Menilai Kepemimpinan Jokowi 10 Tahun Didalam Kemerdekaan RI ke-79Â
Dalam periode sepuluh tahun masa kepemimpinan pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin (2014-2024) dinilai oleh banyak pengamat Pertanian & Peternakan, belum terlihat mampu untuk mewujudkan kesejahteraan para petani, peternak dan nelayan. Dibuktikan dengan banyaknya komoditas pertanian dan Peternakan serta Perikanan yang diimport, sementara tingkat kehidupan Petani, Peternak & Nelayan tidak bisa mencapai mendekati sejahtera.
Selanjutnya dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang dibuat Pemerintah belum berdampak siknifikan pada peningkatan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan, bahkan terdapat beberapa kebijakan yang justru sangat mengecewakan Petani dan Nelayan serta Peternak.
Cuatan permasalahan yang membahana secara Nasional seperti pupuk subsidi saja yang sesungguhnya sangat mudah disolusi oleh kekuasaan, sangat terlihat Kekuasaan Jokowi-Ma’ruf dalam pemerintah belum mampu mengatasi terjadinya kelangkaan pupuk yang malah bisa terjadi setiap tahun bahkan jumlah volume pupuk bersubsidi yang disediakan selalu kurang dari kebutuhan pupuk subsidi itu sendiri.
Pada sisi lain, tidak ada upaya maksimal percepatan perbaikan tentang kelangkaan pupuk ini dan bahkan keabsahan data petani penerima pupuk bersubsidi kepada yang berhak masih saja bermasalah didalam tata alur pendistribusian yang terlalu panjang sehingga berdampak terjadinya keterlambatan ketersediaan pupuk pada musim tanam bagi para petani. Â
Hal ini adalah sangat menganggu proses jadwal tanam serta dapat berakibat terjadinya kelangkaan pupuk serta gagal tanam pada beberapa daerah setiap tahunnya serta ditambah dengan kurangnya penerapan koordinasi pengawasan yang rutin dan konsisten serta akurat dari Pemerintah.
Kelemahan penerapan sistem yang dilakukan oleh Pemerintah, serta tidak seriusnya untuk mensolusi, berdampak terjadinya harga yang meningkat diatas HET (Harga Eceran Tertinggi) pada konsumen petani malah terjadi negatif pada pupuk non subsidi yang menjadi sasaran para petani.
Adanya ketentuan yang mengatur untuk pembelian pupuk berdasarkan RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok) berakibat terjadinya keterbatasan petani untuk bisa mendapatkan pupuk subsidi tepat waktu sehingga berakibat petani harus menunggu tenggang waktu ajuan baru yang prosesnya cukup panjang dalam hal tuntutan jadwal tanam yang mendesak.
Makanya petani mau tidak mau terpaksa mencari pupuk antar Kabupaten lain (permainan manipulasi pupuk bersubsidi terjadi) untuk memenuhi kebutuhannya disinilah bukti kegagalan program kartu tani dalam menjawab persoalan distribusi pupuk selama ini yang terjadi.
Dalam hal Peternakan seperti persapian juga masih dipaksakan adanya importasi daging Kerbau dari India walaupun setelah masuk wilayah Indonesia dinyatakan sebagai daging sapi (Kerbau punya daging Sapi punya nama).