Ketika penulis memperhatikan acara di TV-One (ILC=Indonesia Lawyer Club) 18/8/2015 malam, yang membahas tentang Mafia Peternakan di Indonesia, masing-masing pihak baik dari Pemerintah, beberapa asosiasi Peternakan dan asosiasi Perdagangan memperlihatkan amburadulnya data serta tujuan organisasi asosiasi yang ada. Sehingga, tidak satupun yang hadir pada acara ILC tersebut yang mampu mengarahkan pihak mana yang sebenarnya melakukan pendiktean terjadinya kemahalan harga daging sapi di konsumen Indonesia. Disinyalir adanya tekanan dan permainan pihak Negara Australia atas mahalnya harga daging sapi di Indonesia. Dimanakah kedaulatan pagan bangsa Indonesia ? Bahkan terbuka informasi pada ILC, bahwa ada sensus peternakan yang telah menghabiskan dana ±Rp. 2 T, akan tetapi data sensus yang didapat adalah salah dan telah diakui oleh Menteri Pertanian Suswono ketika itu (Bahan untuk para penegak hukum). Bayangkan saja, harga daging sapi di Indonesia termasuk harga yang paling mahal diseluruh dunia dan telah mempermalukan Indonesia dimata masyarakat dunia karena tidak mampu mengelola peternakan sapi. Sebenarnya tidak ada yang susah dan rumit dalam pengembang tumbuhkan peternakan sapi di Indonesia. Alam Indonesia adalah alam yang sangat mendukung atas kemampuan kemandirian serta kemampuan swasembada yang sangat efisien untuk peternakan sapi. Karena salah manajemen dan salah urus dari Pemerintah cq. Kementerian Pertanian RI, maka permasalahan mahalnya harga daging sapi dan daging ayam selalu terjadi di Indonesia.
Kini dengan mahalnya harga daging sapi hingga Rp.120.000,- s/d Rp.130.000,-/kg, ikut mendongkrak harga daging ayam sebagai bahan daging alternatif pengganti protein hewani sapi dan harga daging ayam juga ikut menjadi mahal menjadi Rp. 38.000/kg karkas dikonsumen sebagai dampak lebih tingginya permintaan dari penawaran serta adanya permainan tata niaga di wilayah usaha para perusahaan besar PMA (Penanaman Modal Asing) yang selama ini sudah lama menjalankan praktek usaha secara monopilistik dan kartelisasi usaha perunggasan Nasional sejak berlakunya UU No.18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan UU ini sangat memberi peluang adanya paraktek monopoli dan kartel usaha peternakan.
Ikutnya harga daging ayam menjadi mahal dikonsumen yang tadinya Rp.33.500,- s/d Rp.34.000,-/kg karkas, sekarang menjadi Rp. 38.000,- s/d Rp.40.000,-/kg karkas. Kenaikan ini, membuat para pedagang daging ayam di semua pasar Jakarta-Bandung sekitarnya dan Jawa Barat pada umumnya, akan melakukan mogok berjualan. Malah ada surat edaran dari salah satu asosiasi pedagang pengumpul yang menganjurkan seluruh pedagang ayam segera melakukan mogok mulai hari Kamis 20/8/2015 selama 3 hari dan pedagang ayam yang tidak ikut mogok diancam denda uang sebesar Rp.20 Juta. Kalau hal ini terjadi, maka asosiasi pengancam denda Rp.20 Juta adalah tindakan pemerasan kriminal yang bisa dilaporkan kepada Kepolisian RI.
Dampak atas mogoknya para pedagang daging ayam di pasar tradisional, akan berdampak atas terserapnya daging beku yang ada disetiap super market (pasar modern) dan disetiap point counter ayam beku serta sekaligus juga menaikkan harga daging ayam beku tersebut yang selama ini kurang diminati konsumen. Disinilah kelicikan permainan dagang yang sudah disetting para pemilik usaha monopolistik perusahaan besar PMA integrator. Daging ayam beku yang ada pada setiap super market serta point counter penjualan ayam beku, adalah bersumber dari Cold Storage ayam beku yang selama ini dimiliki perusahaan besar PMA. Kapasitas terpasang seluruh Cold Storage ayam beku (penimbunan daging ayam beku) yang ada pada perusahaan PMA bisa menyimpan ±30.000 ton ayam beku. Kini daging ayam beku dari Cold Storage sedang dikeluarkan secara besar-besaran untuk menjaring keuntungan yang direkayasa dengan kejahatan ekonomi sehingga konsumen daging ayam menjadi korban pengkurasan tarik untung secara besar-besaran dari perusahaan PMA integrator.
Memang pada saat ini ada kekurangan pasokan ayam panen dari semua kandang peternak mandiri dan peternak PMA Integrator serta peternak PMDN integrator sebesar ±30% s/d ±40% disebabkan adanya hari Raya besar Idul Fitri dibulan Juli 2015 sehingga semua karyawan Breeding Farm dan anak kandang budidaya libur lebaran selama ±5 hari. Oleh karena itu mayoritas kandang budidaya mengalami kekosongan selama libur tersebut begitu juga para perusahaan Breeding Farm, dampaknya adalah terjadi pengurangan pasokan ayam hidup siap potong baik dikandang budidaya Perusahaan PMA integrator dan dibeberapa peternak kemitraan mereka, karena pasokan DOC yang juga terkendala dengan hari libur panjang disaat lebaran yang lalu.
Diharapkan agar semua para pedagang ayam dipasar jangan melaksanakan pemogokan, karena akan berimbas kepada terganggunya kebutuhan konsumen daging ayam. Lakukanlah tetap berdagang daging ayam di pasar dengan persediaan yang dikurangi jumlahnya. Agen pengumpul yang mengkoordinir pedagang di setiap pasar tradisional inilah yang memprovokasi para pedagang ayam agar melakukan mogok berdagang dan mereka adalah jaringan kaki tangan para perusahaan besar PMA integrator unggas. Harga daging ayam yang selama ini dapat di perdagangkan para pedagang ayam berada pada posisi harga jual Rp. 34.000, - – Rp.35.000,-/Kg karkas bersih sekarang hanya bisa dinaikkan sebesar Rp. 38.000,- s/d Rp.40.000,-/kg karkas suatu harga yang sebenarnya tidak pantas di mogokkan sehingga mengganggu para konsumen kita selama ini. Peternak juga harusnya sekarang ini bisa menikmati posisi harga yang layak dari hasil budidayanya disamping para pedagang yang selalu menikmati dalam keuntungan dagangannya di pasar selama ini. Mahalnya harga daging ayam dikonsumen dan adanya gerakan mogok para pedagang ayam adalah merupakan rekayasa terencana dari pemegang dan penentu harga daging ayam (lihat peta tata niaga perunggasan nasional).
Upaya setiap Pemerintah Daerah untuk melakukan operasi pasar bagi daging ayam akan dimanfaatkan oleh perusahaan besar PMA integrator dengan melakukan politik etis bahwa mereka turut serta membantu Pemerintah dengan mengeluarkan sebagian kecil daging ayam dari gudang penimbunan daging ayam (Cold Storage) untuk operasi pasar. Lalu sebagian besar akan mereka jual melalui seluruh jaringan super market medium dan besar serta disetiap point counter ayam beku. Penulis berharap kedepan Pemerintah dapat mensolusi permasalahan Peternakan di Indonesia kearah yang lebih berkeadilan dan biang kerok semua ini adalah keberpihakan UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan hanya kepada para perusahaan besar integrator yang diperbolehkan berusaha dari hulu hingga hilir di Indonesia ini dan mematikan usaha peternak unggas rakyat. (Ashwin Pulungan)
Surat edaran yang bersifat memprofokasi para pedagang ayam yang mengandung nilai-nilai Pidana :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H