Mengamati serta mengikuti berbagai cara solusi permasalahan perunggasan nasional selama ini ternyata selalu berkutat dalam permasalahan yang sama, serta munculnya permasalahan baru adanya dampak Covid-19 di Indonesia yang turut juga menerpa parah kondisi perunggasan Nasional sehingga permasalahan perunggasan nasional semakin terpuruk saat ini.
Hal ini ditandai dengan sempatnya harga livebird (LB) di kandang peternak hanya mencapai Rp.6.000,- s/d Rp.8.000,-/kg dimana harga pokok peternak Rp.15.000,- s/d Rp.17.000,-/kg. Kondisi peternakan rakyat dan peternakan terintegrasi saat ini sangat terpuruk.
Sebelum adanya permasalahan baru dampak Covid-19, sesungguhnya perunggasan nasional sudah mengalami ragam masalah yaitu harga yang hancur akibat over supply serta perang harga dan perang politik ekonomi perunggasan antara para perusahaan integrator besar. Dimana para peternak rakyat terpaksa mengalami hantaman atas pengaruhnya disamping pasar tradisional yang selama ini  diperebutkan masuk oleh para perusahaan Integrator besar (setelah berlakunya UU No.18 Tahun 2009). Â
Pada saat ini Pemerintah selalu menghimbau serta berharap disamping menjaga kebersihan tubuh agar masarakat yang berdiam dirumah masing masing, dapat meningkatkan daya tahan tubuh agar serangan Covid-19 tidak terjadi. Oleh karena itu asupan gizi pada makanan masyarakat terutama protein haruslah cukup dan berkelanjutan. Protein yang paling terjangkau oleh daya beli masyarakat Indonesia saat ini adalah daging ayam dan telur ayam.
Memperhatikan kondisi peternakan unggas saat ini, sangat memprihatinkan dengan selalu hancurnya harga LB di peternak dan itu terjadi disemua peternakan kecil, menengah dan besar. Jika sektor perunggasan tidak ditindak lanjuti untuk penyelamatan aktifitas usaha perunggasan nasional oleh pemerintah, maka yang akan terjadi adalah "Krisis Protein Unggas di Indonesia".
Terjadinya Krisis Protein Unggas ini adalah dampak dari banyaknya para peternak unggas yang tidak bisa lagi melanjutkan akivitas usaha peternakannya karena harga panen yang selalu murah serta komponen harga pokok yang selalu mahal harga jual selalu dibawah harga pokok usaha. Selanjutnya karena daya beli masyarakat yang rendah serta gangguan distribusi karena gagap koordinasi antar propinsi, distribusi komoditi unggas agar sampai kemasyarakat bisa terganggu. Â Â
Harapan pemerintah untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan Covid-19 akan berantakan serta korban terpapar Covid-19 akan semakin membesar. Oleh karena itu solusi permasalahan protein hewani unggas nasional ini sangat perlu ditangani secara cepat tersistem massif dan berkelanjutan yang melibatkan semua daerah serta termasuk strategi dan kelancaran distribusinya sehingga bisa cepat diterima oleh masyarakat.
Apabila kondisi ini dibiarkan serta tidak disolusi dengan cepat oleh Pemerintah, kemungkinan besar kedepan, Indonesia akan terpaksa mengimpor komoditi unggas (daging dan telur ayam) dari negera tertentu dengan nilai tukar rupiah yang tinggi (devisa akan sangat terkuras), akan tetapi dibeberapa Negara juga mereka terdampak Covid-19 dan importasi bahan makanan akan sangat beresiko tinggi bagi Indonesia. Semua ini akan bisa memperparah ekonomi Indonesia dan juga bisa menuju krisis yang berkepanjangan dan jauh lebih parah dari krisis 1997-1998 yang lalu.
Sampai hari ini walaupun dalam kondisi terpaan Covid-19, ada upaya pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi perunggasan nasional yaitu dengan cepat melakukan solusi permasalahan yang terjadi dan atas perhatian pemerintah ini, kita ucapkan terima kasih. Diharapkan oleh para peternak unggas adalah adanya perbaikan gairah usaha dibidang peternakan unggas ini.
Adanya rumusan hasil rapat di Dirjen Petenakan dan Kesehatan Hewan (DJPKH) yang sudah menjadi keputusan Pemerintah cukup baik isinya. Semoga bisa untuk pulihkan aktifitas bisnis unggas yang beromzet Rp.600 T/tahun (pada kondisi normal).