Kalau kita perhatikan jadwal acara di pemerintahan khususnya Kementerian Pertanian cq. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (DJPKH), yang banyak adalah acara rapat biasa, rapat koordinasi, rapat bidang khusus, rapat vidcon dan lain sebagainya entah apa lagi. Artinya seolah olah atau memang sesungguhnya kinerja di DJPKH memperhatikan permasalahan rakyat.
Sepekan yang lalu ada rapat besar yang melibatkan banyak pihak pilar perunggasan, lalu sudah menghasilkan Keputusan Rapat ternyata dilapangan masih saja terjadi permasalahan yang sama yaitu harga LB yang selalu hancur, sebagai akibat tidak dipatuhinya keputusan rapat oleh beberapa pihak.Â
Kejadian ini selalu berulang ulang terjadi padahal sudah dibentuk juga Tim Pengawas yaitu SATGAS PANGAN (namanya keren) yang melibatkan para aparat penegak hukum dari Kepolisian RI akan tetapi hasilnya dilapangan, permasalahan itu lagi itu lagi yang terjadi.Â
Ada apa sebenarnya dengan Perunggasan Nasional ? Adakah sesungguhnya perencanaan yang tajam dan bisa termekanisasi dilapangan serta berjalannya keputusan dan adanya pengawasan yang berjalan baik oleh Satgas dan Satgasda Pangan ?Â
Selalu terjadi setiap menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri, di Indonesia sering dan berulang ulang harga kebutuhan pangan naik tidak terkendali, sehingga sangat membebani keuangan mayoritas masyarakat konsumen Indonesia. Ini terjadi sebelum kasus pandemi Covid-19.
Umumnya para pabrikan sudah terbiasa dan terbudaya untuk menambah produksi di saat akan masuk hari besar Islam di mana permintaan akan meningkat. Tetapi selalu saja terjadi harga dinaikkan oleh para pabrikan dengan alasan kepada para grosir dan distribusi barang, persediaan terbatas. Sesungguhnya jika ada pengawasan yang baik dan benar dari Pemerintah, tidak akan terjadi gejolak kenaikan harga tersebut. Apalagi sudah dibentuk Satgas Satgasda Pangan.
Mengapa hal ini sering terjadi, padahal ada Kementerian Pertanian RI kalau dahulu Departemen Pertanian RI, ada juga Kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan, ada Menko tapi trend gejolak harga kebutuhan pangan selalu saja naik pada periode hari besar tersebut.
Industri peternakan unggas sebagai usaha yang bersifat biologis tentu sangat bisa diatur perencanaan penambahan dan pengurangannya jika Pemerintah sudah memiliki data yang akurat. Sehingga ada kesetabilan apapun yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya harga usaha peternakan tidak terlalu gonjang ganjing yang merugikan banyak pihak.
Artinya, di sini tidak ada PERENCANAAN yang baik dan benar terhadap supply dan demand yang bisa dijalankan oleh pemerintah sehingga para pabrikan dan pedagang serta broker bisa bermain spekulasi untuk menaikan harga dengan alasan permintaan meningkat dan penawaran berkurang.
Tidakkah bisa diatur serta direncanakan beberapa pekan menjelang hari besar Islam, termasuk distribusinya sehingga persediaan barang komoditi pangan bisa dipersiapkan di semua gudang distribusi kebutuhan pangan ?
Yang terjadi diperunggasan malah sebaliknya yang bisa terjadi yaitu harga hasil panen ayam selalu jatuh harganya dan terjadi disaat kondisi ekonomi masyarakat berjalan normal. Apalagi dengan kejadian wabah pandemi Covid-19 saat ini, disamping daya beli masyarakat yang semakin sangat lemah, lapangan pekerjaan yang tidak ada, akibatnya daya beli masyarakat konsumen sangat menurun hingga 50-60%. Akibatnya adalah karkas ayam tidak dapat diserap oleh konsumsi masyarakat. Fungsi pemerintah harus hadir untuk mensolusinya.
Pemerintah selama ini lupa untuk membangun infrastruktur pengamanan logistik pangan yang dibangun terencana dibeberapa kota strategis lumbung pangan seperti standbynya (tersedia selalu) Cold Storage dan BlastFreezing dalam kapasitas daya tampung yang besar serta bisa menampung apa saja bahan pangan (buah buahan, sayuran dan protein hewani) agar bisa diamankan untuk menjaga kesetabilan harga serta ketersediaan pangan masyarakat.
Memang sudah ada ketentuan dari Kementerian Pertanian yaitu Permentan No. 32/2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras yang berisi pasal tentang suplai bibit "pembagian 50% DOC untuk peternakan rakyat dan 50% lagi untuk perusahaan terintegrasi," akan tetapi di lapangan Permentan ini tidak berjalan sebagaimana dikehendaki atas musyawarah dan kesepakatan peternak rakyat, perusahaan terintegrasi dan pemerintah. Bahkan saat ini masih saja ada perusahaan yang bisa mendapatkan impor GPS. Akibatnya hasil Tim Analisa kembali dimentahkan oleh oknum aparat Pemerintah sendiri.
Saat ini DJPKH sudah memiliki Tim Analisa Perunggasan Nasional katanya sudah bisa di kantongi data yang akurat tentang persediaan GPS dan PS secara sekala nasional. Dana dan energi untuk menyerap data dan informasi tersebut juga sudah sangat besar dikeluarkan yang diambil dari APBN. Â
Jangan terjadi dana menguap begitu saja tanpa ada arti dan manfaat bagi kepentingan rakyat. Angka potensi produksi dari Kementan RI cq. DJPKH suda ada, baik data demand dan supply ayam sampai akhir tahun 2020 ini. Lalu mengapa masih saja banyak keputusan yang tidak berjalan dilapangan ? Ada apa sesungguhnya ? Bahkan sedang disusun Renstra National Stock Replacement (NSR) untuk sektor perunggasan. Lalu apa lagi ? Faktor manusiakah dilapangan ?
Tim Analisa seharusnya juga bisa difungsikan sebagai intelijen peternakan nasional disamping terus mengupdate data persediaan bibit unggas sehingga mereka bisa dan mampu menganalisa faktor makro sedia payung sebelum hujan seperti bencana alam (seperti kasus Covid-19), tantangan ekonomi, inflasi yang kaitannya bisa berdampak besar atau kecil kepada stabilisasi kehidupan ekonomi sektor perunggasan (sebagai fungsi hedging).
Solusi yang harus segera ditempuh oleh Pemerintah adalah :
1. Pemerintah serta seluruh pilar perunggasan sebaiknya dapat segera meninjau kembali UU No.18 Tahun 2009 agar bisa dibenahi dan direvisi menuju pembenahan peternakan yang lebih berkeadilan dengan penentuan segmentasi pasar yang jelas bagi para pelaku peternakan.
2. Pemerintah dapat menata ulang kembali pengaturan perbibitan unggas ras nasional (GPS) secara terukur dan teratur, benar dan konsekwen sehingga tidak terjadi lagi kepentingan oknum sesaat dan bisa berdampak over supply yang mengakibatkan kerugian cukup besar di peternak. Fungsi Tim Analisa ditingkatkan kembali kearah fungsi hedging bersama DJPKH bagi perunggasan nasional.
3. Pemerintah harus segera dapat menghimpun potensi Peternakan Rakyat sehingga bisa menjadi potensi pelaku usaha yang modern dan terintegrasi sehingga usaha peternakan rakyat bisa memiliki kemampuan daya saing yang tinggi, sehingga mata rantai niaga yang panjang bisa segera dipotong dan diputus.
4. Setelah kasus Covid-19 berakhir, Pemerintah harus fokus untuk memikirkan pembenahan ekonomi rakyat secara berkelanjutan dan berkeadilan termasuk peningkatan ekonomi petani dan nelayan dengan membangun potensi petani dan nelayan berkoperasi untuk bisa memproduksi jagung dan tepung ikan yang berkualitas dari dalam negeri sendiri yang juga bisa mendukung peningkatan efisiensi usaha perunggasan nasional.
Dari data yang ada potensi FS di kandang para Breeder, pada bulan April-Mei setelah dikurangi cutting HE ada stock FS sebanyak 346 juta ekor, artinya ada rataan setara daging sekitar 346.000 Ton. Dipastikan akan muncul masalah perunggasan jika daya beli melemah dan ditambah dengan pengaruh kebijakan PSBB Covid-19 seperti keadaan saat ini.
Update data masalah perunggasan tanggal 15 April 2020 :Â
Saat ini 15/04/2020 harga ayam LB diposisi Rp.8.000,- s/d Rp.10.000,- dikandang peternak padahal hari ini sebagai momentum munggah awal puasa 8 hari lagi. Jika kondisi buruk ini dibiarkan tidak disolusi maka harga di peternak akan turun terus menuju Rp.6.000,-/kg hidup.
Sebaiknya ada aturan sanksi yang lebih keras terhadap PT.Integrator agar jangan melepas ayam minimal 7 hari kedepan dan juga harga LB bisa dipatok minimal Rp.15.000,-. berbarengan dengan tingkat permintaan yang tinggi diawal bulan Puasa dan selanjutnya selama bulan Puasa dan hari lebaran permintaan daging ayam cukup tinggi.
Selanjutnya dari Satgas Pangan ada penindakan yang tegas dan berefek jera kepada para Broker nakal yang membuat harga selalu jatuh.
Adanya dana Stabilitas penanggulangan harga ayam sebesar Rp.452 Milyar, bisa saja dana ini dibelikan terlebih dahulu untuk hasil produksi Peternak Rakyat selanjutnya hasil produksi budidaya dari PT Integrator yang sudah memiliki stock karkas beku yang bisa dibeli Pemerintah pada harga Rp.20.000 s/d Rp. 25.000,-/kg. Kemudian oleh pengelola dana tersebut bisa dijual ke seluruh Pemda yang akan menggulirkan bantuan jaringan sosial atau dana dana CSR. Seterusnya kandang budidaya PT.Integrator dimasukkan lagi ke Cold Storage masing masing.
Semoga ikhtiar terus menerus yang dilakukan oleh semua pihak bersama pemerintah selama ini dapat membuahkan konsep terpadu yang bisa menjadi pendukung stabilitas usaha perunggasan nasional secara berjangka panjang menuju swasembada protein nasional serta ekspor protein berkualitas untuk kesejahteraan peternak bersama rakyat banyak. Semoga juga hantaman Covid-19 ini segera dapat berakhir di Indonesia. (Ashwin Pulungan -Presidium DPP PPUI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H