Mohon tunggu...
Yulherina Chaniago
Yulherina Chaniago Mohon Tunggu... Dokter - Pemerhati Jaminan/ Asuransi Kesehatan, Ketua Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia

1. Magister Kesehatan Masyarakat\r\n2. Dokter\r\n3. Dukung Medika Selaras

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Catatan Kecil Setelah 31 Hari Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

31 Januari 2014   10:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:17 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 31 Januari 2014,tepat 31 hari program Jaminan Kesehatan Nasional berjalan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Berbagai sanjungan dan kecaman terdengar dan terbaca di berbagai media maupun celoteh antar peserta yang telah mencoba manfaat jaminan kesehatan tersebut. Catatan berikut akan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok tentang catatan positif dan kelompok tentang catatan negatif.

Catatan positif

Beberapa komentar dan catatan tentang hal-hal yang positif adalah dukungan untuk menyukseskan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, karena program ini sudah lama ditunggu dan diharapkan. Kekurangan dan kelemahan yang masih ditemukan pada awal pelaksanaannya masih dapat dipahami dan dimengerti, walaupun program yang berlangsung saat ini sebenarnya adalah program lama dengan balutan baru, yaitu penggabungan menjadi 1 pengelola yaitu BPJS Kesehatan.

Catatan positif lain adalah rendahnya angka penolakan pasien di berbagai rumah sakit yang dikontrak BPJS dan relatif mulusnya peralihan antara pengelola lama program jaminan kesehatan ke BPJS Kesehatan. Terlepas dari berbagai kritik ketidaksiapan BPJS kesehatan, sampai tanggal 31 Januari 2014 ini, nyaris tidak terdengar berita tentang penelantaran pasien oleh provider di berbagai penjuru Indonesia.

Komentar baik dari pasien yang telah memanfaatkan program juga terdengan. Ada pasien yang sumringah keluar dari rumah sakit pasca menjalani PTCA (pemasangan stent pembuluh darah jantung), karena tidak harus membayar sepeserpun biaya ke rumah sakit, padahal dengan pengelola sebelumnya, dia harus membayar biaya tambahan sekitar Rp. 10 juta untuk alat2 kesehatan yang tidak termasuk standar pengelola.

Catatan negatif

Sebagaimana kata-kata sinis yang sering kita dengar, bad news is good news bagi sebagian orang, maka catatan negatif tentang program JKN lebih nyaring terdengar dibandingkan catatan positif diatas. Mulai dari komentar tentang gaji pengelola BPJS, sampai pemakaian obat yang jauh menurun kualitasnya dari pengelola sebelumnya. Belum lagi catatan tentang kelayakan pembayaran kepada dokter baik di faskes layanan primer maupun di rumah sakit, sampai2 presiden memandang perlu menghadirkan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia pada acara evaluasi pertama pelaksanaan program JKN tersebut.

Catatan pertama yang mengemuka adalah pengelolaan kepesertaan, tidak sedikit peserta program JPK PT. Jamsostek (Persero) yang tidak terdaftar di BPJS Kesehatan, walaupun dalam berbagai sosialisasi disampaikan migrasi kepesertaan akan berlangsung otomatis, namun fakta menunjukkan tidak semudah itu melaksanakannya. Hal tersebut ditambah dengan kekurangan informasi tentang tatacara penambahan anggota keluarga yang menurut peraturan dimungkinkan dengan penambahan premi/ iuran oleh Kepala Keluarga. Pencetakan kartu baru yang belum rampung tidak masalah bagi peserta PT. Askes (persero), karena seluruh jajarannya adalah penyelenggara BPJS Kesehatan, namun bagi peserta PT. Jamsostek (persero), minimnya keterangan ini memunculkan berbagai spekulasi, sehingga beberapa perusahaan memutuskan tidak mengikuti BPJS Kesehatan untuk sementara waktu, sambil melihat perkembangannya.

Catatan berikut dan yang paling ramai dibicarakan adalah pembayaran BPJS Kesehatan ke Provider baik di faskes tingkat pertama yang dibayar dengan kapitasi, maupun rumah sakit yang dibayar dengan INA CBG’s. Nilai kapitasi yang dikeluhkan terlalu kecil, tidak dibandingkan dengan kapitasi yang dibayarkan oleh pengelola sebelumnya. Walaupun nilai kapitasi oleh BPJS Kesehatan lebih besar dari pengelola sebelumnya, namun minimnya sosialisasi dan buruknya komunikasi, ditambahkan kurangnya pemahaman para dokter tentang arti kapitasi, menjadikan isu tentang kapitasinya menjadi titik sangat lemah dalam operasional BPJS Kesehatan. Nilai kapitasi disampaikan sebagai nilai per pasien, padahal sebagaimana ditulis teman Mursyid Hasan Basri tanggal 14 Januari 2014 di forum ini, kapitasi adalah biaya rerata dalam sebuah kelompok populasi yang dipengaruhi oleh faktor biaya unit (unit cost) dan tingkat pemanfaatan/ angka kunjungan/ utilisasi. Makin tingging angka kunjungan dan makin mahal biaya unit di sebuah faskes, akan makin tinggi nilai kapitasinya.

Komentar tentang biaya tidak hanya soal kapitasi, tapi juga penerapan INA CBGs di rumah sakit. Salah seorang karyawan kami yang istrinya didiagnosis mengalami mioma uteri dan kista ovarium, harus membayar biaya pemeriksaan penunjang istrinya karena rumah sakit hanya bersedia memeriksa 1 jenis pemeriksaan per kunjungan, padahal diperlukan 5 jenis pemeriksaan, diantaranya tumor marker untuk mendukung atau menyingkirkan dugaan keganasan pada kelainan tersebut. Jelas kebijakan ini bukan instruksi dari BPJS Kesehatan, namun penurunan manfaat dari program sebelumnya tetap menjadi tanggungjawab BPJS Kesehatan. Belum ada laporan dari masyarakat di salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat, yang melaporkan BPJS tidak bersedia menanggung bayi baru lahir dari pasangan peserta program Jamkesmas, ketika sang bayi harus menjalani perawatan lebih lanjut dirumah sakit ketika ibunya sudha diperkenankan pulang, dengan asalan, bayi belum terdaftar sebagai peserta. Sebuah jawaban dan keterangan yang sangat konyol tentunya.

Catatan tentang obat tidak kalah ramainya. Sejak dikelola BPJS kesehatan, pasien kronik yang sebelumnya mendapatkan obat selama 1 bulan, saat ini hanya mendapatkan obat untuk 10 hari. Kemungkinan besar ini adalah kebijakan rumah sakit untuk menyiasati pembayaran INA CBGs yang tidak memungkinkan rumah sakit memberikan obat dalam jumlah banyak ke pasien, karena pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit didasarkan atas kode INA CBGs berdasarkan kode penyakit dan tindakannya, bukan berdasarkan jenis layanan dan jumlah obat yang diberikan. Hal tersebut membuat pemandangan di loket pendaftaran dan preotorisasi BPJS kesehatan selalu penuh dengan omelan, cercaan, kemarahan, dan tak jarang pemukulan meja oleh peserta yang merasa mengalami penurunan manfaat tersebut.

Catatan tentang keleluasaan penggunaan manfaat juga banyak dikeluhkan, iklan tentang JKN oleh seorang anggota DPR pusat tentang portabilitas yang menggambarkan keleluasaan peserta menggunakan provider diseluruh Indonesi, tidak terbukti dalam pelaksanaannya. Tetap saja peserta hanya boleh terdaftar di 1 klinik dokter keluarga atau puskesmas, dan fasilitas rujukan hanya dapat digunakan atas rujukan faskes layanan primernya atau rumah sakit lainnya. Penggunaan secara leluasa hanya untuk kondisi emergensi yang batasannya sudah ditentukan. Sehingga jika sedang dalam perjalanan keluar kota untuk pulang kampung atau sedang dinas, sangat sulit menggunakan faskes yang tersedia hanya jika mengalami gangguan flu, batuk, demam, atau diare yang tidak termasuk kriteria emergensi. Hal tersebut telah sesuai dengan konsep dan prinsip pelayanan managed care, namun tidak sesuai dengan harapan peserta.

Diantara semua catatan positif dan negatif tersebut, tampaknya BPJS Kesehatan harus segera melakukan evaluasi, khususnya pada aspek pelayanan kepesertaan dan pelayanan kesehatan, agar pengendalian yang dicanangkan tidak terkesan sebagai upaya sangat protektif untuk terhindar dari kerugian dengan membuat berbagai pembatasan, melainkan merancang manajemen risiko yang sesuai dengan tujuan awal penggabung seluruh program dalam 1 pengelola yaitu BPJS Kesehatan. Semoga perjalanan kedepan lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun