Target penduduk untuk mendapatkan pelajaran dan sosialisasi Bela Negara, ada sebanyak seratus juta orang. Hal ini bisa berjalan karena ada rencana kerja dari Kemenhan RI yang dipaksakan sehingga diglontorkanlah dana cukup besar untuk menjalankan kerja bagai memancung air yaitu Bela Negara. Ini dasarnya yang dikutip dari http://www.kemhan.go.id/kemhan/?pg=31&id=1925 : “Kementerian Pertahanan bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah melaksanakan Pembinaan Kesadaran Bela Negara Tahun Anggaran 2015, untuk membentuk Kader Pembina Bela Negara. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terbangun karakter disiplin, optimisme, kerjasama dan kepemimpinan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dari uraian tersebut jelas bahwa bela negara bukanlah wajib militer, bukan militerisme, bukan militerisasi dan bukan pula sebuah usaha pembelaan atau pertahanan negara secara fisik dalam menghadapi ancaman militer.”
Ok, sanggahan yang mengatakan bela Negara bukanlah wajib militer, akan tetapi ucapan Menhan Ryamizard Ruacudu berbeda, bahwa bela Negara dimaksudkan sebagai menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dalam menghadapi multidimensionalitas ancaman yang membahayakan kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah serta keselamatan bangsa. Diharapkan dalam bela Negara ini, para kader dapat memiliki kesadaran sikap dan perilaku yang dapat menjunjung tinggi pentingnya aktualisasi nilai-nilai bela negara yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban serta mempunyai kemampuan awal bela negara baik psikis maupun fisik.
Ucapan diatas yang disampaikan didalam pembukaan kader Pembina Bela Negara Tingkat Nasional di Badiklat Kemhan Salemba Jakarta 22 Oktober 2015, adalah merupakan pernyataan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan sanggahan Bela Negara bukanlah Wajib Militer. Penulis berkeyakinan bahwa konsep Bela Negara yang sedang dijalankan oleh Pemerintah adalah merupakan ajang penerapan Wajib Militer kepada seluruh pemuda Indonesia. Menurut penulis, syah syah saja jika itu dilaksanakan dalam momentum yang tepat.
Kalau momentumnya disaat keperluan yang besar untuk konsentrasi pembangunan ekonomi bangsa dan perbaikan moral anak bangsa seperti sekarang ini, menjadi tidak syah. Lebih baik konsentrasi dan konsep bela Negara diarahkan kepada penuntasan sampai keakar akarnya terhadap serangan Narkoba pada kalangan masyarakat kita. Jadi, bela Negara yang dikonsentrasikan kepada penghilangan serangan peredaran narkoba, sembari adanya gagasan pembangkitan gerakan ekonomi yang tersistem dan kewiraswastaan pada kalangan anak muda Indonesia agar pengangguran semakin berkurang. Adakah kemampuan serta kemauan Pemerintah ?
Memang didalam negeri sudah terjadi serangan Narkoba dan pertahanan Negara sudah lama dibobol oleh tentara narkoba dan Pemerintah kelihatannya sudah hilang akal dan tidak terlihat Suasana perang terhadap Narkoba ini. Malah terlihat adalah pembiaran dan ketidak seriusan Pemerintah untuk memberantas jaringan Narkoba ini. Jadi penulis mengatakan, bahwa dalam hal Narkoba, Indonesia sudah bobol lama dan Pemerintah terlihat abai.
Serangan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah serangan penghancuran bangsa dan Negara melalui budaya KORUPSI dan ini terjadi pada kalangan pemimpin bangsa ini sehingga para generasi muda kita kehilangan secara berlama lama terhadap figur sosok panutan kepemimpinan yang pantas ditiru dan digugu saat ini. Budaya hedonisme sekarang sedang merasuk pada kalangan petinggi Negara dan petinggi partai politik kita dan karakter hedonisme inilah sebagai motivator Korupsi bergotong royong secara Nasional.
Ini juga yang penulis katakan sebagai pembobolan yang berlarut larut dari berbagai pergantian pemerintah hingga kini dalam era yang katanya sebagai Revolusi Mental Indonesia Hebat. Malah penegakan hukum semakin melemah saja saat ini, terlihat didalam perlemahan KPK dan pembusukan Kepolisian RI serta Kejaksaan RI oleh para petingginya.
Serangan paling buruk, adalah serangan dekadensi moral yang paling parah yang diramu melalui berbagai ajang hiburan kesukaan para generasi muda dan disalurkan melalui berbagai siaran TV kita dan secara langsung visual. Perhatikan saja bagaimana para pemusik dangdut masuk pelosok kampung dimana mereka para pemusik dangdut ini mempromosikan aneka tari dan gaya setaniah yang menampakkan berbagai gerakan sexy erotis penghancur moral anak desa. Lalu Pemerintahan daerah tidak berdaya menghadapai kenyataan ini.
Selanjutnya serangan yang paling berbahaya adalah banyaknya UU di Indonesia dan sekarang sudah diberlakukan, lalu merupakan Undang Undang yang sangat berpihak kepada kepentingan asing. Ini merupakan bobol invasi asing yang sudah mengacak acak software dan hardware kenegaraan kita yang banyak para tokoh dan petinggi kita tidak menyadari tentang hal ini. Malah aparat Pemerintah dengan bangganya menyatakan bahwa kami pemerintah sedang menjalankan amanat rakyat dalam bentuk UU. Banyak aparat Pemerintah yang tidak tahu bahwa UU yang mereka jalankan adalah UU yang sangat berpihak kepada kepentingan asing.
Ketiga hal yang disampaikan penulis ini, yaitu Narkoba, Korupsi, Moral dan UU berpihak kepada asing, yang merupakan biangkerok ancaman multidimensional seharusnya didahulukan didalam konsep Bela Negara. Lalu Pemerintah per Kementerian, menguji materikan seluruh UU yang bermasalah tersebut ke MK atau mengganti UU tersebut. Mampukah Pemerintah membaca opini penulis dalam tulisan ini ? (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H