ilustrasi bersumber dari: aiimoet.net"Satu kampung tahu, kalau warga di kampung yang paling termiskin adalah Yu Minem.Perempuan yang kini memasuki usia 58 tahun. Saking miskinnya, jangan tanya kepada pihak kalurahan hingga Kabupaten bahkan sampai Istana Negara mengenai data Yu Minem. Mereka semua akan geleng-geleng kepala, jika ditanya dimana rumah Yu Minem atau siapa Yu Minem itu."
Bahkan Hamdan ATT, Si Penyanyi "orang termiskin di dunia" juga akan kecewa, ternyata perkiraannya salah. Jika seandainya ada lembaga survey melakukan penelitiannya, ternyata menyebutkan Yu Minem lah sebagai pemenang kategori orang termiskin. Sayangnya tak ada lembaga survey atau lembaga publik lain yang akan melakukan survey atau pemberian award segala, kepada orang yang paling termiskin ini. Bisa jadi takut digugat, karena dianggap melecehkan, atau bisa jadi tidak memiliki keuntungan secara finansial bagi lembaganya.
namun hanya orang-orang sekampung dengan Yu Minem saja yang tahu, kalau Ia orang yang paling miskin diantara orang-orang kampung miskin. Lalu apa ukurannya Yu Minem itu bisa dikatakan miskin? maka jawaban orang-orang kampung itu sangat sederhana, dan tidak sejelimet dari BPS atau lembaga yang suka survey kemiskinan dengan ratusan indikator. Yang Pasti, selama ini, Yu Minem Masih kontrak tanah diatas tanah Negara, yang sudah dikapling secara "liar" (meminjam istilah para pejabat) oleh orang-orang miskin. Tanah tersebut kemudian didirikan bangunan rumah. Eiiit, tapi jangan dibayangkan rumah Yu minem berdiri dengan kayu atau gedék, atau bahkan dari tembok. Rumah yang didirikan hanya terbuat dari kardus yang didapat dari sampah, yang diperoleh seorang Pemulung yang kemudian diberikan oleh Yu Minem, karena merasa kasihan. Kardus-kardus itu di desain sedemikian rupa, oleh Yu Minem, dengan sedikit penyangga dari kayu-kayu sisa bangunan yang dipungutnya di daerah proyek pembangunan Ruko. Meski Yu Minem tidak sekolah di tehnik bangunan, Ia mampu membangun rumahnya yang dianggap layak dari perspektif (mengambil isitlah Wilmar Witoelar yang bikin acara di TV) Yu Minem Sendiri. Tapi jika para ahli bangunan di suruh menilai, rancangan rumah Yu minem tak lebih seperti kandang ayam, bahkan mungkin lebih baik kandang ayam.
Tapi Yu Minem tak ambil pusing, yang jelas rumah yang dibangunnya sangat tidak berbahaya jika ada gempa, sebab bahannya hanya dari kardus dan sedikit kayu sebagai penyangga, dan atapnya di beri plastik, sebagai penahan air jika hujan, meski airnya tetap nekat menerobos di lubang-lubang plastik hingga menembus kardus.
Selain itu, ukuran lain dari kemiskinan Yu Minem adalah, tidak punya pekerjaan tetap, bahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari, Ia harus meminta-minta kepada tetangganya yang hidupnya miskin didaerah kumuh. Apalagi Ia hidup sebatang kara, yang sudah tak diketahui dimana sanak saudaranya. Sedangkan Suaminya dulu sebagai pekerja yang ulet, tiap hari bekerja sebagai pemungut sampah. Sebuah pekerjaan yang membanggakan bagi ukuran Yu Minem. Namun, sudah dua tahun yang lalu, suaminya meninggal karena kecelakaan, tertabrak bus, saat menyeberang jalan.
Yang lebih tragis lagi, dengan posisi pekerjaannya sebagai pengemis sekarang ini, Yu Minem adalah orang yang termasuk melanggar hukum, dan dianggap sebagai pelaku kriminal. Kata orang-orang yang ahli hukum, Yu Minem melanggar pasal 504 KUHP, soal larangan untuk mengemis.
Saat ini Yu Minem harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Didepan rumahnya Ia juga menanam tanaman sebagai penghias rumahnya, berupa tanaman singkong, berjumlah satu batang. Keberadaan tanaman singkong dalam pikiran Yu Minem selain penghias rumah harapannya bisa dimanfaatkan daun dan umbi singkongnya untuk makan sehari-hari, jika ada kelebihan dijual kepada tetangganya. Kemudian jika besar batangnya untuk menyangga rumah agar tidak rubuh. Akan tetapi batang singkong yang di tanam saat ini tingginya masih tigapuluh sentimeter, dan baru keluar daun satu.
Kemudian dari aspek kesehatan, Yu Minem adalah orang yang tidak pernah berhubungan dengan dokter. Maka tidak heran, jika dokter akan kesulitan mencari arsip dari riwayat kesehatan Yu Minem. Namun dalam hal ini Yu Minem bukan berarti orang yang tersehat di kampung kumuh di dekat bantaran sungai. Bagaimana mungkin jika Yu Minem saat sakit harus berobat, jika Ia tak punya uang sama sekali. Harga periksa dan harga obatnya tentu sesuatu yang sangat mewah baginya. Pernah Pak ErTe mengusahakan jamkesmas, namun itu kandas di jalan. Sebab Yu Minem hanyalah orang yang paling miskin di kampung orang miskin, yang tentunya juga miskin dengan syarat-syarat administrasi untuk mengajukan Jankesmas. Ia sampai saat ini tidak memiliki KTP, akta lahir, apalagi akta nikah. Sebab waktu nikah hanyalah dengan nikah siri. Bahkan Yu Minem sendiri juga tidak tahu, bahwa dirinya tidak tercatat di Kalurahan, sehingga bisa dikatakan sebagai penduduk "haram" karena tidak memiliki identitas yang legal. Oleh sebab itu, dalam soal kesehatan, Ia tetap merasa "sehat", meski kadang sakit juga menerpanya.
Bahkan Yu Minem sampai sekarang tak pernah berpikir, kelak suatu saat akan mati. Bukannya yang Ia takutkan adalah kematian, namun apakah mungkin bisa dimakamkan ditempat yang layak. Sebab harga makam dikota besar sekarang ini juga mahal. Sehingga Ia pun kini takut juga untuk mati.
Surakarta, 13 Agustus 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H