekuataan politik diantara institutisi konsitutional di Indonesia. Menyadari kekuatan politik yang berkecamuk pada saat ini, lembaga Mahkamah Konstitusi yang tidak sekedar profesional, tetapi berwibawa dan mandiri dalam memutus, merupakan hal yang diperlukan bangsa ini. Sayang, Mahkamah Agung melepaskan momentum baik untuk menentramkan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H