Kebijakan yang dilakukan oleh masing-masing sekolah sejak dari SD dan SMP untuk melakukan ujian sekolah tidak ada artinya jika masing-masing SMP dan SMA menetapkan Passing Grade (PG) yang diambil hanya nilai dari Ujian Nasional (UN) sedangkan Nilai Sekolah yang didasari dari ujian sekolah tidak dimanfaatkan. Kita ketahui bersama bahwa kualifikasi pelaksanaan UN yang saling contek-mencontek dan saling membocorkan jawaban soal adalah merupakan cara memanipulasi angka nilai UN menunjukkan semakin amburadulnya tata-cara dasar penilaian murid untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ujian sekolah yang dilaksanakan oleh masing-masing sekolah yang sama materi mata pelajarannya dengan mata pelajaran UN yang dikonotasikan dengan NS (Nilai Sekolah) diharapkan sebagai bagian penentuan Passing Grade untuk dasar penilaian sebagai Nilai Akhir (NA), tidak ada artinya dan diabaikan oleh keputusan Pemerintah Daerah. Cukup besar juga totalitas biaya untuk mengadakan Ujian Sekolah pada masing-masing daerah diseluruh Indonesia. Jika setiap sekolah SMP 300 murid siap ujian akhir sekolah (UAS), masing-masing murid 60 lembar soal ujian ditambah 4 lembar jawaban soal, maka biaya UAS yang dikeluarkan bisa sebesar lebih kurang Rp. 8.500.000,-/sekolah SMP. Sedangkan jumlah SMP diseluruh Indonesia ada sebanyak 43.666 sekolah negeri dan swasta. Bandingkan dengan biaya UN tahun 2011 sebesar lebih kurang Rp. 592 Milyar.
Jika demikian, akankah berlanjut tata-cara penilaian yang semerawut ini dilangsungkan lagi kedepan ? Keledai yang paling bodohpun tidak akan terperosok pada lubang yang kedua kalinya, atau keledai bodoh itu belum mengetahui yang namanya komisi fulus (Ashwp).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H