Sembilan bulan ibu mengandung dan melahirkan seorang anak di dunia. Kasih sayang seorang ibu kepada anak tak terhingga dan tidak mengharapkan imbalan. Harapan ibu tentu anak-anak yang dilahirkan menjadi anak yang sehat dan kuat hingga tumbuh dewasa nantinya.
Setiap tanggal 22 Desember pada setiap tahunnya akan diperingati sebagai hari ibu. Status teman-teman di media sosial seperti FB, instagram, dan wa dipenuhi dengan foto bersama ibunya masing-masing. Tentu saya melihatnya begitu mengesankan dan mengharukan. Teman-teman terlihat begitu sayangnya kepada ibu mereka dan memamerkan kebersamaanya di media sosial.
Menurut saya rata-rata anak itu lebih dekat dengan ibunya. Karena saat mereka dirumah lebih sering bertemu dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya. Hal ini menyebabkan kedekatan anak denga ibu semakin melekat.Â
Hal ini berdampak positif karena anak-anak bisa menceritakan masalah-masalahnya kepada ibunya. Ibu yang baik tentu mendengarkan semua keluhan anak dengan baik dan mencoba untuk memberikan solusinya.
Jasa Ibu begitu Terasa saat Kita Memerankannya
Senyummu yang cantik, matamu yang baik, hati emasmu dan sentuhanmu yang menyembuhkan; engkau lebih indah daripada apapun untukku. (Tribun-timur.com/22-12-2018).
Saat saya masih sekolah keinginan memiliki ibu yang hebat seperti menjadi seorang guru pernah ada. Harapan saya dulu dengan memiliki ibu berprofesi guru bisa mengajari saya pelajaran yang sulit.Â
Selain itu saya bisa bebas meminta uang saku kepada beliau. Namun kenyataanya ibu saya menjadi ibu rumah tangga. Beliau fokus merawat dan mendidik putera-puterinya. Pelajaran yang saya dapat dari beliau adalah hidup hemat dan tidak boros terhadap uang.
Pernah saya berfikir tidak ada yang dibanggakan dari ibu saya. Beliau melakukan kegiatan rutin yang bisa dilakukan oleh semua ibu seperti : memasak, merawat anak-anak, membersihkan rumah, dan menyiapkan segala kebutuhan anak-anak dan suaminya. Namun saya baru sadar kalau pekerjaan sebagai ibu rumah tangga itu begitu berat dan membosankan. Tentu butuh keikhlasan dalam memerankan diri menjadi ibu rumah tangga. Beliau rela mengorbankan waktunya mengerjakan pekerjaan rumah demi kelancaran anggota keluarga.
Saat saya kuliah, peran ibu begitu terasa. Saat saya mencoba hidup mandiri di perantauan. Saya mulai belajar mencuci baju, memasak, membersihkan tempat tinggal, hingga mengatur keuangan sendiri. Tentu rasanya capek dan begitu membosankan hidup menjadi ibu rumah tangga. Kemandirian saya ini ternyata sebagai bentuk latihan kepada saya.
Setelah saya wisuda, saya kembali pulang ke desa. Ibu saya sakit dan tidak bisa melakukan aktivitas kesehariannya. Saya waktu itu masih belum bekerja. Saya kemudian menggantikan peran ibu di rumah. Hal ini saya lakukan selama kurang lebih tiga bulan. Saat kesehatan ibu membaik saya mencoba melamar pekerjaan. Alhamdulillah akhirnya diterima. Kerja saya siang hari jadi pada pagi harinya masih bisa bantu pekerjaan rumah.