Sebelum terjadinya kasus importasi daging sapi impor yang melibatkan PKS serta para petinggi partainya dan kasus itu sangat mempermalukan sebagian besar masyarakat kita, harga daging hewan besar (terutama daging sapi) sempat dalam periode yang sangat lama melambung tinggi hingga mencapai harga Rp. 125.000,-/Kg dan hingga kini harga daging sapi walaupun sudah berada rata-rata pada harga kisaran Rp. 85.000,-/Kg masih belum bisa terjangkau oleh daya beli konsumen dari masyarakat bawah.
Gizi Protein, merupakan bagian gizi terpenting dan strategis untuk mendukung tingkat kesehatan masyarakat serta mendukung kualifikasi kesehatan dan perkembangan tumbuhan intelektual para balita Indonesia. Gizi protein yang selama ini diperoleh sebagai asupan makanan sehari-hari masyarakat kita adalah Protein Hewani dan Protein Nabati. Protein Hewani bisa diperoleh dari daging sapi, kerbau, kambing, kelinci, ayam (unggas), telur, ikan. Protein Nabati bisa diperoleh dari tanaman kacang-kacangan kedelai, kacang tanah, atau hasil tanaman biji-bijian. Seluruh sumber protein baik itu hewani dan nabati, dapat diperoleh seluruhnya dari bumi Indonesia sendiri serta seluruh potensi peternak dan petani kita sudah lama sangat mampu untuk memproduksi dan membudidaya segala protein hewani dan nabati tersebut. Sebenarnya, Indonesia tidak perlu mengimpor protein hewani dan nabati dari Negara luar dan tidak ada alasan apapun untuk mengatakan Indonesia tidak mampu berswasembada protein (kecuali force majeure). Kalau ada upaya atau kebiasaan importasi daging sapi dan importasi kedelai, importasi jagung selama ini, pastilah ada yang salah urus, salah kelola dalam pemerintahan Indonesia selama ini.
Pada hari ini, disaat tulisan ini saya buat, tidak hanya daging sapi saja yang mahal, kacang kedelai-pun sebagai protein nabati, sudah mencapai Rp. 10.000,- s/d Rp. 12.000,- per Kg-nya (awalnya stabil Rp.6.000,- s/d Rp. 7.000,-/kg). Sehingga para pengrajin tahu tempe diseluruh Indonesia melakukan mogok produksi dan mereka melakukan unjuk rasa kepada pemerintah sebagai dampak dari nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar disamping menaiknya harga kedelai dunia. Diberbagai pasar tradisional makanan keseharian masyarakat berupa tahu dan tempe menghilang dan kosong dipasaran. Akibatnya, jika hal ini berkepanjangan dan kita selalu tergantung kedelai impor, maka gizi masyarakat dari protein nabati akan sangat terganggu. Mahalnya harga daging sapi dan kacang kedelai akan berakibat fatal terhadap menurunnya kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
Pada hari ini juga, protein hewan kecil yaitu protein unggas, juga melambung sangat tinggi dan telah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah tataniaga hasil unggas selama ini di Indonesia. Suatu yang luar biasa, harga daging ayam karkas bersih saat ini mencapai harga tertingginya yaitu dari tadinya harga dikonsumen Rp. 20.000,-/kg sekarang menjadi Rp. 40.000,-/kg. Mengapa harga daging ayam melambung tinggi ? Karena pangsa pasar Nasional hasil unggas sudah dikuasai 80% oleh para perusahaan besar asing PMA dan selama ini telah berjalan kejahatan ekonomi sektor usaha perunggasan yang dijalankan secara Kartel dan Monopoli (apalagi UU No.18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mendukung kejahatan secara kartel dan monopoli tersebut). Anehnya, pemerintah tidak perduli tentang kenyataan ini dan terlihat pemerintah tidak mau mengerti persoalan ketersediaan protein yang terjangkau oleh semua rakyat (amanat UUD 1945).
Lengkaplah sudah semua protein hewani asal hewan besar serta hewan kecil menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat, kini protein nabati seperti kedelai juga sangat mahal sehingga produksi tahu dan tempe tidak ada dipasaran. Alangkah sangat tidak cerdasnya pemerintah cq. Menteri Pertanian mengatakan bahwa kenaikan harga kedelai ini adalah bisa memicu semangat menanam kedelai di dalam negeri. Tidakkah Suswono sang Menteri Pertanian sudah mengetahui sejak lama bahwa kedelai ini sebagian besar impor lalu seluruh masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai protein alternatif yang sangat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Seharusnya Kementerian Pertanian sudah bisa melakukan upaya tersistem untuk kemandirian kedelai nasional beserta kekampuan antisipasinya, begitu juga upaya manajemen peternakan yang bisa membuat kemampuan nasional untuk berswasembada daging sapi. SDM dibidang peternakan kita sangat banyak tidaklah mungkin dengan kemampuan yang terabaikan ini, Indonesia tidak bisa swasembada daging sapi begitu juga kedelai. Alangkah berbahayanya Indonesia dalam posisi ketahanan Nasional, apabila kebutuhan pokok rakyatnya masih saja mengandalkan impor dari luar negeri. Sangatlah memalukan, bangsa yang memiliki potensi laut yang sangat luas dan luar biasa, garam dan ikanpun harus diimpor (betapa tidak berdayanya kita). Betapa hebatnya nafsu calo (proyek rente) dari para petinggi pemerintah sehingga bisa mengalahkan kedaulatan rakyat Indonesia (kedaulatan sekelompok para maling manipulator bisa mengalahkan kedaulatan rakyat).
Lahan dibeberapa kepulauan kita sangat luas dan sangat potensial yang selama ini hanya sebagai lahan menganggur saja. Seharusnya pemerintah sudah lama memiliki blue print serta sinergi kinerja peternakan dan pertanian unggulan untuk terhindar dari ketergantungan Indonesia kepada hasil produksi Negara asing. Justru keberadaan semua Kementerian jika melihat UUD 1945, keberadaan Kementerian adalah untuk mengurus serta mengantisipasi kemampuan didalam negeri serta ekspor sepenuhnya bagi tujuan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Justru kenyataan yang diterima oleh seluruh rakyat Indonesia saat ini adalah sebaliknya, hampir semua bidang ekonomi Nasional berisi para oknum mafia, oknum pejabat yang menjadi pelaknat dan penjahat sementara penegakan hukum hanya bisa melalui satu lembaga bernama KPK. Berbagai proyek APBN dan APBD dimanipulasi dengan cara rakus dan merupakan lahan bancakan para pejabat dan aparat selama berpuluh tahun. Inilah yang menyebabkan bagian terbesar sebab keterpurukan Indonesia saat ini. (Ashwin Pulungan)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H