Umbut rotan namanya, salah satu sayur favorit masyarakat Kalteng ini sangat lezat. Paduan santan dan umbut atau rotan muda dengan tambahan ikan serta rempah-rempah turun temurun mampu membuat lidah menari. Ketika menikmati umbut santan dan nasi panas, tanpa sadar membuat penikmatnya menghabiskan sebakul nasi. Bukan karena rakus, namun gurihnya santan serta empuknya rotan muda ketika digigit memberikan sensasi yang berbeda. Sedikit rasa pahit yang tersisa diakhir gigitan rotan muda itu sedikit mengingatkan akan pahitnya kesejahteraaan masyarakat pengrajin rotan di Kalteng.
Kekayaan alam Kalimantan Tengah sangat beragam. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah rotan. Selama ini pengolahan rotan masih sangat sederhana yaitu sebatas menjual bahan mentah, membuat tikar dan tas kemudian dijual kepada pengepul. Pembuat kerajinan rotan kebanyakan merupakan ibu-ibu rumah tangga yang menganyam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Rotan adalah salah satu dari komoditas unggulan di Kalteng. Bahan bakunya melimpah, harga jual bahan olahannya cukup menguntungkan, namun butuh sumber daya manusia yang terampil untuk mampu mengolahnya menjadi bahan yang memenuhi standar kualitas nasional hingga internasional. Keberadaan komoditas ini belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang berkecimpung di bidang kerajinan rotan terutama anyaman.
Kebanyakan masyarakat mengolah rotan langsung dan menjualnya dengan harga yang murah dalam bentuk anyaman tikar. Padahal sumber daya alam untuk rotan di Kalteng sangat melimpah, namun kenapa hasilnya belum dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya? Pengrajin rotan bagaikan ayam mati di lumbung padi, punya sumber daya yang melimpah namun hasilnya masih saja pas-pasan, hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Sebuah tantangan bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia ProvinsiKalteng untuk memberikan kontribusinya dalam pengembangan ekonomi masyarakat dengan meningkatkan nilai jual kerajinan rotan. Dibentuklah klaster dengan tujuan pengembangan dari hulu ke hilir. Bank Indonesia melakukan pelatihan-pelatihan kepada kelompok klaster untuk mengubah pola produksi dari yang semula hanya membuat anyaman tikar menjadi berbagai olahan kreasi yang lebih menarik seperti tas, kotak tissue, sandal hotel dan lain sebagainya sehingga harga penjualan meningkat.
Kelompok Uwei Pambelum, adalah salah satu dari kelompok yang merasakan manfaat kegiatan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Uwei Pambelum atau Rotan Kehidupan adalah kelompok di Desa Gohong, Kabupaten Pulang Pisau yang awalnya sedikit pesimis pada kerajinan rotan. "Untungnya sedikit," begitu kata Ibu Tuti ketua kelompok. Tidak diprioritaskan sebagai mata pencaharian utama, kerajinan rotan awalnya seperti hidup segan mati tak mau. Namun ketika tergabung dalam kelompok klaster binaan Bank Indonesia, Kelompok Uwei Pambelum mendapatkan tambahan peralatan penunjang serta pelatihan bagaimana mengolah rotan lebih dari sekedar anyaman sehingga harganya menjadi lebih mahal dan untungnya lebih besar.
Sejak awal berdiri, Kelompok Uwei Pambelum telah menghasilkan anyaman dengan berbagai motif dan menarik. Namun kekurangan sarana penunjang membuat hasil produksi kelompok kurang variatif. Jika kelompok hanya membuat anyaman, maka mereka hanya akan menghasilkan produk yang bernilai rendah. Beda halnya apabila diolah menjadi bahan kerajinan lain misalnya tas rotan dengan variasi kulit nyamu atau batik khas Kalteng. Kesulitan yang dihadapi kelompok adalah tidak tersedia alat berupa mesin jahit yang dapat menciptakan tas variasi. Kebutuhan kelompok telah  didata oleh tim dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalteng. Berdasarkan data dimaksud, Bank Indonesia memberikan bantuan dalam bentuk mesin jahit.
Gayung pun bersambut, melalui tim FPPU (Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM), Bank Indonesia melaksanakan sebuah pelatihan untuk mendorong produksi kreatif dari kelompok. Produksi kreatif ini dibutuhkan untuk menciptakan suatu produk UMKM yang bernilai jual tinggi. Jika kelompok hanya menjual karya berupa anyaman maka mereka hanya akan menjadi penghasil bahan baku bagi kelompok lain yang memiliki keterampilan lebih. Karena beberapa kelompok yang telah maju memanfaatkan produksi anyaman dari kelompok lain untuk memenuhi kuota pesanan. Misalnya kelompok pengrajin tas rotan, mereka membeli hasil anyaman kelompok rotan lain sehingga mereka tinggal memoles dan mengkreasikan anyaman tersebut menjadi tas.
Uwei Pambelum kini sesuai dengan namanya dapat menjadi sumber mata pencaharian dan menjadi sumber kehidupan bagi anggota kelompok yang tergabung dalam klaster binaan Bank Indonesia. Tidak berhenti sampai disitu, keberhasilan ini kemudian diduplikasi oleh kelompok-kelompok di desa lainnya dengan meningkatkan olahan rotannya menjadi kreasi lain yang lebih memberikan nilai jual dari sekedar anyaman. Kreasi rotan juga tidak hanya berupa anyaman namun juga kalung, tas, kotak tisu dan lain sebagainya. Limbah rotan pun dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi sabut mandi dan boneka kecil lucu yang menggemaskan.
Manfaat yang dirasakan sangat besar. Selain menjadi pejuang penopang perekonomian Indonesia melalui UMKM mandiri, kelompok rotan yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu rumah tangga ini dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga, menciptakan lapangan kerja dan melestarikan kebudayaan daerah yaitu keterampilan menganyam rotan.
 Kemandirian yang dibentuk melalui pengembangan UMKM ini merupakan bagian dari peranan Bank Indonesia dalam menjaga inflasi yang rendah dan stabil. Kestabilan perekonomian ini tidak lepas dari kekuatan UMKM sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Pentingnya peranan UMKM ini perlu didukung oleh Pendampingan secara menyeluruh mulai dari proses pembuatan hingga pemasaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H