Setelah empat tahun lulus dari kuliah jurusan keguruan pada tahun 2014. Teman-teman saya kini bekerja dengan beragam profesi. Ada yang menjadi guru, dosen, dan pegawai bank. Teman-teman kuliah saya rata-rata berasal dari berbagai daerah di Provinsi Jawa timur. Tentu tidak semua dari mereka berasal dari keluarga yang mampu. Ada dari mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Bagi teman yang berasal dari keluarga kurang mampu. Agar bisa bertahan hidup dan mampu membayar biaya kuliah maka mereka harus bekerja paruh waktu. Kebanyakan mahasiswa kuliah di pagi hingga siang hari. Kemudian pada sore hingga malam hari dimanfaatkan untuk bekerja.
Facebook telah memendekkan jarak antar teman. Teman saya ini bernama Putri (27) asal Trenggalek. Setelah berpisah selama empat tahun. kita terhubung kembali melalui media sosial FB. Mulailah kita saling bertegur sapa hingga bertukar nomor ponsel. Kini dia mantap menekuni profesi sebagai manager disalah satu bank di daerah Blitar. Hidupnya lebih baik dari pada saat kuliah. Kini gajinya sudah lebih dari cukup yakni mencapai Rp.4000.000,00.
Berjumpa lewat suara, dia bercerita panjang lebar kepada saya tentang bagaimana perjuangannya dulu agar bisa bertahan kuliah hingga lulus dan meraih gelar sarjana. Biaya awal masuk kuliah yakni dengan membayar SPP sebesar Rp.1600.000,00. Dia dibantu kakaknya untuk membayar SPP. Sementara untuk biaya mengontrak rumah di Surabaya. Ibunya punya kambing di rumah. Kemudian beliau menjual beberapa kambingnya untuk biaya kuliah Putri ke Surabaya. Harapan ibunya tentu Putri bisa menjadi orang yang sukses dan bisa mengubah perekonomian keluarga.
Kemudian dia bersama temannya mengontrak rumah selama satu tahun sebagai tempat tinggalnya selama kuliah di Surabaya. Setelah itu masalah mulai muncul. Dia harus memikirkan biaya hidup untuk tinggal di Surabaya. Ibunya hanya mampu memberi uang saku sebesar Rp.20.000,00 pada setiap minggunya. Tentu dengan uang sebesar itu dia tidak bisa bertahan hidup di Surabaya. Bisa saja dia akan kelaparan karena kekurangan makanan.
Dia kemudian berinisiatif untuk memberikan les kepada anak-anak tetangganya di Trenggalek. Setiap minggu dia pulang kampung ke Trenggalek. Harinya yakni mulai dari Sabtu, Minggu, dan Senin. Sebenarnya pada hari Senin dia ada jadwal kuliah. Tetapi dia berkorban waktu kuliah agar bisa mendapatkan uang tambahan untuk biaya hidup di Surabaya. Dia mendapatkan honor memberikan les anak tetangganya sebesar Rp30.000,00. Jadi total uang saku yang bisa dibawa ke Surabaya setiap minggunya sebesar Rp.50.000,00
Setelah uang saku setiap minggu untuk tinggal di Surabaya terpenuhi. Dia kemudian harus berfikir lagi untuk bisa membayar SPP sebesar Rp950.000,00 setiap semesternya. Pada semester dua dia masih mendapatkan bantuan dari kakaknya tetapi tidak penuh. Sisanya dia harus berusaha mencari pinjaman kepada temannya.
Ada Kak Hilman yang selalu mendorong Putri untuk bisa selalu semangat kuliah.
"Putri sudah membayar SPP semester ini?" tanya kak hilman Â
"Belum Kak, SPP Putri masih kurang Rp.200.000,00". Jawab putri menegaskan.
"Kamu jangan segan-segan untuk meminta bantuan Kak Hilman jika tidak punya uang." Kata kak Hilman  "Iya Kak Hilman siap." Jawaban putri.
"Kak Hilman semester depan aku mau berhenti kuliah saja. Aku ingin pulang saja ke Trenggalek bantu-bantu ibu disana." Tutur Putri
"Lha Kenapa lho Putri ko ingin pulang?"
"Kamu tidak kuat dengan pelajaran di jurusan matematika atau biaya kuliahnya?" Tanya Kak Hilman
"Itu Kak aku nggak kuat dengan biaya hidup untuk tinggal di surabya dan juga membayar biaya SPP tiap semeternya" tutur putri menegaskan
"Owalah Putri kalau kamu menyerah di tengah jalan dengan berhenti kuliah karena kesulitan mempelajari mata kuliah matematika maka akan saya biarkan tetapi kalau kamu ingin berhenti karena masalah biaya, pasti Kak hilman akan mengusahakan untuk bisa membantu dik." Kak Hilman menjelaskan dengan serius
***
Semeter tiga Putri sudah tidak mengontrak rumah lagi. Dia mulai bekerja di Surabaya dengan memberikan les privat dari rumah ke rumah. Pernah suatu ketika dia tidak punya tempat tinggal. Karena tidak ada biaya untuk mengontrak atau mengekos tempat tinggal. Akhirnya dia memiliki inisiatif untuk tidur di rumah murid yang diberikan les. Caranya dia tidak menetap disalah satu rumah muridnya. Namun dia berpindah-pindah dari rumah murid yang satu ke rumah murid yang lainnya.
Suatu saat karena sering tinggal di rumah murid lesnya. Dia menjadi perbincangan orang tua. Akhirnya dia tidak tahan dengan kondisi seperti ini. Kemudian dia memutuskan untuk tidak bermalam lagi di rumah muridnya. Dia berjalan tanpa arah yang jelas dan tidak tahu harus bermalam dimana saat itu. Dia menyeberang ke Jl. A Yani yang begitu banyak kendaraan berlalu lalang di sana.
Dia lalu berjalan menuju kampus UINSA. Tepatnya di gedung jatim expo, dia dihubungi oleh temannya yang berprofesi sebagai dosen. Tanpa diduga dia ditawari menemani sang dosen untuk tinggal di kosnya. Dalam hatinya tentu hal ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Saat dia membutuhkan tempat tinggal. Tawaran tidak terduga datang dari temannya. Tentu hal ini sebagai bentuk pertolongan Allah SWT kepadanya melalui perantara temannya tadi. Selama beberapa hari kemudian dia disuruh tinggal dikosnya temannya tersebut.
Kisah berikutnya adalah saat dia kehabisan uang saku tapi dia tidak mau merepotkan temannya. Dia lalu mendatangi Masjid ulul albab. Dia dimasjid dalam waktu yang cukup lama. Â Dia disana ingin menenangkan pikiran dan menahan lapar. Perut yang keroncongan ditambah dengan rasa haus karena dahaga yang luar biasa harus ditahan karena tidak punya uang. Akhirnya dia memutuskan untuk meminum air kran saja yang biasanya digunakan untuk wudlu oleh jamaah shalat.
Dengan keyakinanya kalau minuman air kran ini bisa mengenyangkan perutnya. Dia berdoa terlebih dahulu, setelah itu meminum beberapa air kran sampai merasa kenyang. Logikanya air mentah yang  diminum itu pasti masih mengandung bakteri. Jika kita tinjau dari segi medis minuman itu tidak sehat dan bisa menyebabkan sakit perut. Namun menurut penuturan putri setelah menghabiskan air kran tersebut dia tetap sehat dan tidak merasakan sakit perut. Dia pun bisa kenyang dengan meneguk air kran. Luar biasa bukan?
Pernah pula suatu ketika uang sakunya tinggal Rp.7000,00. Bagaimana caranya dia harus mengatur uang saku itu untuk bisa makan selam seharian penuh. Menurut penuturannya, caranya yakni dia membeli nasi putih seharga Rp.5000,00. Kemudian untuk lauknya dia membeli gorengan Rp.2000.00. Harga gorengan sebesar Rp.2000,00 dia bisa mendapatkan empat buah gorengan. Dia bisa membagi dua gorengan untuk sekali makan. Cara penghematan ini dia mampu memakan makanan sehari dua kali. Pasti hemat iya?
Pada semester tujuh setelah kuliah kerja nyata. Dia ingin segera melepas masa lajang. Tujuannya yakni agar dia bisa lebih ringan dalam menanggung biaya hidup dan kuliah di surabaya. Harapannya dengan memiliki suami, kehidupannya bisa terbantu. Adat jawa lelaki biasanya yang memulai untuk mengajak sang perempuan untuk ke pelaminan. Namun Putri punya prinsip berbeda. Perempuan bisa mengajukan keinginan untuk menikah terlebih dahulu jika memang sudah waktunya dan memang sang wanita butuh segera pendamping hidup.
Dia berkenalan dengan seorang lelaki. Dia tinggal di Surabaya. Dia melamar kerja di apotek kimia farma. Setelah diterima dan memperoleh gaji pertama. Dia memberikan uang ke putri sebesar Rp 200.000,00. Dalam pandangan putri tentu lelaki ini ada maksud tertentu dan ada perasaan cinta ke dia. Saat Putri mengajaknya menikah ternyata dia belum siap. Karena menurut sang lelaki dalam suatu pernikahan ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dan butuh pula restu dari kedua keluarga.
Mojokerto, 31-12-2018
Salam
Eki Tirtana Zamzani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H