Selalu sejak tahun 2017-2019 sampai 2020 ini tema permasalahannya sama didalam mayoritas periode kancah buang waktu (Seminar, Rapat rapat di perunggasan) baik di pemerintahan dan swasta serta asosiasi peternakan unggas tema membosankannya adalah : “kelebihan ayam ras pedaging dan rendahnya harga Livebird (LB) ditingkat peternak serta untuk menjaga keseimbangan Supply & Demand Ayam Ras”.
Kapan kita bisa rapat dan bermusyawarah hanya sekali saja (tidak berkali kali) akan tetapi semua permasalahan tuntas serta terarah dan solutif permasalahannya ? Selama ini kita banyak sekali buang waktu dalam perundingan dan hasilnya selalu mentah mentah lagi dan permasalahan baru kembali bermunculan disamping permasalahan pokoknya juga belum bisa tersolusi.
Kalau sudah seperti ini, seharusnya kita mengkoreksi diri kembali bahwa siapa aku yang melakukan perundingan dan motivasi apa aku ikut perundingan apakah untuk kemasylahatan orang banyak atau kepentingan pribadikah dan kelompokkah ? Energi kita terkuras disamping financial kita juga dan yang termahal adalah waktu yang disia-siakan selama ini didalam mensolusi permasalahan perunggasan nasional. Sementara rakyat menunggu solusi yang akhirnya dan nyatanya jalan ditempat.
Memang permasalahan berat di perunggasan nasional selalu muncul disaat setelah berlakunya UU No.18 Tahun 2009 yang menggantikan UU No.6 Tahun 1967. Selanjutnya sejak para peternak unggas nasional melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015-2017 untuk beberapa Pasal bermasalah didalam UU No.18/2009 disaat itu sering bermunculan berbagai permasalahan yang tumpang tindih dengan permasalahan baru lainnya. Sementara kemampuan Pemerintah untuk mensolusinya sangat lemah (entah apa yang membuat mereka bisa lemah).
Kementerian Pertanian RI adalah didanai oleh APBN dan dibawahnya ada yang khusus mengurus Peternakan dan pemberdayaan Peternak membantu sang menteri Pertanian yaitu Dirjen Peternakan. Hancurnya peternakan sapi atau hewan besar lainnya, seharusnya permasalahan peternak semakin mengecil dan mengerucut mengarah kepada hanya Peternakan Unggas dengan segala dinamisasinya.
Kami dari asosiasi peternakan menilai, bahwa umumnya pihak pemerintah selalu gamang untuk bisa mensolusi berbagai permasalahan dalam sektor peternakan ini khususnya perunggasan. Sangat banyak dari kinerja sistem pemerintahan selama ini yang gagap data informasi dibidangnya.
Kalau kita menanyakan kepada para pelaksana pemerintahan tentang data, umumnya menjawab gagap dan cenderung menyajikan data karangan. Bagaimana bisa mensolusi permasalahan, jika aparat pemerintah serta kedinasannya tidak memiliki data yang akurat ? Lalu apa saja kerja dan kinerja mereka selama ini ? efektifkah APBN mendanai mereka yang dimaksud dalam ketentuan untuk bekerja bagi kesejahteraan rakyat ?
Permasalahan di perunggasan nasional, adalah beragam serta unik dari sejak permasalahan UU No.18 Tahun 2009 permasalahan tata niaga perunggasan sampai dengan kinerja pemerintah dan Kementerian Pertanian RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) tidak konsekwen dan bersungguh sungguh menjalankan amanat UU dan Ketentuan yang dibuat dan disepakati dengan dengan baik dan benar.
Berbagai usulan dari para tokoh perunggasan sudah disampaikan kepada Pemerintah sebelum serangan Covid-19 ada seperti mengatur secara akurat tentang bibit GPS dan PS secara nasional sehingga bisa melahirkan data nasional tentang bibit secara akurat dan tajam untuk perencanaan selanjutnya serta perencanaan keseimbangan pasar (GPS National Stock Replacement). Yang terjadi adalah mentah kembali dimana energi dan dana sudah cukup besar dikeluarkan hanya untuk membangun Team Analisa Perunggasan Nasional. Kembali disini buang waktu serta energi.
Berbagai Permendag dan Permentan yang pernah dibuat, akan tetapi berkali kali mentah lagi dan tidak dapat berjalan secara baik sebagaimana harapan. Akhirnya rakyat bertanya tanya kalian bekerja dan berunding serta rapat lalu menghasilkan keputusan untuk siapa sesungguhnya ? Kalau hasilnya selalu dimentahkan kembali ?
Dalam sebulan ini, kita disibukkan dengan dampak penanganan dan perang melawan virus Covid-19 telah menurunkan permintaan cukup derastis terhadap kebutuhan pokok daging ayam sebagai protein hewani utama saat ini yang terjangkau, bahkan bisa hingga 50% turunnya. Selanjutnya harga Live-Bird (LB) 02/04/2020 sangat melorot hingga Rp. 6.000,-/kg di pedagang ayam (HPP LB Peternak Rp.16.000,- s/d Rp.17.000,-/kg) tetapi harga rataan karkas bersih di pasar konsumen Rp.32.000 s/d Rp.34.000,-/kg.
Selanjutnya juga telah menurunkan permintaan terhadap komodoti pangan lainnya seperti sayuran dan buah buahan. Hal ini disebabkan :1). Masyarakat konsumen takut pergi ke pasar, 2). Pedagang juga tutup lapak dan jongkonya karena takut virus Corona dan sepi konsumen. 3). Ada kebijakan pemerintah untuk lokasi pasar harus ditutup dan hanya bisa operasi setengah hari.
Kalau situasi ini tetap dibiarkan berlangsung maka ada dua resiko yang berdampak sangat fatal : 1). Konsumsi protein yang berkurang dalam tubuh masyarakat kita dan akan menurunkan daya tahan tubuh (menurunnya imun tubuh masyarakat) sehingga akan gampang diserang penyakit DB dan selanjutnya Virus Corona (Covid-19) akan mudah masuk. 2). Peternak dan petani karena produknya tidak bisa dipasarkan, akan mati usaha, dalam jangka panjang kebutuhan daging dan sayuran akan kurang/langka. Selanjutnya kemungkinan besar harus ada upaya importasi sembako (ini sangat disenangi para borker importasi komoditi pelaku rente).
Import pada situasi epidemi corona malah susah dan bisa sebagai carier Covid-19 dari berbagai Negara terdampak. Solusi atas kondisi ini :
1). Pemerintah Pusat dan Daerah sudah seharusnya menjalankan protap (SOP) tersistem secara benar, terukur akurat dan tajam tentang Covid-19 sehingga bisa memunculkan pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia.
2). Pemerintah dari sejak Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, khususnya Bupati dan Kepala Dinas terkait setelah masa inkubasi Covid-19 selama 14 hari, harus segera mengijinkan para pedagang komoditi pagan daging sayuran dan pangan lainnya tetap bisa berjualan dengan tetap waspada terhadap virus corona serta selalu mengaktifkan sanitasi (semprot desinfektan rutin lokasi pasar).
3). Pemerintahan Daerah dalam hal ini Bupati dan Dinasnya mengijinkan dan mengaktifkan pasar bersih /clean market yaitu Pasar modern, Super Market dan Mini Market bisa berjualan komoditi pangan seperti daging dan sayuran serta pangan lainnya bersama para petani dan peternak.
4). Para Peternak, Petani dan Pedagang komoditi pangan bisa meningkatkan kreatifitas penjualan komoditinya dengan memasarkan lewat medsos, Online dan memasarkan produk ayam karkas bersih, sayuran yang telah di packing dan dikemas higienis, serta makanan siap saji. Cara ini, dapat meningkatkan permintaan akan produk pangan tersebut. Sehingga kebutuhan konsumen akan dapat terpenuhi dan juga kehidupan serta pendapatan petani dan peternak akan bisa kembali berlangsung.
5). Semua tindakan rapat rapat untuk solusi permasalahan, dapat di tetapkan dengan melahirkan ketentuan secara musyawarah dan mufakat dengan berbagai pihak yang mewakili serta dapat dijalankan dengan cara konsekwen, bersungguh sungguh oleh semua aparat pemerintahan terkait.
6). Pemerintah bersama Satgas Pangan seharusnya sudah dapat menindak tegas para Broker unggas (yang suka merusak harga LB) yang berada diantara peternak dan konsumen karkas unggas sebagai parasit spekulan tataniaga hasil perunggasan selama ini. Mereka adalah para broker yang muncul dari para Direksi/kelompok koordinasi budidaya FS integrator yang menampung LB disaat integrator dan peternak mandiri panen dan mereka juga sebagai spekulan penampung seluruh LB yang panen dengan harga hancur lalu mereka menyewa banyak Cold Storage di berbagai lokasi disamping mereka memiliki sendiri.
7). Pemerintah sebaiknya meninjau kembali atau merevisi total UU No.18 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pemasaran dan Budidaya (ada segmentasi pasar). Seharusnya pasar tradisional diperuntukkan sepenuhnya atau dikembalikan lagi (UU No.6/1967) untuk pemasaran para peternak rakyat, sedangkan pasar Horeka dan pasar modern bisa dimasuki dari para perusahaan terintegrasi atau sebagian besar pemasaran para perusahaan terintegrasi diarahkan kepada pasar ekspor untuk membantu pemerintah menambah devisa negara.
8). Pemerintah sudah saatnya merealisasikan peran BULOG ditambah fungsinya agar dapat dijadikan sebagai wadah penampung hasil panen peternak unggas jika terjadi kelebihan produksi ayam baik daging dan telur sehingga perangkat kelengkapan gudang dingin BULOG dapat berfungsi sebagai buffer stock daging unggas dan telur secara nasional.
Semua hasil kreatifitas pemasaran dan upaya Pemerintah selama ini dalam penanggulangan Covid-19 walaupun ada terjadi sikap keterlambatannya, pemenuhan gizi masyarakat akan sangat mampu menangkal segala penyakit khususnya Virus Corona (Covid-19).
In syaa Allah dalam jangka waktu tidak terlalu lama serta jangka panjangnya distribusi pemasaran akan makin berkembang serta bergairah lagi. Selama ini 80% komoditi daging ayam, karbohidrat dan sayuran melalui pasar tradisional serta 20% melalui pasar Modern.
Kedepan harus diupayakan setiap Pemerintah Daerah membangun “Pasar Modern Tradisional Rakyat” yang dapat berperan besar pengganti pasar tradisional selama ini sehingga bisa menjadi pemasok pada konsumen 80%.
Sebagian dari tulisan ini adalah masukan dari APKA (Asosiasi Pedagang Komoditi Agro) Propinsi Jawa Barat serta masukan dari berbagai kalangan yang menguasai info dan masalahnya. (Ashwin Pulungan - Waryo Sahru - PPUI).
Daftar tulisan : https://www.kompasiana.com/www.didikbangsaku.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H