Seorang teman mengirimkan ke email saya yang dilampirkan dengan sebuah foto yang menampilkan seorang Polantas sewenang-wenang memarkirkan mobilnya ditengah jalan selama ±20 menit. Kejadiannya pada hari Jum'at tanggal 1 Juni 2012 jam 16.25 Wib. Entah apa yang sedang diurus oleh sang Polantas, tanpa merasa bersalah serta risih memarkirkan mobilnya seenaknya ditengah jalan. Kalau dilihat pada kiri jalan, sangat kosong tempat untuk memarkirkan mobil. Inikah budaya keseweanang-wenangan Polisi ? Pada saat itu masyarakat menyaksikan kesewenangan konyol sang Polantas turun dari mobilnya tanpa sedikitpun merasa bersalah. Apalagi sang Polantas masih berseragam korpsnya.
Sebagai Polantas, tentu dia mengetahui perbuatannya itu adalah salah besar, bahkan mungkin dia mengetahui pula Pasal UU lalu-lintas tentang pelanggaran yang telah dia lakukan sendiri. Bagaimana kalau masyarakat sipil melakukan hal yang sama ? Sang Polantas juga mengabaikan masyarakat sekitarnya bahwa perbuatan dia dipersaksikan dan diamati oleh banyak orang. Inilah mungkin arogansi sang Polantas.
Kita selama ini selalu menyaksikan aparat polisi yang seharusnya taat untuk menegakkan hukum, malah para aparat polisi itu selalu melakukan pelanggaran hukum dan itu terjadi disaksikan oleh banyak masyarakat. Bagaimana polisi bisa berwibawa didepan masyarakat kalau banyak polantas gemar melanggar UU yang seharusnya ditegakkan olehnya. Kepercayaan dari masyarakat akan sulit didapat oleh Kepolisian jika masih banyak aparat Kepolisian yang justru gemar merendahkan martabat jabatan mereka dan bahkan sekaligus merendahkan korps Kepolisian dalam arti umum.
Keengganan masyarakat untuk melaporkan permasalahan pelanggaran hukum pencurian, perampokan, perjudian, bahkan narkoba serta pertentangan antar tetangga membuktikan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Polisi. Sudah sangat lama anggapan negatif kepada Polisi yaitu "Kalau lapor ke Polisi tentang kehilangan kambing, maka yang akan dialami si-pelapor menjadi kehilangan kambing seharga sapi". Sudah demikian jeleknya Polisi dimata rakyat Indonesia, kalau urusan dengan Polisi seperti melapor tentang kehilangan, pasti nantinya akan dimintai uang dengan berbagai macam alasan. Mengambil kembali barang bukti seperti sepeda motor yang ditahan Polisi, bisa dikenai biaya yang cukup besar.
Kalau pelayanan Polisi buruknya seperti sekarang ini, lalu sikap dan kepatuhan para Polisi tidak ditampakkan bahkan gemar mensosialisasikan Polisi sebagai preman berseragam, maka masyarakat tidak akan percaya kepada Kepolisian apalagi tentang barang sitaan seperti Narkoba, ganja, extasi apakah benar-benar suatu saat dimusnahkan atau barang sitaan narkoba itu diedarkan kembali kepada penampung narkoba. Lalu barang sitaan yang ada didalam gudang penyimpanan barang sitaan isinya sudah diganti dengan tepung atau bentuk-bentuk palsu yang mirip menyerupai barang narkoba sitaan.
Untuk apa kita di NKRI ini menggaji serta memfasilitasi Polisi apabila Kepolisian RI tidak mampu memberikan perlindungan dan rasa aman serta rasa tertib dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini. (000)
NB. : Data kejadian lengkap ada pada penulis.
Polisi dibentuk berdasarkan UU adalah untuk memberikan rasa aman, tertib serta melindungi seluruh masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H