"Bahagia itu Sederhana"Â
Ketika yang kamu rindukan, merindukanmu.Â
Ketika yang kau cinta, mencintaimu.Â
Ketika yang kau perjuangkan, memperjuangkanmu. (-anonim @Pathdailyquote)
Hujan rintik-rintik mengawali langkahku untuk menuju ke kotamu. Kita sebelumnya pernah bertemu sekali pada suatu acara perlombaan media pembelajaran matematika. Kamu sebagai panitianya dan aku sebagai pesertanya. Tugasmu adalah membantu timku untuk menyiapkan berbagai keperluan perlombaan sebelum tampil pada pameran media pembelajaran matematika.Â
Pandangan pertama akan menyimpan suatu kenangan yang tidak mudah untuk dilupakan. Iya aku teringat sekilas wajahmu yang memesona. Aku segera mencari cara untuk bisa menghubungimu. Untungnya aku segera menemukan contact person-mu yang tertera di pengumuman lomba.Â
Namun, aku tidak berani langsung menghubungimu. Aku masih malu dan tidak bisa mengungkapkan keinginanku untuk bisa berkenalan lebih dekat denganmu melalui aplikasi whatss app.
Sebulan berlalu pertemuan kita di acara lomba. Aku memberanikan diri untuk men-chatting-mu terlebih dulu. Butuh suatu keberanian untuk memulai karena kita hanya pernah bertemu sekali pada acara formal yakni suatu perlombaan.
Qw    : AssalamualaikumÂ
you    : waalaikumsalam
Qw    : Saya yang dulu ikut lomba media
You    : Ohh iya mas. Pantesan kayak genal gitu. Ada apa ya mas?
Qw    : Tidak ada apa-apa ko dek. Terimakasih bantuannya dulu ya.Â
You    : Iya mas itu memang sudah kewajiban kami sebagai panitia. Sampean (kamu), namanya siapa ya? Saya lupa
Qw    : Namaku eki
 You    : Ok saya memanggil pean (kamu) mas eki
Setelah itu aku mulai memberanikan diri untuk bisa mengenalmu lebih dekat. Berbagai pertanyaan aku ajukan agar bisa memperoleh informasi lebih tentang dirimu. Pertanyaan yang terpenting adalah mengenai status hubunganmu saat ini masih sendiri atau sudah punya kekasih. Ternyata kamu belum punya kekasih. Prinsipmu tidak mau berpacaran dahulu hingga saat indahnya nanti telah tiba yakni pernikahan.
Hingga ada suatu keinginanku untuk bisa berteman denganmu lebih dekat. Namun keinginanku yang satu ini sepertinya butuh suatu perjuangan. Kamu tidak meng-iya-kan dan juga tidak menolakku. Hanya saja kamu tidak mau membuatku menunggu lama.
Iya... Kamu kini yang berstatus mahasiswi semester delapan. Kamu sedang berjuang untuk mengerjakan skripsimu. Persyaratan untuk bisa meraih gelar sarjana yang akan kau persembahkan kepada Abi dan Umi-mu tercinta yang ada di rumah. Â
Kamu memiliki kakak perempuan yang berada diatasmu, tetapi dia belum menikah. Jadi kamu tidak bisa berteman dekat denganku untuk saat ini. Kamu tidak mau mendahului kakakmu.
Aku tidak mudah menyerah jika menginginkan sesuatu. Aku ingin bertemu denganmu lagi. Keinginan itu langsung aku utarakan kepadamu. Kamu pun menyanggupi akan bisa menerima ajakanku tersebut.
"Aku ingin sesabar langit, ketika awan malam menurunkan hujan tanpa menjanjikannya pelangi datang langit menerimanya dengan lapang"Â (kutipan pena)
Akhirnya Allah SWT mempertemukan kita untuk yang kedua kalinya. Pertemuan dua insan yang berbeda suku dan bahasa. Aku berasal dari suku Jawa dan kamu berasal dari suku Madura. Bahasa Indonesialah yang mencairkan komunikasi berbahasa kita. Sekilas saat bertemu perasaan kagum (rahim) kepadamu menyusut sedikit demi sedikit.Â
"Apakah kamu belum dandan sehingga tidak terlihat menarik seperti dulu".Â
"Entahlah apa yang telah aku pikirkan saat itu. "Ada apa ini?" gumamku dalam hati.
Aku memesankan makanan untukmu tetapi kamu hanya membutuhkan segelas jus jeruk dingin. Kamu mempersilahkanku untuk memesan makanan. Kemudian kamu menemaniku menyantap makanan dengan obrolan ringan. Pembicaraan kita terasa begitu santai dan menyenangkan.
Saat kita mengobrol ada rasa kasih (rahman) terhadap mu. Hal itu berasal dari cara bicaramu yang sopan, sikapmu yang baik, dan kemanjaanmu saat bercerita kepadaku. Hal itulah yang kini selalu teringat tentangmu.
Waktu sudah malam, kamu menyudahi pertemuan kita karena kamu kasihan padaku jika pulangku terlalu malam. Aku berniat membelikan oleh-oleh kepadamu di jalan. Namun lagi-lagi kamu menolak pemberianku dengan halus. Aku tidak berani memaksamu untuk menerima pemberianku. Terimakasih kepada gadis yang telah meluangkan waktu untuk berbagi cerita indah kepadaku di hari Minggu.
Mojokerto, 10-03-2019
Salam,
Eki Tirtana Zamzani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H