Seluruh rakyat Indonesia telah mengorbankan anggarannya kepada semua program Pemerintah melalui realisasi APBN yang didapat terbesar dari Pajak.
Yang tertinggi alokasi APBN pemerintahan Jokowi masih saja dominan dihabiskan hanya untuk membayar Gaji PNS-ASN serta semua kebutuhan belanja barang baru dan jasa fasilitas lainnya serta ATK untuk mendukung administrasi perkantoran pemerintah (66,35% dari APBN).Â
Demikian juga di Pemerintahan Daerah APBD yang diperoleh dari PAD dan Pajak Daerah, dihabiskan terbesar adalah untuk membayar realisasi belanja pegawai pemerintahan daerah (38,5% - 41,9% dari APBD).
Adanya Pemerintah, dalam sebuah negara yang sangat diharapkan oleh semua rakyatnya adalah adanya pencapaian realisasi peningkatan kualitas "kesejahteraan rakyat" melalui banyaknya aneka ragam peluang lapangan pekerjaan serta kondusif dan mudahnya peluang usaha bagi kelompok rakyat yang berwiraswasta atau yang berwirausaha.
Selanjutnya kompetitifnya semua variabel harga pokok usaha rakyat dengan daya serap masyarakat konsumen yang berdaya beli tinggi.
Pemerintah melalui UU diamanatkan oleh seluruh rakyat untuk mampu bekerja serta mensolusi semua permasalahan yang dihadapi oleh Rakyatnya serta memfasilitasi pembangunan infrastruktur.
Semuanya adalah untuk kemudahan tercapainya kondisi berkesejahteraan bagi rakyatnya. Bukan untuk mempersulit rakyatnya didalam kubangan kemiskinan.
Permasalahan di perunggasan, adalah beragam dari sejak permasalahan UU No.18 Tahun 2009 sampai dengan kinerja pemerintah dan Kementerian Pertanian RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) tidak konsekwen menjalankan amanat UU dan Ketentuan dengan dengan baik.
Termasuk koordinasi antar Kementerian terkait yang saling tumpang tindih sehingga banyak realisasi kebijakan yang akibatnya saling tuduh menuduh antar Kementerian termasuk data pada masing masing Kementerian yang selalu tidak sama.
Hari ini harga ayam live bird (LB) per Kg hidup di kandang Peternak Unggas (farm gate) kembali jatuh yang tadinya sudah naik pada Rp.19.000,- sekarang kembali turun ke harga Rp.17.000,- hingga meluncur ke Rp.14.000,-.
Posisi harga DOC-FS berada pada posisi anjlok juga yaitu Rp.2.000-3.000,-/ekor. Padahal situasi banjir dan iklim di berbagai kota di sekitar Jawa Barat mulai membaik akan tetapi harga LB anjlok, ada apa ini?
PT. Integrator terbesar dengan mayoritas kandang budidaya Closed House (CH) selalu menjual LB pada pasar tradisional antara Rp.13.500,- -Rp.14.000,- (HPP mereka Rp. 12.500,-).
Sehingga berakibat hancurnya harga LB peternak Rakyat walaupun sudah ada Permendag No.96 tahun 2018 tentang Harga Acuan Penjualan di Konsumen harga ayam panen (LB) harus berada pada Rp.18.000,-/kg yang didukung dengan Surat Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Nomor 130/PDN/SD/5/2019 dan Surat Dirjen PDN Nomor 158/PDN/SD/6/2019.
Kemungkinan besar saat ini ada sebuah pertarungan perang dagang antar dua kubu PT. Integrator besar yang saling ingin menjatuhkan.
Dikarenakan secara UU No.18/2009 PT. Integrator dibolehkan menjalankan usaha budidaya Final Stock sebagaimana peternak rakyat melakukan budidaya dampaknya adalah perang antar siapa yang memiliki kandang CH dan kandang Open dan fungsi RPHU & CS tidak berjalan dan berfungsi sebagai buffer Stock disaat permintaan rendah (low demand).Â
Sedangkan pemasaran LB masih saja tertuju dan mebludak kepada pasar tradisional akibatnya harga peternak rakyat dihancurkan oleh dua kubu yang saling perang dagang yang salah satu integrator tidak ingin lawannya bisa recovery usaha jika harga LB yang berada pada harga Acuan Permendag.
Adanya reaksi administratif dari Pemerintah, kita pandang cukup baik, akan tetapi rupanya Pemerintah tidak lagi berwibawa untuk mengawal reaksi dan keputusannya dalam bentuk berbagai surat-surat yang terus di update.Â
Tetapi kenyataan dilapangan harga masih saja hancur dibawah harga Acuan Penjualan yang ditetapkan oleh Pemerintah.Â
Kejadian hancurnya harga LB di farm gate selalu berulang-ulang, sehingga para peternak menyatakan Pemerintah hanya berpura-pura untuk mensolusi tapi kenyataannya solusi yang bersifat PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Selama ini, Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi terutama pada Pasal 12 tentang kewajiban kepemilikan RPHU dan Cold Storage (CS) tidak tegas diawasi serta dijalankan sungguh-sungguh oleh Pemerintah.
Sehingga, para perusahaan besar terintegrasi dengan mudahnya membuang hasil produksi budidayanya kepasar tradisional yang menyebabkan kembali berulang ulang terjadi dalam periode bulanan hancurnya harga ditingkat peternak rakyat.
Sedangkan RPHU & CS seharusnya sudah menjadi rangkaian didalam supply chain dan harus menjadi tanggung jawab penuh pelaku GPS terintegrasi.
Berdasarkan data dari Ditjen PKH potensi kebutuhan karkas daging ayam ras broiler tahun 2019 (Januari-Desember) sebesar 3.251.745 ton atau rata-rata 270.979 ton/bulan, sedangkan potensi produksi daging ayam ras tahun 2019 (Januari - Desember) sebesar 3.829.663 ton atau rata-rata 319.139 ton/bulan.
Dari data tersebut terdapat potensi surplus sebanyak 577.918 ton atau 17.77 % selama periode 2019. Namun demikian, dari data potensi di atas realisasi sesungguhnya sampai saat ini (Agustus 2019) sebesar 2.334.042 ton atau per bulan 291.755 ton.
Artinya terdapat surplus sampai saat ini sebesar 7.29% dari kebutuhan nasional. Dari surplus sebanyak 7.29 %, sebenarnya sangat ideal untuk buffer stock (cadangan pangan) khususnya daging unggas secara nasional. (sumber Agrina)
Adanya harga LB yang murah di farm gate, justru sangat menguntungkan masyarakat konsumen serta bisa menangkal upaya importasi daging impor dari Brazil jika diikuti secara selaras dengan turunnya harga karkas ditingkat konsumen produk unggas.
Nyatanya di Indonesia yang terjadi adalah harga di farm gate rendah tetapi harga karkas bersih di pedagang pasar tradisional masih berada pada Rp.32.000,-/kg.
Sudah saatnya Pemerintah memikirkan dan membuat blue print bagaimana merendahkan Harga Pokok Produksi (HPP) ditingkat paternak rakyat sehingga minimal bisa setara dengan HPP para perusahaan terintegrasi di dalam negeri. Hal ini penting mengingat persaingan ditingkat internasional semakin tajam dan berefisiensi tinggi.Â
Selanjutnya yang terpenting adalah Pemerintah sudah bisa segera menetapkan sebuah perencanaan segmentasi pasar di dalam sebuah ketentuan atau UU, tentang untuk siapa pasar dalam negeri dan untuk siapa pasar ekspor.
Sepanjang pasarnya semua pelaku usaha unggas bermuara di pasar tradional maka walau pun peternak rakyat dan korporasi integrator HPP-nya sama atau lebih rendah maka tetap akan mati.
Karena kantong  saku  para perusahaan Integrator berkali-kali isi kantong peternak/koperasi, sekali jatuhi pada harga LB Rp. 10.000 atau Rp. 12.000,-, Integrator masih bisa bertahan dan ini perlu perhatian pemerintah.
Strategi perjagungan nasional juga perlu difikirkan segera, karena komoditi ini memegang peranan sangat strategis dalam persaingan produksi daging dan telus unggas global.Â
Mengingat posisi jagung yang sangat dominan dalam perpakanan unggas dan harga HPP unggas yaitu 50% didalam komposisi pakan ternak unggas dan pakan memegang 70% HPP perunggasan nasional.Â
Bisakah Indonesia yang wilayahnya subur menjadi negara mandiri dalam bidang jagung? Serta harga jagung paling kompetitif? Mari mengambil hikmah dari pertanian jagung Brazilia.
Selanjutnya strategi dan planning organisasi usaha komersial dari para peternak rakyat perlu segera dibenahi kearah peternakan rakyat terintegrasi dalam bentuk Koperasi ditingkat budidaya.Â
Seterusnya perlu juga dibenahi organisasi usaha para petani jagung yang seharusnya juga didalam rangkaian usaha terintegrasi tadi yang disinergikan bersama para peternak rakyat.
Keseluruhan upaya Pemerintah ini untuk mensinergikan secara terintegrasi para Peternak dan Petani, adalah untuk mengurangi tingkat permasalahan di perunggasan nasional sehingga Pemerintah dapat satu persatu mengeliminasi permasalahan yang berulang ulang terjadi yang bisa mendegradasi fungsi pemerintah itu sendiri dimata rakyat.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan konsumsi jagung dunia dalam lima tahun terakhir telah mencapai 2,7% atau melampaui tingkat pertumbuhan produksi hanya pada 1,7%.Â
Terjadinya pertumbuhan ini adalah dikarenakan tingginya permintaan jagung sebagai bahan baku pakan ternak dan industri serta bioethanol di sejumlah Negara seperti di Amerika Serikat, Eropa dan Cina.Â
Artinya ada peluang sangat besar dalam komoditi jagung di Indonesia. Saat ini harga jagung pipil kering didalam negeri telah mencapai Rp.5.100,-/kg dan harga jagung seperti ini akan memahalkan dan melemahkan daya saing produk unggas nasional.
Penggunaan benih jagung baru seluas 135.000 hektar masih jauh dibawah negara tetangga seperti Thailand yang telah mencapai 95% dari total lahan dan di Filipina, penggunaan benih jagung hibrida mencapai 60% dari luas tanam.Â
Kapasitas kemampuan produksi jagung hibrida mereka telah mencapai 10 ton per hektar, atau dua kali lipat produksi dari benih lokal Indonesia yaitu 5 ton per hektar disamping selalu adanya gagal panen serangan hama (sumber Antara).Â
Pemerintah dalam hal ini harus segera memperbaiki kesehatan lahan tanah melalui program pupuk organik dan menghindari jebakan pupuk kimiawi anorganik.
Usulan Saran dan Solusi dari Penulis untuk Pemerintah :
- Seharusnya Pemerintah menjalankan secara konsekwen dan tegas Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Sehingga PT.Integrator tidak sembarangan gebyah uyah menjual hasil budidayanya kepasar tradisional melalui para broker ayam yang mengakibatkan harga LB hancur lebur di farm gate peternak rakyat.
- Pemerintah harussigap dan akomodatif serta solutif cepat tanggap terhadap semua permasalahan peternakan perunggasan di Indonesia. Aparat Pemerintah adalah SDM yang digaji dan difasilitasi lengkap oleh seluruh rakyat Indonesia untuk tujuan mengurus, melayani dan mensolusi semua permasalahan yang ada dan terjadi dalam kehidupan rakyat berdasarkan UUD 1945 dan UU serta semua ketentuan yang ada dan berlaku.
- Perusahaan PT.Integrator yang melakukan budidaya Final Stock dipersyaratkan secara tegas oleh Pemerintah harus memotong di RPHU-nya masing masing, lalu karkasnya tidak lagi sembarangan di jual di pasar tradisional agar keseimbangan pasar dalam negeri terjaga. Karkas yang masih tersimpan didalam Cold Storage (CS) diwajibkan untuk ekspor (karena HPP mereka sudah sangat bersaing dengan produk karkas luar) atau pengolahan lebih ber nilai tambah paska karkas yang juga ditujukan untuk pasar ekspor.
- Kebijakan cutting di Breeding Farm (BF) baik GPS atau PS tidak harus sering dilakukan, jika data bibit dari DJPKH dimiliki secara akurat dan terukur dan didukung kejujuran data dari PT.Integrator. Karena setiap cutting BF, tentu biaya total cutting akan dibebankan kepada harga DOC-FS yang berakibat harga DOC-FS menjadi mahal di tingkat peternak rakyat.
- Kapan direalisasikan dan diwujudkan National Stock Replacement (NSR) sehingga Pemerintah dipermudah untuk mengatur jumlah quota bibit unggas untuk setiap perusahaan pembibitan secara Nasional, sehinga terjadi keseimbangan bibit disemua BF-GPS-PS. Angka Saleable Chick di seragamkan kearah standar yang lebih mendekati kenyataan rataan disemua BF.
- Pemerintah sebaiknya meninjau kembali UU No.18 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pemasaran dan Budidaya. Seharusnya pasar tradisional diperuntukkan sepenuhnya atau dikembalikan lagi (UU No.6/1967) untuk pemasaran para peternak rakyat, sedangkan pasar Horeka dan pasar modern bisa dimasuki dari para perusahaan terintegrasi atau sebagian besar pemasaran para perusahaan terintegrasi diarahkan kepada pasar ekspor untuk menambah devisa negara.
- Pemerintah sudah saatnya merealisasikan BULOG ditambah fungsinya agar dapat dijadikan sebagai wadah penampung jika terjadi mebludaknya produksi ayam baik daging dan telur sehingga gudang dingin BULOG dapat berfungsi sebagai buffer stock daging unggas dan telur secara nasional.
- Pemerintah harus mampu untuk segera menurunkan harga jagung Nasional, yang berdampak akan bisa menurunkan harga pakan unggas dan berdampak juga kepada peningkatan daya saing produk unggas Nasional terhadap harga produk unggas Internasional. Caranya adalah membangun intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian jagung secara Nasional (dulu pernah berhasil sistem Gemapalagung).
- Pemerintah sudah seharusnya mampu mensinergikan secara berkeadilan semua pilar perunggasan Nasional agar tidak terjadi diantara para produsen produk unggas saling bersaing kotor didalam negeri akan tetapi bersatu untuk menghadapi serangan produksi unggas dari luar Indonesia.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi semua para pembaca serta bagi para penentu kebijakan Indonesia dimanapun berada, terutama penulis tujukan kepada Pemerintah Indonesia agar produk unggas Nasional yang potensi perputarannya sudah mencapai +/- Rp.600 Triliun /tahun bisa memberdayakan kembali usaha ekonomi peternakan unggas rakyat.
Di samping pelaku ekonomi unggas lainnya dalam kreasi produktifitas pengaturan dalam segmentasi pasar dalam negeri dan tujuan ekspor luar negeri serta dapat meningkatkan daya saingnya dengan berbagai produk unggas dari Internasional. (Ashwin Pulungan)
Daftar tulisan:Â kompasiana.com/www.didikbangsaku.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H