Mohon tunggu...
Teguh Sunaryo
Teguh Sunaryo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemerhati Pendidikan Berbasis Bakat (Tinggal di Yogyakarta)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Satu Juta KTP: Sebuah Kinerja Sebelum Terpilih

21 Juni 2016   07:06 Diperbarui: 21 Juni 2016   08:20 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar:

Melihat kinerja partai yang sering uring-uringan, dan yang sering berkoalisi untuk berebut roti, maka rakyat sesungguhnya selama ini sudah membuktikan memilih tokoh dari pada memilih partai. Pun demikian dengan pandangan saya. Saya merasa lebih sreg memilih personnya dari pada memilih partainya. Bukti lainnya adalah tidak semua partai hebat di suatu daerah berhasil memenangkan jagoannya, karena yang dipilih adalah tokohnya, bukan partainya.

Kasus di Jakarta:

Untuk calon Indipenden yang ada hanyalah Ahok, maka saya pribadi mendukung Ahok. Alasannya adalah (1) Ahok tidak lewat partai. (2) Selama menjadi pimpinan sangat transparan, terutama dengan Youtube-nya. (3) Tidak ada orang yang sama hebatnya atau yang lebih hebat dari Ahok yang berani mencalonkan diri lewat jalur indipenden. (4) Sekarang ini saya belum percaya dengan partai yang ada.

Pribadi Ahok:

Lihatlah Ahok dari kejujurannya. Ruh beragama itu Jujur, sedangkan persoalan iman itu adalah urusan dan kaplingnya hidayah Allah. Agama apapun tidak ada artinya jika ia munafik apalagi sudah munafik masih korupsi. Ingatlah orang yang masuk ke neraka jahanam adalah orang Islam yang munafik. Dan orang munafik adalah musuhnya Allah. Akan lebih baik jika: (1) ada tokoh Islam yang tidak munafik (2) yang jujur dan (3) berani mencalonkan diri tidak lewat partai!

Jika di lihat dari aspek religi, Ahok itu kekurangannya hanya satu yakni tidak mengakui Allah Swt sebagai tuhannya, sementara sebagai pemimpin ia terbuti amanah. Sedangkan tokoh Muslim yang munafik, kekurangannya ada dua, pertama tidak amanah dan melukai hati rakyat; kedua, mempermainkan Allah Swt atas syahadat yang pernah diucapkannya.

Tokoh jujur dan keras dalam Islam itu adalah Umar bin Kaththab. Tidak semua pemimpin lembut seperti Abu Bakar As-Shidiq atau Utsman bin Affan.

Satu juta KTP:

Sebuah kesungguhan yang telah diupayakan secara nyata oleh Teman Ahok, dan telah mendapat kepercayaan dari mereka yang telah menyerahkan KTP nya kepada panitia (tim sukses Ahok). Tokoh Islam, jangan merasa lebih hebat ketika pencalonannya masih "nggandul" atau "nebeng" dengan "kendaraan yang sangat butut". Introspeksi dirilah! Hidup bukan mimpi tetapi berharaplah pada Allah swt. Dan upayakan harapan tersebut dengan kinerja yang nayata, yakni kerja keras melalui penggalangan KTP, bukan melalui meminta-minta menjadi pengemis kepada pemilik "kendaraan yang butut" lagi.

Saran untuk Ahok:

Majulah terus lewat jalur Indipenden. Saya haramkan anda maju lewat partai. Pertama, karena Teman Ahok sudah terbukti bekerja keras. Bahwa niatnya Teman Ahok adalah agar sekedar anda maju (karena dulu kawatir anda tidak ada yang mecalonkan) itu adalah benar. Tetapi perlu diingat bahwa "kendaraan lainnya" masih pada butut-butut. Kedua, apakah anda tidak kapok dan tidak mau belajar dari sejarah dan fakta masa lampau, bahwa anda telah dilukai oleh "mereka". Jadikan ini sebagai pelajaran nyata yang sangat berarti. Sungguh kika anda lewat jalur independen rakyat akan membelamu sampai titi darah yang penghabisan.

Saran untuk warga Jakarta:

Kalau Ahok tidak lewat jalur indipenden jangan anda pilih, karena ia akan menjadi orang yang munafiknya dua kali lipat. Tetapi jika Ahok menjadi satu-satunya calon indipenden, maka tidak ada pilihan lain kecuali Ahok harus DIPILIH! Tolak kendaraan politik yang selalu butut!

Yogyakarta, Selasa, 21 Juni 2016

Teguh Sunaryo

085 643 383838

Pemerhati dan praktisi pendidikan anak berbakat.

.......................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun