Mohon tunggu...
Bowo Saputro
Bowo Saputro Mohon Tunggu... -

Hidupku penuh warna namun.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

MAWAR BERDURI (bagian 1)

4 April 2012   07:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:03 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu cerah, matahari terbit dengan menyinarkan sinarnya yang hangat menembus kulit. Sepagi itu, ditengah hutan nampak seorang gadis yang berusia sekitar 15 tahun sedang duduk bersila di atas sebuah batu bundar yang berwarna hitam pekat, ia duduk diam dalam posisi bersila dan menghadap ke arah matahari terbit. Matanya terpejam, wajahnya berseri dan nampak tenang, kulitnya tubuhnya yang berwarna kuning langsat tanpa ditutupi oleh selembar kainpun nampak bercahaya tertimpa sinar matahari.

Seandainya ada orang melihatnya, tentu orang itu akan mengira bahwa yang sedang duduk di atas batu hitam itu bukanlah manusia, melainkan setan penunggu hutan. Namun jika diamati, jelas bahwa ia manusia seperti pada umumnya. Hanya saja nampaknya janggal ada seorang gadis berusia 15 tahun berada di tengah hutan lebat yang tak seorangpun penduduk sekitar berani memasukinya. Oleh penduduk sekitar, hutan itu diberi nama alas sewu demit (hutan seribu hantu). Hal ini dikarenakan mitos yang berkembang ditengah masyarakat bahwa hutan tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk halus, ada wewegombel, kuntilanak, gendruwo, banaspati dan lain sebagainya. Lantas siapakah gandis itu?

Kira-kira delapan tahun yang lalu, ada dua orang anak perempuan kembar yang sedang ikut ayahnya menggembalakan kambing di padang perdu yang berada di pinggir desa, hal ini sudah biasa dilakukan oleh penduduk desa tersebut. Dan pada hari itu dua orang anak perempuan kembar tersebut mengikuti ayahnya menggembalakan kambing-kambing mereka, sambil menggembala sang ayah membuat kerajinan dari bambu yang nantinya setelah jadi bisa dijual di pasar, sedang kedua anak kembarnya dibiarkan bermain-main. Saking asyiknya bermain kedua anak kembar tersebut tidak menyadari bahwa mereka telah berada jauh di dalam hutan. Ketika mereka sadar, mereka ketakutan dan lari berusaha untuk keluar dari hutan seribu hantu. Malang, salah seorang anak kembar tersebut kakinya tersangkut akar pohon yang melintang, anak tersebut jatuh dan pingsan, sedang anak yang satunya tidak menyadari bahwa saudara kembarnya terjatuh dan pingsan, ia terus berlari dan akhirnya berhasil keluar dari dalam hutan. Ketika keluar dari hutan, matahari telah condong ke barat, ia melihat banyak penduduk berkumpul di padang perdu yang digunakan untuk menggembalakan kambingnya.

Rupanya, ayah dari anak kembar tersebut menyadari bahwa kedua anaknya hilang, ia telah berusaha mencari namun tidak ketemu. Akhirnya ia memanggil penduduk desa untuk menolong mencari anak kembarnya. Karena dicari disekitar padang perdu tidak ketemu, maka penduduk menduga bahwa anak kembar tersebut berada di dalam hutan. berbagai macam pendapat, ada yang mengira bahwa kedua anak kembar tersebut diambil oleh hantu, ada pula yang mengatakan bahwa anak kembar itu tersesat  dan masuk hutan dan masih banyak pendapat dari penduduk desa. Namun tidak satupun penduduk yang berani memasuki hutan yang terkenal keangkerannya tersebut. Ketika mereka melihat seorang anak keluar dari hutan, penduduk lari menyambutnya, tak salah, anak yang baru keluar itu adalah Melati, salah seorang anak kembar yang hilang. Ayahnya memeluknya erat serasa tak ingin melepaskannya, ia baru tersadar ketika ada seorang penduduk yang bertanya kepada anaknya, "Melati, kemana Mawar?" "Ya, kemana adikmu Mawar?, dan bagaimana kamu bisa masuk ke dalam hutan" tanya ayahnya. Secara singkat Melati menceritakan mengapa ia sampai bisa masuk ke dalam hutan seribu hantu. "Tapi, aku tidak tahu kemana adik sekarang, tadi aku sama adik berlari bersama-sama, tetapi tahu-tahu ia sudah tidak ada" kata Melati mengakhiri ceritanya. Mendengar jawaban anaknya, ayahnya jatuh pingsan dan dibawa pulang oleh penduduk.

Gadis yang sedang duduk bersila menghadap matahari itulah, anak yang hilang delapan tahun yang lalu, Mawar, begitulah namanya. Bagaimana ia sampai ditengah hutan?. Seperti diceritakan di depan, bahwa ketika ia lari bersama Melati kakaknya, kakinya tersangkut akar pohon yang melintang dan menyebabkan ia terjatuh pingsan. Setelah sadar dari pingsan, ia menangis ketakutan, sampai lama ia menangis tidak tahu harus pergi kemana karena di dalam hutan sangat gelap. Setelah lama menangis, ia sadar bahwa tidak ada gunanya ia menangis, dengan memberanikan diri, ia berjalan sambil meraba-raba, kulitnya lecet-lecet terkena ranting-ranting ataupun duri, tapi ia terus berjalan sampai akhirnya ia melihat seberkas cahaya dikejauhan. Dengan memaksakan diri, akhirnya ia berhasil mencapai tempat yang terang, ternyata hari telah berganti, hal ini bisa diketahui dari warna langit yang menunjukkan bahwa hari itu adalah waktu pagi. Mawar terduduk lesu dihamparan tanah yang luas, ditengah hutan yang lebat tersebut ternyata ada tanah yang sangat luas yang tidak ditumbuhi oleh pohon-pohon besar, melainkan hanya pohon-pohon kecil. Mawar merebahkan tubuhnya, karena terlalu lelah berjalan hampir semalam suntuh, ia tertidur pulas. Ia terbangun karena sengatan sinar matahari yang terasa membakar kulitnya, ditambah rasa lapar dan haus. Ia duduk memandang sekitar, dan ia terkejut, karena ternyata di belakangnya terdapat gua yang cukup besar dan di samping kanannya terdapat semacam danau yang sangat besar dengan airnya yang berwarna hijau namun jernih.

Demikianlah mulai hari itu Mawar hidup ditengah hutan, untuk mencukupi kebutuhan badanya ia memakan buah-buahan yang berada di dalam hutan, untuk minum ia tidak perlu kuatir, karena ada danau yang airnya bisa diminum, juga di dalam gua terdapat sumber mata air yang selalu mengalir.

Gadis itu yang bukan lain Mawar, bergerak perlahan, lalu berdiri dan ia tersenyum, manis sekali senyumnya. Ia tidak merasa malu karena tidak memakai baju, karena ia yakin bahwa tidak ada orang lain dihutan itu selain dirinya. Ia berjalan perlahan mendekati danau, dan tiba-tiba ia meloncat masuk danau, lama sekali ia tidak muncul, setelah muncul ia memegan seekor ikan yang cukup besar. "hmm, cukup untuk mengganjal perut pagi ini" gumamnya. Setelah membersihkan ikan tangkapannya, ia lalu mandi dan memakai baju yang terbuat dari kulit pohon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun