Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) rakyat miskin di Indonesia berjumlah 32,53 juta, menurut data PBB kemiskinan di Indonesia mencapai 1,5 kalinya. Oleh karena itu alokasi anggaran kesehatan bagi rakyat miskin cuma Rp 152.704 per kepala per tahun atau Rp 12.809 per kepala per bulan. Jumlah inipun kebanyakan tidak sampai kepada semua rakyat yang miskin. Kemana uang untuk rakyat miskin ini ? Sementara anggaran untuk biaya Presiden setahun Rp. 800 Juta disamping gaji dan ratusan juta rupiah tunjangan lainnya.
Kenyataan yang sangat ironis dan menyedihkan terjadi, pendapatan setiap Anggota DPR-RI :
Gaji Pokok ...... Rp. 15.510.000,- Tunjangan Listrik .... Rp. 5.496.000,- Tunjangan Aspirasi ..... Rp.7.200.000,- Tunjangan Kehormatan .... Rp. 3.150.000,- Tunjangan Komunikasi .... Rp. 12.000.000,- Tunjangan Pengawasan .... Rp. 2.100.000,- Total Penerimaan Rp. 46.100.000,-/Bulan per Tahun Rp. 554.000.000,-.
Gaji ke 13 .. Rp. 16.400.000,- Dana penyerapan (reses) Rp. 31.500.000,- (ada 4 kali reses setahun maka penerimaan reses setahun Rp. 118.000.000,- Dana intensif pembaharu rancangan UU dan honor melalui uji kebijakan-kelayakan dan kepatutan Rp. 5.000.000,-/kegiatan Dana kebijakan intensive/legislative Rp. 1.000.000,-/RUU. Berdasarkan data Tahun 2007 dana yang diterima setiap Anggota DPR-RI sejumlah Rp. 787.100.000,- (tujuh ratus delapan puluh tujuh juta seratus ribu rupiah).
Dampak yang akan terjadi mulai pada Januari 2011 adalah inflasi yang naik serta harga kebutuhan hidup semakin menggila naiknya. Keluarga miskin semakin mengenaskan sementara keluarga menengah menjadi miskin. Kondisi kepanikan Pemerintah ini diperparah dengan akan direalisasikannya pengenaan pajak kepada pedagang Nasi Warteg dan bidang ekonomi kecil lainnya sementara itu, para perusahaan besar penipu pajak dibiarkan bebas seperti yang terbukti pada kasus mafia pajak Gayus. Kepanikan Pemerintah dalam bidang ekonomi ini menggambarkan kegagalan yang sangat serius Pemerintah SBY sementara para mafia pajak, mafia hukum, mafia kepolisian, mafia minyak (BBM) yang merugikan rakyat hingga 2,4 juta dolar AS per hari,. lebih maha berkuasa dari pemerintah.
Melihat kinerja Pemerintah selama ini berjalan, Indonesia tidak akan mampu bangkit menuju 4 (empat) tahun kedepan. Jadi selama 4 tahun kedepan, rakyat Indonesia hanya dibebani oleh biaya Pemerintah SBY yang berjalan dengan penuh manipulasi/korupsi berjumlah ratusan triliun yang bisa untuk pembangunan ekonomi rakyat. Untuk menghambat kerugian negara selanjutnya, rakyat Indonesia harus segera melakukan upaya mekanisasi pencegahan kerugian negara dengan segera mengadakan REFERENDUM NASIONAL (untuk membekukan sementara UU Pemilu) serta MOSI TIDAK PERCAYA kepada Pemerintahan SBY dan menggantikannya dengan KEPEMIMPINAN KOLEGIAL yang dijalankan sebanyak 9 orang tokoh nasional yang jujur, disukai dan disayangi seluruh rakyat serta memimpin Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun kedepan. Kepemimpinan Kolegial ini adalah untuk penghematan dana Pemilu serta bisa terapkan didaerah Propinsi dan Kabupaten. Masing-masing kesembilan tokoh tersebut membidangi beberapa sektor pembangunan Indonesia terpenting yang dibawahnya telah diangkat menteri yang professional pada bidangnya pula.
Kasus Gayus telah merefleksikan kebusukan perpajakan, hukum, kejaksaan, kehakiman, juga para perusahaan PMA dan PMDN pengemplang pajak serta Pemerintahan di Indonesia. Model si Mafia Gayus yang jauh masih lebih banyak yang ada di pusat dan daerah belum terungkap cepat yang bisa melibatkan ribuan perusahaan PMA dan PMDN serta perusahaan lainnya yang selama ini memanipulasi Pajak bernilai ratusan Triliun rupiah bahkan bisa mencapai ribuan Triliun. Ditambah parah lagi dengan korupsi APBN dan APBD para pegawai negeri di pusat maupun di daerah yang tidak mungkin bisa diatasi oleh gaya kepemimpinan SBY-Budiono.
Berdasarkan hasil penelitian Rimawan dari UGM, sebanyak ±Rp 73,07 triliun dana telah dikorupsi oleh 540 koruptor pada tahun 2008 serta bertambah jumlahnya sampai 2011. Kendati demikian, tuntutan jaksa tentang uang yang harus dikembalikan koruptor hanya Rp 32,41 triliun. Umunya terpidana melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian oleh MA memutuskan, hanya Rp.5,32 triliun saja dana yang harus dikembalikan ke negara. Mahkamah Agung kita juga harus segera direformasi dan dibenahi.
"Bayangkan hanya 7,29 persen dana yang mesti dikembalikan ke Negara," kata Rimawan "Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp 73,07 triliun itu ? Tentu saja pemerintah SBY-Budiono akan membebani rakyat sebagai pembayar pajak yang baik," kata Rimawan, Sabtu 27 Februari 2010.
Kondisi pemerintahan Indonesia sudah berada pada posisi yang sangat kritis dan harus diselamatkan sesegera mungkin dengan mewujudkan kepemimpinan KOLEGIAL.
Mencermati sumpah PNS, sangat banyak para PNS kita yang sangat berani menipu Allah SWT. Kalau Allah SWT.saja berani mereka tipu apalagi kita sebagai rakyat Indonesia. Manusia seperti ini sangat berbahaya bila diberi kesempatan menjabat di Pemerintah Pusat maupun Daerah.