Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harapan Sekolah Pinggiran di Mojokerto

3 Mei 2018   23:15 Diperbarui: 5 Mei 2018   14:07 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Suasana kelas di SDN Kesiman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto yang hanya memiliki tujuh murid. (Foto: surabaya.tribunnews.com)

Pak Anshori menuturkan bahwa dirinya memang bercita-cita menjadi guru.  Beliau hanya ingin mengajar dan tidak ingin menjadi karyawan pabrik. Karena dengan mengajar hidupnya jadi lebih bermakna. Karena bisa membuat pandai anak-anak yang dididiknya. Beliau bercerita kalau sering mengajar matematika. Meskipun dulunya sekolah jurusan agama Islam.

Beliau diangkat menjadi PNS pada tahun 1993 sebagai guru kelas di MI. Kemudian beliau dipindah untuk bertugas di SMP sebagai guru pendidikan Agama Islam. Lalu sekarang diberikan kepercayaan oleh Kemenag untuk menjadi Kepala Sekolah di MI Hidayatulloh Plus.

Sekolah ini menurut beliau masih butuh banyak bantuan dari pemerintah setempat. Bangunannya sederhana hanya ada sekitar lima sampai enam kelas. Ada halaman yang digunakan untuk bermain voli dan tempat parkir.

Jumlah peserta yang mengikuti ujian disini ada delapan siswa. Menurut saya sekolah ini kekurangan murid. Setelah saya amati, saya menyimpulkan kalau masyarakat disekitar sini kurang begitu perhatian terhadap sekolah yang mementingkan pelajaran agamanya. Dan juga dari segi fasilitas pembelajaran disini kurang lengkap. Sehingga orang tua kelihatanya lebih memilih menyekolahkan anaknya disekolah dengan fasilitas yang lebih lengkap. Dan juga yang mementingkan pelajaran umum seperti sekolah SD.

Sejarah MI Hidayatulloh Plus Mojokerto

Menurut penuturan Saudara Zainudin selaku proktor disini. Sekolah ini dulunya mendapatkan suntikan dana dari orang Arab. Setelah itu dihibahkan ke orang yang ada di desa ini untuk meneruskan perjuangannya mendirikan sekolah.

Pada awalnya sekolah ini bernama SD Islam Hidayatulloh. Setelah itu diubah karena tidak dapat bantuan karena nama. Maka agar bisa mendapatkan bantuan dari Kemenag. Sekolah itu harus berubah namanya menjadi madrasah ibtidaiyah (MI).

Setelah berubah nama. Pembangunang gedung baru pun dilaksanakan. Dulu satu kelas disekat menjadi dua ruangan. Kini, disini sudah ada bangunan kelas baru. Namun ada satu bangunan yang dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu. Bangku-bangku dan mejanya dari papan kayu.

Pak Zain menuturkan bahwa anak-anak disini masih gagap dengan teknologi. Pelajaran TIK sudah diajarkan sejak kelas satu SD. Namun pengajarannya yang belum bisa optimal. Karena hanya ada satu laptop yang digunakan untuk menjelaskan ke semua siswa.

Kini, Pak Zain sudah bisa tenang. Karena tiap sekolah di Mojokerto sudah mendapatkan bantuan laptop sebanyak 20 buah dari dinas pendidikan. Bantuan ini digunakan untuk pelaksanaan USBN-BK tahun ini.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun