Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Inilah Gaya Orba Pemerintahan Revolusi Mental di MK

30 Oktober 2015   09:26 Diperbarui: 7 November 2015   06:37 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerja menyiapkan air untuk minuman ayam broiler di kandang peternakan ayam potong di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Kami dari peternak rakyat, sedang melakukan uji materi kepada beberapa Pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta. Uji materi yang kami sampaikan adalah disebabkan ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang sangat merugikan para peternak rakyat yang dibuktikan dengan banyaknya usaha peternakan rakyat yang bangkrut sebagai akibat usaha besar terintegrasi PMA kapitalis yang diperbolehkan oleh UU No. 18 Tahun 2009 untuk melakukan budi daya unggas, lalu mereka boleh pula untuk menjual seluruh hasil budi daya mereka di pasar pasar tradisional di seluruh Indonesia.

Akibatnya terjadilah benturan kepentingan di pasar tradisional antara produksi peternakan rakyat dengan produksi peternakan besar terintegrasi PMA. Dampaknya, produksi peternakan rakyat tidak akan bisa bersaing dengan harga produksi budi daya para perusahaan integrasi. Hal ini terjadi karena para perusahaan besar terintegrasi memiliki pabrik pakan sendiri, farm pembibitan sendiri dan budi daya sendiri, bahkan pemotongan sendiri. Pada kenyataannya sebelum UU No. 18/2009 hadir, berlaku UU No.6 Tahun 1967 yang melarang adanya budi daya yang dilakukan perusahaan besar terintegrasi dan para perusahaan besar terintegrasi juga tidak boleh menjual output produksinya di pasar tradisional.

Pada UU No. 6 Tahun 1967 yang diperbolehkan berbudi daya adalah usaha budi daya dari peternakan rakyat saja dan usaha rakyat ini memiliki pasar tersendiri, yaitu pasar tradisional. Para perusahaan besar PMA diundang pemerintah untuk berinvestasi di Indonesia adalah hanya untuk menyediakan keberadaan bibit DOC dan keberadaan pakan unggas, sedangkan budi daya diserahkan kepada usaha peternakan rakyat. Dengan diberlakukannya UU No.18 Tahun 2009 yang membolehkan perusahaan besar melakukan budi daya dan boleh menjual hasil budi daya mereka ke pasar tradisional ini sangat nyata UU yang menggusur usaha peternakan rakyat yang selama ini sudah membina dan membesarkan pasar tradisional.

Apa jawaban Pemerintah ketika mereka dimintai oleh Hakim MK untuk menghadapi uji materi yang diajukan oleh rakyat tanggal 29 Oktober 2015 pada sidang yang berlangsung seharusnya pukul 14:00 WIB dimajukan mendadak sepihak oleh MK menjadi pukul 11:00 WIB membuat banyak saksi yang tidak hadir adalah:

Mohon izin, Yang Mulia, saya membacakan keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan hormat yang bertanda tangan di bawah ini:

  1. Nama : Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).
  2. Nama : Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian).

Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang selanjutnya disebut Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap ketentuan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD Tahun 1945, yang dimohonkan oleh Ashwin Pulungan dan kawan-kawan, yang memberikan kuasa kepada Syuratman Usman, S.H. dan kawan-kawan, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XIII/2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 17 September 2015……………..blaa…blaa

Terhadap uraian di atas, menurut Pemerintah perlu dipertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang mengganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas berlakunya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan apakah ada hubungan sebab-akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji.

Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum, sehingga adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima… blaa… blaa…

Terhadap ketentuan Pemohon sebagaimana dimaksud dalam permohonan Pemohon pada halaman 15 dalam pengajuan data kerugian yang disampaikan oleh Pemohon berturut-turut dari tahun ke tahun semakin bertambah, menurut Pemerintah hal tersebut tidaklah tepat karena kerugian Pemohon bukan disebabkan adanya pasal a quo, namun akibat dari pola budidaya yang masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri, sehingga biaya produksinya tidak dapat bersaing.

Inilah jawaban Pemerintah yang tidak memiliki rasa empati kepada seluruh permasalahan yang dihadapi rakyatnya. Sangat terlihat jelas jawaban baku Pemerintah yang di-copy-paste sejak zaman kepemimpinan Soeharto dan di sana-sini diadakan editing. Cara Orba yang kuno inilah yang masih dilakukan oleh para petugas pejabat Pemerintah yang masih makan gaji dari uang rakyat. Di manakah pemerintahan yang dikatakan sebagai Pemerintahan Revolusi Mental? Sebaiknya janganlah seperti ini kalimat bahasanya dari pemerintah dalam jargon Revolusi Mental saat ini.

Penulis ingin menjawab penjelasan Pemerintah: “pengajuan data kerugian yang disampaikan oleh Pemohon berturut-turut dari tahun ke tahun semakin bertambah, menurut Pemerintah hal tersebut tidaklah tepat karena kerugian Pemohon bukan disebabkan adanya pasal a quo, namun akibat dari pola budidaya yang masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri, sehingga biaya produksinya tidak dapat bersaing.

Jawaban penulis: Sudah jelas setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2009 yang menggantikan UU No. 6 Tahun 1967, mayoritas peternak rakyat mati usaha budi daya di lapangan, akibat pasar tradisional diserobot oleh produksi para perusahaan integrasi PMA. Seharusnya ketika peralihan kepada UU yang baru yang menghendaki persaingan bebas, ada kajian ekonominya oleh pemerintah terhadap usaha budi daya peternakan rakyat dan pemerintah harus menyiapkan Breeding Farm Peternakan Rakyat, lalu Pabrik Pakan Peternakan Rakyat lalu diberikanlah kebebasan bertarung di pasar dalam negeri.

Dalam posisi transisi perpindahan kepada UU No. 18/2009, posisi ekonomi para peternakan rakyat hanya berada di budi daya saja sedangkan perusahaan terintegrasi dan PMA yang dihadapi usaha peternakan rakyat adalah usaha yang sudah memiliki sendiri Breeding Farm. Feedmill dan budi daya serta RPA (Rumah Potong Ayam), inilah ketidaksetujuan para peternak rakyat yang mengatakan rakyat melakukan usaha sendiri sendiri selalu tidak bisa efisien dan kalah bersaing dan untuk mempersatukan dan memanajemen kehidupan rakyat agar meningkat kesejahteraannya, adalah tugas Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah abai dan teledor, padahal mereka makan gaji dan fasilitas dari uang rakyat.

Kita memaklumi semua, mengapa sangat banyak UU yang dihasilkan oleh para anggota DPR yang diuji materi ke MK, karena kualitas UU yang dihasilkan oleh para anggota DPR-RI adalah sangat rendah dan banyak para anggota DPR yang mengomersialkan pembahasan RUU untuk bisa memasukkan kepentingan kelompok tertentu ke dalam UU dengan bayaran sejumlah uang. Akibatnya UU yang dijalankan dalam masyarakat adalah UU yang tidak berpihak kepada semua golongan rakyat secara adil dan berkesetaraan. UU salah seperti inilah yang diemban dan dijalankan oleh Pemerintahan eksekutif, dan seluruh rakyat harus mematuhinya.

Sadarkah Pemerintahan yang menggembar-gemborkan Revolusi Mental bahwa mereka sedang menjalankan UU yang sebenarnya membahayakan kehidupan seluruh rakyat dan akan meruntuhkan Negara? Seharusnya ketika Revolusi Mental digagas, pemerintah harus memiliki agenda awal untuk merevisi mayoritas UU buruk pasal dan ayat yang dihasilkan oleh para anggota DPR kita selama ini. Perhatikan juga momen tahun 2009 pada pengesyahan UU No. 18/2009 adalah periode menjelang kampanye Pilpres dan Pilleg, mungkinkah banyak anggota DPR ketika itu fokus mau bersusah payah serta bersungguh-sungguh demi rakyat membahas RUU? Ketika akan berlangsung Pemilu 2009? Ketika akan Pemilu pasti pikiran para anggota DPR adalah uang suksesi pemenangan. (Ashwin Pulungan)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun