Awalnya, semuanya nampak baik baik saja. Percakapan kita seakan saling bersambut, walau harus ku akui, suara kamu yang terdengar dan sampai di telinga ku, agak kecil dan sedikit agak kresek. Mungki karena indera pendengaranku yang terganggu, atau kah jaringan teleponnya yang lagi stress, atau kah ponselku yang memang budeg.
"Munafik..!!", kata itu keluar dari bibirmu.
Terperangah aku mendengarnya, kaget.
"Loh??", ucapku, sambil masih tetap terperangah..
"Apa yang telah aku ucapkan ya?, apa aku salah bicara?", bisikku dalam hati, sambil mencoba mengingat semua kata kata yg telah aku ucapkan kepadamu.
"Emang, apa yang salah, yang telah aku ucapkan, sehingga dia mengucapkan kata itu, karena seingatku, percakapan kita baik baik aja.." tanya ku lagi dalam hati, masih dengan perasaan bingung.
Tapi dengan penuh kebijaksanaan, dan sambil tertawa engkau pun tak mempersalahkan "kesalahan" yang terjadi itu.
Alhamdulillah..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tapi perasaan bersalah itu, masih tetap menyelimuti perasaanku..
Jujur, aku takut jikalau engkau tak percaya kepadaku.
Jujur, aku takut jikalau engkau tak akan lagi mau meneleponku.
Jujur, aku takut engkau marah kepadaku.
Dan jujur, aku takut kehilangan kamu.
Aku takut kehilangan bayangan senyum manis diwajahmu.
Aku takut kehilangan desahan nafas canda tawamu.
Aku takut.
~~~~~~~~~~~~~~~
Sambil menulis ini, pikiranku tertuju padamu.
ESP,
~~~~~~~~~~~~~~~
Cat: mudah mudahan tidak ada lagi "kesalahan/ miskomunikasi" saat aku bercakap denganmu.