Sudah sangat sering terjadi permasalahan yang itu keitu lagi terjadi didalam upaya upayaan solusi yang dilakukan oleh Pemerintah cq. Kementerian Pertanian RI Dirjen PKH bersama para stafnya. Biasanya para Peternak Unggas mandiri jika harga Live Bird (LB) jatuh selalu berteriak sampai berkali kali demo didepan gedung Kementerian Pertanian RI. Â Hal ini sudah terjadi sebelum dan sesudah adanya Pandemi Covid-19. Bahkan terjadi juga demo besar para peternak di Blitar dan Solo.
Biasanya yang keluar untuk menghadapi para demonstran Peternak Rakyat dan media massa adalah Dirjen PKH. Hal demo ini sesungguhnya mempermalukan sejenak pihak Menteri Pertanian seolah olah tidak ada kemampuan untuk mensolusi tuntas tentang permasalahan perunggasan nasional yang dihadapi para peternak rakyat selama ini.
Produk LB budidaya Peternak Rakyat bertemu pada pasar yang sama dengan Budidaya Integrator besar yaitu pada Pasar Tradisional pasar dalam negeri. Inilah yang membuat terjadinya disparitas yang jomplang tinggi antara harga LB budidya Peternak Rakyat dengan harga LB Budidaya para perusahaan Integrator besar. Inilah sesungguhnya "BIANG KEROK PERMASALHAN PERUNGGASAN NASIONAL". UU No.18 Tahun 2009 jo. UU No.41 Tahun 2014 adalah sebuah UU yang tidak memiliki nilai KEADILAN didalam ayat ayatnya. Selama ini PEMERINTAH TIDAK PERNAH MAU MENGEVALUASI UU INI kearah yang lebih ADIL.
Semua ini dikarenakan harga ayam LB Peternak Rakyat drop lagi sampai Rp.15.000 --Rp.16.000-  sementara harga DOC tetap dikatrol pada harga  Rp.7.000 --Rp.7.500,-. Juga harga Feed (Pakan) sudah naik Rp.1,500,- per Kg sehingga harga Pakan di posisi Rp.7.550,-/Kg  sejak bulan Pebruari 2021 dengan alasan para pabrikan adalah bahan baku "Jagung" naik saat ini sampai pabrik Rp.6.500,-/kg serta berbagai alasan lainnya. Bagi Peternak Rakyat yang membeli DOC dan Pakan kepada para pabrikan terintegrasi dan semi integrasi dipastikan harga pokok Peternak Rakyat akan tinggi yaitu Rp. 17.500 -- Rp.18.500,- per Kg hidup. Â
Kondisi Pandemi Covid-19 memperparah situasi fluktuasi harga pangan terutama daging ayam sebagai andalan konsumsi protein hewani bagi masyarakat saat ini pengganti daging sapi yang harganya sangat mahal.
Gejolak dan fluktuasi serapan konsumen selama ini terhadap daging ayam sangat berpengaruh kepada Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah yang memberlakukan PSBB dan sekarang PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dalam menghadapi Covid-19. Adanya PPKM, membuat daya serap konsumen daging ayam menjadi mengecil sehingga terjadi over supply daging ayam dan inilah yang membuat harga LB menjadi jatuh.
Pemberlakuan PPKM ini (semi lockdown) membuat semua tempat aktifitas bisnis masyarakat terutama bisnis kuliner menjadi sangat terganggu sehingga serapan belanja dari semua tempat aktifitas kuliner banyak yang tutup karena penjualan menjadi sangat tidak pasti dan tergambar adalah kerugian usaha.
Pemberlakuan Cutting oleh Pemerintah kepada para Breeding Farm (BF) yang umumnya sudah dalam usaha terintegrasi dengan budidaya ayam komersial (FS) selama ini hanya untuk peresmian kenaikan seenak perut oleh para BF integrator terhadap harga DOC-FS begitu juga akan berdampak kepada kenaikan ikutan harga Pakan unggas dengan berbagai macam alasan.
Sesungguhnya monopoli usaha dan kartel harga sudah lama terjadi didalam usaha perunggasan nasional. Para pemain besar yang sudah didalam barisan usaha komersial unggas TERINTEGRASI sering melakukan aktifitas usaha secara monopolistis bersama para rekan usaha mereka yang juga terintegrasi. Kesepakatan untuk menaikkan harga DOC dan Pakan selalu dalam koordinasi melalui asosiasi yang mereka bentuk. Didalam perjanjian harga monopoli adalah kenaikan pada masing masing pabrikan harus dikondisikan saling berbeda harga kenaikan, sehingga pihak KPPU bisa berargumentasi (oknum KPPU) tidak ada Kartel dan Monopoli didalam sektor ekonomi komersial Perunggasan Nasional karena harga kenaikan saling berbeda (sebuah kelucuan tersendiri dalam penegakan hukum). Â Â Â
Pada budidaya komersial PT. Full Integrator besar dari semua produksi BF mereka sudah masuk ke kandang budidaya FS (Final Stock) sendiri sebesar 80% s/d 100% termasuk para kemitraan mereka. Bibit ayam DOC-FS yang dijual kepada Peternak Rakyat sangat sedikit dan selalu yang dijual keluar adalah kualifikasi grade yang sangat rendah. Adakah pengawasan Pemerintah berdasark UU terhadap kualitas ini ? Belum ada !!!
Diberlakukannya PPKM oleh pemerintah pusat dan daerah sampai 20 Juli 2021, harga ayam LB akan tetap drop rendah dan para Peternak Rakyat harus bisa menahan diri untuk tidak Chick in DOC walaupun harga DOC digratiskan.
Ibaratnya, walaupun DOC digratiskan BEP peternak akan tetap tinggi pada kisaran Rp.14.000 --Rp.15.000,-.  Dengan DOC Rp.7.000,- dan Pakan Rp. 7.550.- saja  BEP Peternak Rp. 19.000,-/kg hidup.
Harga ayam LB diprediksi  kemungkinan bisa sampai terendah Rp.12.000,-/kg . Sebagai perbandingan, PPKM tahap 1 di Bandung Raya sampai dengan  5 Juli 2021,  PPKM tahap 2 (kalau diperpanjang)  tambah 2Pekan berikutnya  sampai dengan tanggal 19 Juli 2021. Tentu akan sangat berpengaruh terhadap serapan konsumen atas daging ayam.
Pada tanggal 20 Juli 2021 adalah hari Idul Adha 1442 H. Paska Idul Adha, masyarakat pada umumnya bisa makan daging sapi Qurban selama  satu pekan lamanya tentu harga tidak bisa pulih menaik untuk harga ayam. Perilaku praktek Oligopoli ( Monopoli, Kartel dan Dumping) sangat kental pada bisnis Perunggsan ini. Kartel harga FEED dengan menaikkan harga bahan baku JAGUNG  dan menaikkan harga DOC  (alasan HPP BF naik) sejak Januari 2021  terjadi sampai saat ini.
Berikutnya adalah adanya dumping harga LB di jatuhkan  jauh dibawah BEP oleh PT. Full Intregrated besar, hal ini dilakukan agar serapan dari kandang budidaya komersial mereka cepat habis karena panen dalam sekala jumlah yang besar.  Posisi harga pakan di Kartel tetap tinggi agar Pabrikan PT.FeedMill  non integrator dikondisikan  senang dulu dengan harga Pakan tinggi  kemudian harga LB dijatuhkan dengan dumping maka akan timbul debt-trap dipeternak karena peternak yang menyerap pakan mereka PT.FeedMill  non integrator selama ini rugi besar.
Hal seperti diatas (Monopoli, Kartel dan Dumping) sangat sering terjadi dikalangan para perusahaan besar baik PT.Terintegrasi maupun dengan PT.non Terintegrasi (sebagai pesaing para perusahaan full Integrasi di usaha komersial perunggasan Nasional).
Apakah Pemerintah dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tidak paham tentang hal ini ? Kami menduga para aparat pelaksana Pemerintah pura pura tidak tahu dan ada upaya untuk mensolusi permasalahan perunggasan, akan tetapi solusinya hanya bersifat sangat sementara. Â Bukan solusi Pemerintah yang bisa berjangka panjang sebagaimana yang diharapkan Rakyat Peternak. Keberadaan Pemerintah yang dibayar dengan APBN dan APBD adalah untuk mengurus Rakyat agar bisa berpendapatan serta berkesejahteraan. Seluruh rakyat tidak ingin melihat para aparat Pemerintah hanya duduk manis tanpa kerja keras pada jabatannya masing masing dengan fasilitas dari uang rakyat.
Saran dan Solusi dari Penulis :
1. Pemerintah seharusnya membuat sebuah strategi solusi yang berjangka panjang dengan memaksa BUMN Perunggasan untuk membuat BF dan FeedMill dan RPHU & Cold Storage serta Pengolahan daging & telur ayam sendiri dan bermitra yang terpadu dengan para pembudidaya Peternak Rakyat dengan kandang kandang populasi kecil 10.000 ekor/kandang yang sudah Full Closed House.
2. Posisikan Peternak Rakyat bisa berkembang  dan berpendapatan dan ini adalah tugas Pemerintah dalam amanat UU dengan cara melihat semua permasalahan dalam perunggasan secara holistic dan dengan solusi pemerintah yang juga holistic berjangka panjang.Â
3. Jika ada Program penanggulangan Covid-19 dengan PSBB atau PPKM dalam jangka waktu panjang, maka Pemerintah Pusat seharusnya bisa menanggulangi terjadinya kerugian pada Peternak Rakyat dengan menyerap LB Peternak Rakyat dengan harga BEP yang wajar, sehingga Rakyat tidak merugi kumukatif secara besar besaran.
4. Pemerintah secepatnya merevisi atau mengganti UU No.18 Tahun 2009 jo. UU No.41 Tahun 2014 adalah sebuah UU yang tidak memiliki nilai KEADILAN didalam ayat ayatnya. Atau sebagai solusi cepat Pemerintah bisa menerbitkan Keppres atau Perpres yang berkeadilan dengan adanya segmentasi pasar khusus untuk Perunggasan.
5. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI seharusnya sudah bisa memiliki data banyak tentang potensi perunggasan nasional yang baru saja menkonsumsi per kapita 13,74 Kg/tahun daging ayam, perputara uang dalam bisnis perunggasan ini telah mencapai Rp.720 Triliun/tahun. Masih ada proses waktu peluang untuk target konsumsi per kapita 20 Kg/tahun. Tidakkah terfikirkan adanya "Program Perkebunan Jagung" yang juga bisa melibatkan para Petani Jagung dalam bentuk "badan usaha Koperasi Petani Jagung diseluruh Indonesia" ? Agar Perunggasan Nasional memiliki kemampuan daya saing yang tinggi kedepan ? Indonesia perlu devisa yang besar !!!Â
Demikian tulisan ini dari Penulis demi untuk kepentingan dan kebaikan keberlangsungan usaha para Peternak Unggas Rakyat di seluruh Indonesia, terutama bagi mendukung dan membantu Pemerintah untuk dapat membenahi dan mensolusi segmentasi pasar & tata niaga hasil perunggasan serta diharapkan Pemerintah bisa mendapatkan penambahan simpanan devisa dari aktifisasi ekonomi export hasil unggas Nasional. (Ashwin Pulungan- Presidium DPP-PPUI).
Â
Baca Tulisan Perunggasan terkait lainnya:
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H