Hampir semua partai di Indonesia tidak punya nyali serta bercitra sangat jelek dalam setiap opini seluruh masyarakat kecuali orang partai itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena setiap partai di Indonesia umumnya cari makan atau cari dana untuk membiayai partainya hanya mengandalkan kolaborasi manipulatif dengan partai berkuasa dengan cara berkoalisi memasukkan kader partai menjadi Menteri tertentu lalu para meteri inilah yang menjadi ATM-nya para partai. Makanya hampir setiap menteri dari kader (kualifikasi matang karbit) bermasalah dan selalu terlibat korupsi APBN dan ini nyata kita saksikan dalam setiap kasus di KPK.
Begitu juga para kader partai yang menduduki jabatan wakil rakyat (sebenarnya wakil partai menunggangi nama rakyat) di DPR-RI, hampir semua kader mereka terlibat kasus memalukan dalam manipulasi APBN dan di daerah manipulasi APBD, tidak hanya manipulasi uang rakyat, akan tetapi kasus moral pun tidak kalah hebatnya yang menerpa hampir seluruh anggota partai di DPR.
Sebagai contoh nyata kasus partai PD (Century, Hambalang dll.) dan terakhir PKS (manipulasi daging impor untuk nasional) yang sangat memalukan seluruh bangsa Indonesia itu. Kebusukan partai ini semakin lengkap dengan ditambahnya kasus pelanggaran amoral dengan berbagai belenggu affair dengan para wanita simpanan. Sungguh sangat memalukan jika kita rinci bentuk kejahatan para kader partai ini.
Lihat saja fenomena PDIP yang selalu hanya mengandalkan figure JOKOWI untuk mencitrakan partainya (betapa hebatnya sosok Jokowi bagi PDIP). Bahkan PDIP daerah pun tertular ketidakpercayaan lembaga kepartaiannya, jika ada Pilkada, maka calon dari PDIP harus memanggil sosok Jokowi (Jokowi diseret-seret ke daerah) untuk ikut dalam kampanye partai dalam Pilkada. Ini menunjukkan ketidakpercayaan diri para lembaga partai sehingga mengandalkan sosok figur pribadi. Mengapa sosok lembaga partainya tidak menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh anggota partai? Hal ini disebabkan memang para anggota partai itu sendiri sudah mengakui secara tidak langsung, bahwa partai mereka sudah lama beraroma sangat busuk baunya dan sudah tidak disukai oleh banyak rakyat sebagai dampak tidak mandirinya sosok lembaga partai. Walaupun Jokowi diseret ke daerah belum tentu juga Pilkada dimenangkan. Ditambah lagi dengan grand design politik partai yang hanya mengandalkan kader partai di Kementerian untuk menjadi sumber pendanaan partai. Makanya koalisi selama ini yang dibangun partai berkuasa adalah merupakan katel politik kejahatan kepada sebuah Negara. Belum ada hukum yang bisa menjangkau kejahatan kartel politik ini di Indonesia.
Menangnya Jokowi di DKI Jakarta, sebenarnya bukanlah adanya faktor partai PDIP, akan tetapi semata adalah citra JOKOWI yang telah dibangun selama ini di Solo. Makanya model ini akan diterapkan juga oleh Partai Demokrat (PD) sebagai partai yang juga beraroma busuk menjadikan konvensi mendatang dengan memasukkan calon tokoh yang dipandang bersih dan bercitra baik dalam masyarakat. Jadi partai numpang citra kepada sosok pribadi tokoh bukan tokoh yang memanfaatkan citra baik sebuah partai.
Semua partai yang masuk dalam peserta Pemilu mendatang yang lulus dalam penilaian KPU, memiliki suasana dan kondisi serta posisi kepartaian yang sama yaitu bercitra lemah. Oleh karena itu, seorang figur yang dipandang masih memiliki banyak simpatisan dan bercitra baik dalam masysrakat akan menjadi rebutan para partai di Indonesia. Kondisi para partai seperti ini, akan sangat membahayakan kondisi perpolitikan Indonesia ke depan. Bagi kekuatan asing, kondisi ini adalah peluang untuk menjajah lebih dalam lagi secara ekonomi Negara Indonesia dan ke depan rakyat akan lebih sengsara lagi. Mengapa penulis mengatakan seperti ini? Karena para partai ke depan jika tidak mau berupaya keras memperbaiki diri, maka mereka para partai di Indonesia akan siap menjadi partai pelacur yang dibeli oleh para kekuatan ekonomi asing. (Ashwin Pulungan)
Selamatkan Indonesia dari cengkeraman para Partai Pelacur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H