Dokumen Pribadi
Kami peternak rakyat berharap permohonan kami untuk Uji Materi UU No.18/2009 Juncto UUNo.41/2014 dapat dikabulkan, yaitu Para Hakim MK didalam putusannya untuk UU No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah diamandemen/dicabut. Hal ini sudah nyata karena bertentangan dengan UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selanjutnya terbukti adanya potensi praktek Kartel dan Monopoli dengan adanya pasal yang membolehkan integrasi vertikal yang hanya disebut dengan “integrasi” saja pada Bab II Azas dan Tujuan Pasal 2. UU No.18/2009 selanjutnya ini sangat bertentangan dengan Pasal 14 UU No.5/1999.
Bunyi Pasal 2 UU No.18/2009 tersebut yang disamarkan integrasi vertikalnya adalah :
“Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait”
Kutipan sebagian argumentasi Ketua KPPU Dr.M.Syarkawi Rauf SE.,ME. pada Sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Maret 206 :
“Melalui integrasi dengan budidaya tanaman pangan, ini masih integrasi yang sifatnya horizontal. Kemudian, holtikurtura ini masih bersifat melebar ke horizontal. Kemudian, perikanan masih bersifat melebar, tetapi khusus untuk holtikultura, Majelis Hakim Yang Mulia. Ini saya enggak tahu teknisnya seperti apa, tapi kalau di situ ada jagung, di situ ada bahan pokok untuk pakan ternak, maka modal integrasinya itu bukan lagi sekadar integrasi horizontal, tetapi ini menjadi integrasi yang bersifat vertikal, Majelis Hakim Yang Mulia.
Kemudian, Majelis Hakim Yang Mulia, perlu kita juga melihat misalnya dalam konteks tanaman pangan. Tanaman pangan yang berpotensi menjadi pakan ternak itu apa saja di perunggasan. Nah, mungkin Majelis Hakim perlu menghadirkan ahli pakan yang kira-kira jenis komoditi yang disebutkan di dalam undang-undang ini, misalnya tanaman pangan apa saja yang berpotensi mejadi pakan ternak diunggas, kalau itu ada berarti integrasinya vertikal.
Kemudian, holtikultura kalau itu ada yang berpotensi menjadi pakan ternak berarti itu ada integrasi vertikal. Kemudian, diperikanan, saya enggak tahu mungkin ahli peternakan yang bisa menjawab. Apakah ada produk perikanan kita yang bisa diolah menjadi pakan ternak yang dipakai untuk membesarkan ayam? Nah, kalau itu ada, ini vertical integration.
Kemudian, di kehutanan juga seperti itu, kalau ada produk kehutanan yang bisa digunakan untuk membesarkan ayam, berarti ini related dengan support dengan industri perunggasan. Ini bisa menjadi vertikal, bisa menjadi horizontal.
Kemudian, konstruksi di Pasal 2 ayat (1) itu ada istilah bidang lainnya yang terkait.
Nah, ini kalau kita lihat rencana kebijakan industri di Kementerian Perindustrian, mereka itu mau membangun pohon industri, dimana ada core industry di-support oleh supporting industry, di-support lagi oleh related industry. Jadi, ada industri pendukung, kemudian ada industri terkait.
Nah, khusus di industri perunggasan, bidang lain yang terkait ini kalau kita terjemahkan sesuai dengan rencana pembangunan industri nasional, maka dia bisa masuk di related industry, dia juga bisa masuk menjadi supporting industry sehingga dia bisa membangun integrasi yang bersifat vertikal sekaligus membagun integrasi bersifat horizontal dan ini saya kira di dalam Undang-Undang Perindustrian disebutkan bahwa kita ingin membangun pohon industri dari hulu ke hilir dimana ada core industry di-support oleh supporting industri ada lagi related industry, itu yang kami pahami Majelis Hakim Yang Mulia, sehingga kami membuat kesimpulan di akhir tadi bahwa undang-undang ini memberikan peluang bagi terjadinya integrasi vertikal, apalagi di dalam pendefinisian mengenai bidang lainnya yang terkait”.
Terbukti usaha peternak rakyat UKMtelah terpuruk/termarginalkan, serta timbulkan usaha tidak sehat serta tidak selaras dengan demokrasi ekonomi yang berkeadilan untuk mensejahterakan rakyat/ masyarakat peternak rakyat UKM yang seharusnya dilindungi seperti kehendak UU No.9/1995 tentang UMKM serta UUD 1945 dan Pancasila. Malah Perusahaan Integrator terutama PMA yang dilindungi oleh UU No.18/2009 yaitu dibolehkannya investasi berbudidaya dan marketnya 100% ke pasar DN (pasar tradisional). Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ketua KPPU, yang menjadi Saksi Fakta sekaligus menjadi Saksi Ahli.
Kalau keputusan Hakim MK ini malah sebaliknya memutuskan bahwa UU No.18/2009 ini masih relevan untuk dijalankan dan tidak perlu diamandemen, serta terpuruknya peternak Rakyat dan terpuruk ini disebabkan UU lain (UU-PMA), serta tidak berjalannya aturan pasal-pasal tentang teknis dan pengawasan oleh Pemerintah cq. pejabat teknis DJPKH, kalau keputusan MK seperti ini, maka akan timbulkan presenden tidak baik bagi Mahkamah Konstitusi. Para peternak rakyat UKM ini kecewa, mungkin mereka mendadak melakukan aksi demo kritisi MK. Padahal penilaian kami Peternak Rakyat terhadap para hakim MK selama ini dalam setiap proses persidangan sampai 8 kali, adalah cukup baik.
Adapun isu tentang sanksi ringan/teguran lisan terhadap Ketua MK Bpk Arief Hidayat adalah di-blow up oleh pihak tertentu yang bisa saja mengganggu terhadap putusan UUno18/2009 yang seharusnya menurut jadwal akhir April 2016 ini diputuskan. Maklum UU No.18/2009 ini adalah ketentuan untuk mengatur bisnis beromzet Rp.455Trilyun/tahun yang saat ini pangsa pasar Nasional sudah dikuasai ±80% oleh perusahaan Integrator terbesar terutama PMA.
Seharusnya bisnis unggas yang beromzet cukup besar ini, bisa mensejahterakan rakyat yaitu :
1) Kesempatan berusaha dan lapangan kerja bagi Peternak Rakyat Indonesia.
2). Tersedianya protein hewani yang cukup dan terjangkau bagi masyarakat.
3).Export untuk datangkan devisa, yaitu perusahaan Integrator PMA dan PMDN yang sudah mampu menghasilkan tingkat efisiensi tinggi masuk ke budidaya, produknya harus diexport. Pasar Dalam Negeri yaitu pasar tradisional dimana konsumennya ±90% senang dengan daging ayam segar (potong ayam dadakan) diisi oleh output produksi peternak rakyat UKM.
KPPU sebagai lembaga yang legal dan syah untuk menjalankan UU No.5/99 serta pengawas berjalannya UU lain yang terkait selaras atau tidaknya dengan UU No.5/99 serta UUD 1945 dan Pancasila, akan sangat memudahkan pihak Pemerintah termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mendapatkan masukkan berupa Rekomendasi dan keterangannya yang valid dan benar, karena didukung dengan hasil data yang langsung dimana KPPU telah melakukan investigasi ke lapangan di beberapa daerah Provinsi.
Dalam Rekomendasi KPPU kepada Pemerintah untuk mensolusi kemelut yang terjadi dalam bisnis Perunggasan ini, salah satunya adalah UU No.18/2009 harus di Amandemen. Rekomendasi KPPU ini sudah disampaikan kepada Menko Ekuin bahkan sudah dibahas di Sekneg diacara FGD pada tanggal 28 Maret 2016, kami dari peternak rakyat mendapat undangan dan hadir diacara tersebut. Kami mohon kepada semua pihak berwenang di Pemerintahan serta KPPU, bagaimana untuk mensolusi kebuntuan dan kemungkinan adanya ketidak pastian keputusan para Hakim MK untuk putuskan UU No.18/2009 agar diamandemen/direvisi/dicabut, atas dasar fakta dan keterangan Ketua KPPU pada sidang VIII di MK tanggal 31 Maret 2016. Hal ini dibutuhkan untuk kredibilitas KPPU dan MK sebagai mitranya Pemerintah dimata masyarakat, khususnya peternak rakyat yang saat ini sedang sangat terpuruk kondisi usahanya diakibatkan membanjirnya ayam panen dengan harga yang sangat murah dengan menjual rugi secara menetapkan harga LB (live Bird) yang sangat rendah dan ini nyata telah melanggar UU No.5/1999 Pasal 20. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H