Mohon tunggu...
Fitri.y Yeye
Fitri.y Yeye Mohon Tunggu... Administrasi - otw penulis profesional

Wanita biasa.\r\nPenulis Novel Satu Cinta Dua Agama & Rahasia Hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

PILKADA dipilih DPRD, Hak Politik Perempuan dipasung?

16 September 2014   21:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:30 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_324273" align="aligncenter" width="405" caption="www.lintas.me"][/caption]

Ahh..sebenarnya saya tidak ingin ikut-ikutan latah untuk menuliskan apa yang beberapa waktu terakhir menjadi pembicaraan hangat di negeri ini. Tetapi ternyata naluri perempuan saya tiba-tiba tergelitik saat membayangkan ketika pemilihan kepala daerah itu dikembalikan kepada DPRD. Karena itulah akhirnya jemari ini saya biarkan menari untuk menuliskan apa yang melintas di hati dan pikiran saya.

Ruang bagi perempuan Indonesia untuk beraktifitas di ranah politik semakin terbuka lebar. setelah proses verifikasi faktual KPU terhadap kepengurusan calon partai politik pada pemilu 2014, baik pusat maupun daerah. Semakin terlihat Undang-Undang serius memperhatikan keterwakilan sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam kepengurusan partai politik. Kemudian dalam proses pencalonan dalam pemilu legislatif partai politik harus mengajukan calonnya yang harus mengikut sertakan 30% perempuan. Tentu saja ini memberi ruang positif bagi aktifitas perempuan dalam kancah politik.

Beruntun dari quota 30% keikutsertaan perempuan dalam parlemen tersebut. Bagi kebanyakan kaum perempuan hal ini barangkali tak berpengaruh. Karena animoperempuan untuk terjun ke kancah politik masih sangat rendah. Hal ini bukan disebabkan ketidak mengertian perempuan tentang politik. Namun kesadaran berpolitik perempuan yang sudah merasa cukup hanya dengan menjadi partisipant dalam setiap pemilihan umum. Masalah cukup atau tidaknya quota 30% keterwakilan perempuan di legislatif tidak menjadi soal bagi sebagian besar kaum perempuan itu sendiri.

Namun bagi perempuan yang memilih menjadi bagian yang 30% terlibat dalam dunia politik. Kesempatan ini tak mereka sia-siakan, untuk menjaring suara, politisi perempuan ini lebih mengutamakan memilih perempuan sebagai priotas pemilih yang mereka harapkan. Dengan kesadaran itulah mereka politisi perempuan ini turun ke masyarakat memberikan pendidikan politik kepada kaum perempuan agar tidak salah dalam menentukan pilihannya dalam berpolitik.

Selain itu KPU sendiri juga menjadikan kaum perempuan sebagai salah satu prioritas untuk diberikan sosialisasi pemilu pada masyarakat. Selain Pemilih Pemula, kaum marginal dan kelompok disabilitas, perempuan menjadi target utama yang harus diberikan pendidikan politik. Karena tidak bisa dipungkiri jumlah pemilih perempuan jauh lebih besar dari jumlah pemilih laki-laki. Suara perempuan menjadi sangat menentukan dalam pemilu.

Dengan telah dimulainya proses demokrasi di masyarakat kaum perempuan menjadi tercerahkan, mereka tahu mana pemimpin yang layak dan pantas dan yang akan memperjuangkan nasib mereka sebagai perempuan. Perempuan akan memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani mereka, sesuai pilihan sadar mereka bukan karena ikut-ikutan dengan kaum lelaki sebagai kepala keluarga.

Dari hasil pertarungan politik pada pemilu legislative tersebut telah melahirkan banyak politisi-politisi perempuan yang bermunculan, masyarakatpun mulai melek politik, mulai menyadari bahwa pentingnya mereka diberikan pendidikan politik untuk menentukan pilihan mereka dalam menjalankan hak mereka sebagai warga Negara.

Kemudian, jika saat ini bergulir keinginan sebagaian orang untuk mengembalikan pemilihan Kepala daerah kepada DPRD bukankah ini namanya memasung hak politikkaum perempuan? Untuk daerah saya saja misalnya hanya ada 35 orang anggota Dewan Perwakilan daerah. Kemudian yang terpilih mewakili perempuan hanya 3 orang saja. Lalu mungkinkah suara 3 0rang tersebut akan mampu mewakili suara perempuan pada suatu daerah? Rasanya tidak. Jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap di Kabupaten saya sebanyak 270.777 orang dengan perbandingan Laki-laki 132.028 pemilih, dan perempuan 138.749 pemilih.

Jika hari ini pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD, mungkinkan 3 0rang anggota dewan di parlemen itu mampu mewakili suara 138.749 orang kaum perempuan di daerah saya? Jawabannya, entahlah. Lalu saya berpikir, kaum perempuan yang sudah mulai tercerahkan dalam hal politik kini harus kembali diam, tak lagi diberi kesempatan untuk memilih menggunakan hak suaranya yang jelas-jelas sudah diatur oleh Undang-Undang. Bagaimana mereka bisa memilih sendiri pemimpin yang mereka ingin dan harapkan untuk kemajuan daerahnya sendiri. Hak politik mereka (Red: perempuan) telah diambil oleh mereka yang sebelumnya dengan kesadaran penuh telah mereka berikan mandat untuk memperjuangkan nasib mereka.

Belum lagi jika ada diantara perempuan yang berkeinginan dan mampu menjadi kepala daerah, tentu saja keinginan ini harus mereka kubur karena tidak akan mungkin lagi mendapatkan tempat untuk mewujudkan mimpi mereka. Selamanya mungkin kita tidak akan pernah punya tokoh pemimpin perempuan seperti Margareth Tatcher, Hillary Rhodam Clinton, Angela Merkel. Karena dari waktu ke waktu akhirnya perempuan hanyalah akan menjadi objek dalam banyak hal termasuk dalam hal perpolitikan. Sekali lagi…ENTAHLAH!!!

Selamat Sore

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun