Mohon tunggu...
Fitri.y Yeye
Fitri.y Yeye Mohon Tunggu... Administrasi - otw penulis profesional

Wanita biasa.\r\nPenulis Novel Satu Cinta Dua Agama & Rahasia Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [9]

31 Maret 2011   02:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:16 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13015373831721614362

[caption id="attachment_98674" align="alignleft" width="338" caption="Semoga bukan mimpi buruk//GettyImages"][/caption]

*

Malam kian larut, hawa malam terasa semakin dingin sama sekali tidak dirasakan tiga orang yang tengah serius berdiskusi di ruang tamu di rumah Tri. Kopi panas masih mengepulkan asapnya yang menebar aroma khas. Ubi rebus yang tadi sempat disuguhkan Tri satu-persatu mulai berkurang dari wadah keramik berwarna putih itu.

Diskusi masih alot, kedua pihak masih saling berusaha mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Meskipun begitu tidak ada pihak yang terlihat tersinggung karena keduanya sama-sama mampu untuk saling menghargai.

Sementara itu, di ruanga keluarga Tri berkali-kali menepis rasa kantuk yang mulai  menyerang.  Penasaran yang begitu kuat untuk mengetahui hasil pembicaraan itu mencegahnya untuk tidak dulu memejamkan mata.

Mendengar penjelasan Papa yang panjang lebar, Tri nelangsa. Hatinya diliputi kebimbangan luar biasa berbaur antara perasan cinta yang begitu besar dan takut dosa bila ini adalah keputusan salah. Tri menitikkan air matanya.

Dalam diam yang mencekam hatinya ia berdoa kepada Tuhan.”Tuhan, bukakanlah pintu petunjukMu bagiku. Tunjukkanlah aku ada kebenaran sejati. Engkaulah si pemilik Kebenaran itu. ”

Komat kamit bibir Tri bertutur pelan. Tri memejamkan matanya yang mulai perih menahan kantuk. Suara Tri berbicara di ruang sebelah membuat hatinya bergetar hebat.

“Li, begitu kuatnya cintamu terhadapku. Jika akhirnya takdir tidak mempertemukan kita dalam ikatan jodoh ini aku bertanya padamu. Apakah kau sanggup menapaki hari tanpa aku di sisimu? Jujur Li, jika itu benar terjadi aku tak sanggup. Sama sekali aku tidak mampu berdiri dengan kokoh tanpa cinta darimu yang menyangga tubuhku, ” Tri berbisik dalam hatinya.

“ Li, aku tidak ingin hatiku retak, dan goresannya melukai seluruh jiwaku. Jika kau tak ada maka hatiku akan remuk berkeping-keping. Mungkin kau masih akan kuat Li, karena ku yakin kau pria yang tegar. Di sekelilingmu masih ada wanita-wanita cantik dan pintar yang menanti cintamu. Kau bisa memilih salah satu dari mereka. Mungkin si imut Ita, atau si feminine Tyas atau si cantik Zaza. Atau si manis Fera atau si indo Claire itu. Siapapun Li kau bisa memilikinya! Ahh..mengingat wanita-wanit itu aku?cemburu, Li. Hatiku sungguh tak rela jika kau harus pergi dengan salah satu diantaranya.

Aku ingin tetap menjadi milikmu, Li, selamanya dalam hidupku. ” ***

“Tapi, Nak Li …! Suara Mama memecah lamunan Tri. Lalu ia kembali fokus  mendengarkan pendapat Mama. “Sebagai Ibu, saya memang keberatan Nak Li, maafkan saya! Bagi saya mendengar semua penjelasan Nak Li sungguh sangat meyakinkan. Betapa besarnya cinta Nak Li kepada putri kami. Saya berterimakasih untuk itu. ”

“Namun, sebagai seorang Ibu dan seorang muslimah saya wajib menjaga anak saya dari berbuat sesuatu yang melanggar syariat. Agama Islam meninggalkan dua pusaka untuk kami berpedoman menjalani hidup, yaitunya Al Qur’an dan Sunnah. Segala sesuatunya telah diatur dengan sangat jelas di dalamnya. ”

Li dengan sabar mendengar apa yang disampaikan oleh Mama Tri tanpa berusaha membantah atau memotong pembicaraan. Sementara Papa Tri terlihat mulai menahan kantuk.

“Mulai dari hal-hal yang paling kecil sampai pada masalah besar sekalipun. Semua tertera dalam Al Qur’an dengan sangat terang. ”

“Hal kecil misalnya yang diatur adalah, pada saat seorang bayi lahir ke dunia, Bapaknya harus mengumandangkan azan di telinga anak lelaki yang baru lahir itu. Jika yang lahir adalah bayi perempuan maka Bapaknya harus mengumandangkan Iqamat. Itulah kalimat pertama yang harus didengar sorang bayi mungil dalam agama kami, kalimah Tauhid. Hanya orang Islam yang bisa melakukannya. ”

“Saya percaya bahwa penguasa hati manusia adalah Tuhan. Tuhanlah Yang Maha membolak balikkan hati. Kita sama sekali tidak mengetahui apa yang akan terjadi nanti dan juga sama sekali kita tidak punya pengetahuan tentang masa depan itu.”

Sementara Mama Tri terlihat masih begitu semangat menyampaikan isi hatinya.

“Kita tidak bisa katakan kepastian bahwa nanti Tri tidak akan berpindah agama. Bukan karena saya meragukan kesungguhan Nak Li untuk tetap menjaganya. Bukan..Bukan itu! Tetapi saya tetap tidak mampu melepaskan anak saya kepada seorang lelaki Non muslim. Karena agama memang jelas-jelas melarangnya. ”

“Nak Li, Om setuju dengan pendapat Mamanya Tri. Maaf, bila hal ini mengecewakan hati Nak Li! Sebenarnya kami tidak bermaksud demikian sama sekali. Tidak!” Papa Tri sedikit menambahkan.

Sambil menggeleng kepalanya dengan perlahan, Li menarik nafasnya dalam-dalam. Li terlihat memendam kekecewaan yang sangat. Papa Tri yang duduk didekatnya berusaha menghibur dengan menepuk bahunya.

“Nak Li, kami doakan kelak akan mendapatkan jodoh yang sepadan.” Demikian suara Papa Tri menghibur diiringi anggukan Mama Tri.

Sesungguhnya Li ingin berteriak dan mengeluarkan isi hatinya yang terpendam. Namun ia rasa sudah percuma untuk meyakinkan kedua orangtua Tri.

Sambil bangkit berdiri Li berkata,” Om dan Tante, saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Walaupun berat dan kecewa, tetapi saya harus berjiwa besar menerima keputusan ini! Kalau begitu, Om dan Tante silakan istirahat dahulu. Hari sudah larut, maaf telah mengganggu waktu istirahatnya.”

Ingin rasanya Li menangisi apa yang terjadi, namun sekuat tenaga ia menahan diri. Sesungguhnya dalil-dahil agama yang disampaikan kedua orangtuanya Tri, banyak menimbulkan pertanyaan di benaknya.

Sebab sebelum Li pernah bertukar pikiran tentang masalah ini dengan seorang temannya yang sedikit banyak mengerti tentang agama. Dimana temannya mengatakan, bahwa sah-sah saja perkawinan beda agama itu. Yang jelas-jelas haram itu hanya korupsi! Kelakar temannya ketika itu.

Demikian juga Li pernah membaca tulisan tentang perkawinan beda agama suatu ketika dimana ada cendekiawan yang tidak mempermasalahkan.

Bagaimana dengan perasaan Tri, ketika tahu keputusan kedua orangtuanya, karena terlalu lelah, Tri tertidur pulas di sofa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun