Apa yang telah disampaikan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang info intelijen TNI sebanyak 5.000 pucuk dan jenis senjata api setara senjata organik TNI, telah mengandung hikmah baik sebagai informasi, sehingga membuat mayoritas masyarakat Indonesia saat ini semakin bertanya tanya, terhadap reaksi dari para pejabat lainnya termasuk Pak Wiranto.Â
Ada yang mengatakan bahwa senjata itu untuk keperluan BNN guna memberantas Narkoba, ada yang mengatakan untuk Kepolisian bagi keperluan memberantas terorisme, ada yang mengatakan untuk keperluan BIN aparat Intelijen Negara. Malah kuantita yang disampaikan Pak Wiranto hanya 500 pucuk senjata api saja, dan angkanya ada yang 512 dan lain sebagainya, masing masing pejabat saling berbeda angkanya. Inilah yang membuat tanda tanya besar di dalam masyarakat Indonesia.
Walapun Pak Wiranto mengatakan bahwa permasalahan simpangsiur pengadaan persenjataan api ini sudah selesai, tidak bisa semudah itu, karena sebelum info 5.000 pucuk senjata api yang disampaikan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, sudah beredar dimedia sosmed masyarakat terlebih dahulu dalam status tuduhan info hoax.Setelah para wartawan menanyakan kepada Panglima TNI Gatot Nurmantyo, ternyata info tersebut menjadi tidak berstatus hoax.
Inilah hikmah baik yang kita dapatkan dari gebyar 5.000 pucuk dan jenis senjata api tersebut. Banyak media mainstream dan on-line mencoba untuk menggoreng info dan data ini menjadi kearah penyudutan nama baik  Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Segala macam opini yang menuduh Panglima TNI Gatot Nurmantyo bermain politik menuju 2019. Kita paham dan mengetahui bahwa pribadi Panglima TNI Gatot Nurmantyo tidak ada sama sekali bernafsu kuat tak terbendung untuk menjadi RI satu di 2019. Masyarakat Indonesialah yang sangat berharap kepada Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk menjadi RI-satu di 2019 mendatang.
Harapan besar masyarakat Indonesia ini muncul adalah didasari dengan pola pikir serta keberanian Panglima TNI Gatot Nurmantyo (Jendral Santri) selama ini didalam menyampaikan gagasan keNasionalan Indonesianya. Pada saat ini, masyarakat Indonesia sangat menantikan pemimpin Nasional yang baru dan handal, berintegritas, berani, konsekwen serta mengerti tentang taktik dan strategi perang baru non konvensional yang didasari ekonomi dan budaya yaitu perang ASIMETRIS dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo lah yang pertama didengar oleh seluruh rakyat Indonesia tentang pola pikirnya tersebut. Â Â
Memang akhir akhir ini, Panglima TNI Gatot Nurmantyo dari kalangan tertentu para oknum pelenceng opini kepentingan minoritas kapitalistik, banyak yang tidak suka dikarenakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sangat dekat dengan ummat Islam, serta pribadi Panglima TNI Gatot Nurmantyo adalah mirip dengan jiwa dan karakter Panglima Sudirman. Akibatnya, bermuaralah kehendak yang sama dari mayoritas rakyat Indonesia untuk mendaulat Panglima TNI Gatot Nurmantyo (Jendral Santri) suatu saat di tahun 2019, bisa menjadi pemimpin Nasional baru untuk bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Sebuah symphony music, jika banyak instrument musik yang terbiarkan bernada sumbang, maka yang salah adalah dirigennnya (pemimpin symphony). Semoga analogi ini bisa dicerna para pembaca dengan arif bijaksana.
Kembali kepada permasalahan adanya data intelijen 5.000 pucuk senjata dan berbagai keterangan saling berbeda yang diperoleh bersumber dari pejabat terkait dengan senjata, penulis mengusulkan :
1. Segera Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) Komisi terkait untuk segera mengundang semua instansi terkait dengan persenjataan yang syah sebagai klarifikasi dan akurasi kesamaan data yang telah berseliweran, sehingga permasalahan 5.000 pucuk senjata ini menjadi clear and clean,
2. Segera lakukan AUDIT terbaru untuk seluruh persenjataan ALUTSISTA perjenis kualifikasi secara akurat termasuk semua jenis ukuran peluru pada masing masing instansi yang diamanatkan bisa memiliki senjata secara syah berdasarkan UU,
3. Segera lakukan investigasi dan razia senjata api diseluruh titik potensi pemilikan senjata api didalam masyarakat yang berizin syah, atau razia dari kemungkinan pemilikan sejata api yang tidak syah didalam masyarakat,