Pemandangan pada timeline twitter, pm bbm, serta aneka status yang terhambur di dinding facebook nyaris berpola sama setiap waktunya. Tak ketinggalan salam BC yang menggurita di bbm mulai dari sekedar numpang jatah iklan ekonomis, menebar hoax, memposting sajian tuntunan ibadah, hingga memperkenalkan teman. Status facebook pun beragam meskipun masih di rajai oleh status pengantar cinta untuk sang doi disana, namun tulisan memohon doa ataupun kegiatan harian pun tetap berdampingan. Kicauan twitter sekarang tak mau ketinggalan kalau dulu Cuma cuitan cinta sekarang beralih populis berbagi info otw otw ke suatu tempat.
Hal ini mungkin terlihat biasa namun ketika kita cermati terdapat hal yang lucu dan bahkan membuat senyum kecut memandang layar. Bayangkan saja dahulu orang pamer hanya memakai cara-cara tradisional dengan bertatap badan, berita dari mulut kemulut, ataupun berbuat konnyol mengambil mikrofon musola dari marbot untuk sekedar memberi tau bahwa dia telah berinfaq 1000 rupiah di kotak amal 2 minggu yang lalu. Namun ketika haegemoni Mark Zuckenberg merajalela kegiatan pamer sudah amat canggih, dari yang tua sampe yang muda, dari yang kecil sampe yang besar, dari yang imut-imut sampe yang amit-amit gamau ketinggalan.
Tatacaranya pun lebih elegan hanya dengan berdoa mengumbarkan syukur atas apa yang telah di dapat maupun hanya sekedar share colongan dengan motif do’a kesedihan yang di alami. Doa mulai dari syukur karena mendapatkan laptop baru, pacar baru, prestasi baru, atau bahkan mendapatkan om-om baru hihihi. Tak beda jauh dengan kepameran dalam ibadah pun menjamur, ibadah shunnah macam puasa senin-kamis, nisfu sya’ban yang masih diperdebatkan amalannya mengalahkan kewajiban untuk menutup aurat. Dalam berbagai taimeline twitter tak kalah heboh hingga seolah-olah keutamaan sholat lima waktu tertutupi kewajibannya. Tak Cuma itu informasi perjalanan sekarang kian mentereng, kini bbm, path, instagram dan lain sebagainya hanya digunakan untuk menuliskan“at at at at at” dan atttttt.
Budaya indonesia dengan kentalnya rasa malu dan rasa tidak enakan, bergeser menjadi kentalnya sifat pamer, sombong hingga perasaan superioritas diatas orang lain. Nilai penghargaan berubah dengan berapa banyaknya like yang di dapat dalam setiap status dan postingan, arus hubungan kemasyarakatan kita sekarang bukan lagi interaksi pertemuan secara langsung nan sakral dan hubungan kekeluargaan namun tergantikan dengan hubungan keakraban yang individualis. Kita merasakan sosialisasi hanya hanya karena telah memperhatikan layar gadget berfantasi di dunia sosial media, padahal dalam sisi psikologis apabila kita berada di tengah kerumunan namun tengah asik menyendiri di tengah keramaian akan memicu ketidak pedulian pada sesama. Apabila hal tersebut terus menerus berlangsung dan jumlahnya semakin banyak menghinggapi warga indonesia, maka bukan tidak mungkin indonesia akan dinyatakan punah budaya keramahtamahannya
Mungkin pemberitahuan info atau jalan-jalan lumrah saja selama hal itu tidak mengganggu. Namun ketika itu sebuah doa sebaiknya kita renungkan dan bersama untuk bijak dalam menyikapinya. Allah lebih mendengar doa yang disampaikan secara lirih dan dalam kesepian. Bukan di media sosial yang berisik. Juga ibadah sebaiknya kita tidak menyebar-nyebarkan “secara berlebihan” amalan sunnah yang telah atau akan kita lakukan karena hati manusia rawan dengan sifat ria.
Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar. (HR. Bukhari)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H