Perhatikan ketika Jokowi berpidato didepan umum akan Nampak sekali kalimat-kalimat yang disampaikannya bernada kerja keras, bernada pegabdian, bernada kejujuran, bernada solusi yang disampaikan secara datar. Tidak akan ada kita dengar kalimat-kalimat pidatonya yang bergelora berisi filosofis, visi-misi kenegarawan seperti kalau kita menyaksikan pidatonya seorang pahlawan, Presiden Soekarno misalnya. Tentu kita saat ini tidak akan membandingkan antara Jokowi dengan Soekarno karena akan sangat jauh perbedaannya.
Dengan banyaknya masyarakat Indonesia menginginkan Jokowi agar bisa menjadi seorang Presiden di Indonesia, tentu patokan kita adalah sosok Soekarno, mengapa ? karena situasi dan kondisi Indonesia saat ini berada pada posisi yang sangat terpuruk dalam multi dimensi. Keterpurukan ini adalah juga disebabkan oleh kinerja para pemimpin terdahulu yang tidak mampu melakukan perubahan struktural mendasar di Indonesia seperti Soeharto, Habibi, Gusdur, Megawati, SBY dan tentu nanti akan sangat banyak argumentasinya jika kita membahas satu persatu mereka ini.
Indonesia saat ini setelah kepemimpinan SBY, membutuhkan seorang pemimpin yang bisa mendekati sosok Soekarno. Yaitu seorang pemimpin Indonesia kharismatik yang mampu membangunkan kembali semangat kebangsaan Indonesia dari seluruh para pemuda Indonesia khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Selanjutnya, sosok pemimpin Indonesia ini tentu memiliki kelebihan yang sangat jujur, berintegritas, ber wawasan nasionalisme Indonesia, tidak mudah dipengaruhi pihak asing, memiliki semangat kemandirian Indonesia dalam arti luas.
Jokowi memang sebagai seorang pemimpin yang telah dirintisnya sejak menjadi Walikota Solo sampai menjadi Gubernur DKI Jakarta. Lalu Jokowi sudah juga menampakkan kinerjanya sebagai pimpinan daerah yang cukup suskses. Melihat karakter dan psikologis sosok Jokowi, dia sebenarnya adalah orang yang sangat pantas hanya pada posisi Gubernur daerah saja dan bukan menjadi seorang Presiden Indonesia. Adanya tarik menarik serta perdebatan seru di jajaran petinggi PDIP, sehingga kulminasinya adalah pertemuan dan deklarasi dengan para pengusaha Jakarta dan Indonesia sebanyak 60 orang pengusaha di Kantor Pusat PDIP, memberi indikasi kuat bagi kita semua, bahwa PDIP beserta jajaran tingginya tidak memiliki kepercayaan diri atas kemampuan PDIP bisa mencapai nilai ambang batas parlemen kecuali mendompleng nama besar Jokowi dan dukungan para pengusaha pamrih yang 60 orang ini atau lebih.
Suatu bukti PDIP tidak memiliki kepercayaan sendiri adalah dengan selalu ditampilkannya foto Soekarno pada banyak sepanduk PDIP, begitu juga pada sepanduk utama dalam setiap PDIP melaksanakan pertemuan besar intern PDIP. Kita ketahui Soekarno beserta seluruh karakter dan jiwanya tidak identik dengan PDIP. Walaupun Megawati adalah anak biologisnya Soekarno, akan tetapi Megawati dan para anak-anaknya belum memiliki sifat, karakter, jiwa dan spirit Soekarno. Bahkan Megawati belum paham tentang  sifat, karakter, jiwa dan spirit ayahnya sendiri. Oleh karena itu PDIP selama ini mendompleng kebesaran Soekarno dan bagi masyarakat yang kritis, cara-cara seperti ini tidak akan mempengaruhi mereka. Oleh karena itu pada saat ini PDIP kembali mendompleng nama besarnya Jokowi dan secara tidak sadar dari petinggi PDIP meminta dukungan para pengusaha kapitalis etnis Cina di Indonesia agar dalam Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 mendatang, bisa mendapat suara terbanyak dan minimal bisa mencapai nilai ambang batas parlemen. Justru 60 pengusaha kapitalis ini akan merusak citra PDIP dan Jokowi kedepan.
Apa yang terjadi jika Jokowi menjadi Presiden Indonesia ?
- Jokowi tidak akan bisa dan tidak akan mampu menggalang sinergi yang kokoh dengan seluruh pimpinan daerah diseluruh propinsi Indonesia seperti yang Jokowi lakukan dalam jabatan Gubernur DKI Jakarta (Jokowi belum Nampak teruji),
- Jokowi tidak akan bisa blusukan secara Nasional seperti yang dilakukannya di lingkup daerah karena akan menyita waktu masa efektif kepemimpinannya. Yang diperlukan Indonesia saat ini adalah blusukan pola pikir melalui pidato bergelora dan menggugah dan perbuatan yang selaras,
- Jokowi tidak akan mampu berpidato psikologis secara agitator/orator bergelora untuk seluruh rakyat Indonesia yang bisa menyuntikkan semangat bergelora tentang kebangkitan dari ketidak percayaan diri dari seluruh rakyat Indonesia agar bangkit kembali membangun Indonesia,
- Jokowi akan selalu bisa didikte oleh orang-orang dilingkungannya dari para petinggi PDIP yang dijadikan sebagai penghubung dari para pengusaha kapitalis pamrih yang selama ini mendukung PDIP,
- Jokowi hanya menjadi boneka para petinggi PDIP sebagai antek-antek para pengusaha kapitalis yang berkaitan sangat erat dengan kapitalis asing internasional,
- Pengusaha kapitalis yang ada di Indonesia adalah merupakan calo dan kaki tangan kapitalis Internasional untuk bisa mengendalikan Indonesia,
- Jokowi akan stress serta gundah gulana dalam jabatannya sehingga capaian dan kehendak seluruh bangsa Indonesia kembali tidak akan tercapai seperti yang juga terjadi dalam era kepemimpinan SBY (SBY dibayangi kapitalis Internasional),
- Jika PDIP mencapai ambang batas parlemen dan anggota PDIP dominan di DPR-RI, maka yang akan terjadi adalah akan banyak UU yang dipengaruhi asing melalui para pengusaha kapitalis dalam negeri sebagai kacung kapitalis asing. Hal ini sudah pernah terjadi ketika PDIP dominan pada DPR-RI pada tahun 1999 dan 2004, dengan segala aneka kasus oknum PDIP dan petingginya yang pernah terjadi,
- Jokowi akan mendapatkan banyak protes dan demo dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia sebagai akibat ekspektasi yang tertinggi diawalnya tidak dapat dibuktikan oleh kepemimpinan Jokowi sampai 2019.
Semua pembaca akan bertanya, lalu siapa yang akan kita pilih dalam Pemilu mendatang ? Penulis sudah menyampaikannya dalam bentuk tulisan tentang pemikiran penulis dalam gagasan kepemimpinan Kolegial perlu diterapkan di Indonesia pada 2014 ini. (tulisan 1, tulisan 2, tulisan 3)
Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan bagi seluruh para pembaca bangsa Indonesia , dan maksud tulisan ini hanya semata untuk berpartisipasi mengisi kemerdekaan Indonesia agar Indonesia kedepan menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan kehebatan keadilan dan kemakmurannya didunia. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H