Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Manipulasi Pajak Usaha Perunggasan Terhadap Pajak Nasional ?

18 Mei 2014   18:59 Diperbarui: 9 September 2015   06:22 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400389038975121290

Dalam hal ini, kita hanya menyorot usaha peternakan hewan kecil yaitu unggas ayam ras pedaging (Broiler) dan petelur (Layer) yang setahunnya beromset secara Nasional sudah menembus angka sebesar Rp. 242 Triliun. Hanya dari bisnis protein unggas ayam ras, perputaran uang secara Nasional sudah mencapai angka sebesar itu, belum ditambah dari sektor usaha peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau, kambing dan susu yang sampai saat ini kita belum mendapatkan angka yang pasti sudah mencapai seberapa besarkah perputaran uang secara nasional dari peternakan hewan besar ini.

Kalau dahulu sejak Indonesia menggunakan UU No.6 Tahun 1967 yang merupakan UU padat karya dan ekonomi kerakyatan, memang pertumbuhan usaha peternakan rakyat cukup signifikan dimana dahulu para perusahaan asing PMA tidak diperbolehkan masuk kedalam usaha budidaya peternakan unggas, serta menguasai penuh pangsa pasar produksi unggas secara Nasional. UU No.6 Tahun 1967 ini memang memfokuskan ekonomi kerakyatan dan koperasi kepada penyebaran usaha dan pendapatan masyarakat secara meluas, bahkan didalamnya sudah dipolakan usaha peternakan rakyat terintegrasi yang berorientasi ekspor serta pemenuhan protein yang cukup didalam negeri. Yang mendukung serta menopang bibit (DOC), Pakan Unggas serta Vitamin dan Obat-obatan adalah para perusahaan PMDN perunggasan dan para perusahaan PMA asing perunggasan dan memasok hanya kepada seluruh usaha budidaya yang diutamakan kepada usaha rakyat dan koperasi diseluruh Indonesia. Ketika itu ekonomi usaha sektor perunggasan cukup mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat. Hanya yang bermasalah adalah benturan yang dilakukan oleh para perusahaan PMA dan PMDN yang mulai melanggar UU No.6 Tahun 1967 dan pemerintah tidak mau melakukan penindakan terhadap pelanggaran tersebut (berupa adanya budidaya perusahaan besar dan menjual ke dalam pasar tradisonal). Pelanggaran secara masif terhadap UU ini oleh para perusahaan besar terintegrasi mulai terasa menguat pada tahun 1985 sampai dengan 2008. Anehnya pemerintah sebagai pengawas regulasi tidak pernah melakukan penindakan dan ternyata para oknum pemerintah di Kementerian dan Dinas Peternakan didaerah, memang banyak memanfaatkan kondisi pelanggaran UU No.6 Tahun 1967 untuk mendapatkan uang haram. Inilah awal kehancuran bisnis peternakan rakyat disektor perunggasan Nasional.

Berlakunya UU No.18 Tahun 2009 tentang "Peternakan dan Kesehatan Hewan" (UU yang mengutamakan investasi padat modal yang terintegrasi serta legalisasi Kartel dan Monopoli) sebagai pengganti UU No.6 Tahun 1967 tentang "Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan" (UU yang mengutamakan investasi padat karya) sudah berjalan selama 4 (empat) Tahun ini. Kenyataan yang terjadi dilapangan, usaha peternakan rakyat semakin habis bahkan menghilang dan yang ada hanya peternak rakyat "Peternak Kemitraan" sebagai peternak kacung PMA (Penanaman Modal Asing) underbouw-nya para perusahaan integrator asing perunggasan.

Peternakan unggas sudah dikategorikan kedalam usaha industri pantaslah hasil produksi industri unggas PMA wajar dikenakan PPn untuk tambahan pendapatan Negara dan kategori industri ini tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 UU No.18 Tahun 2009. Kalau dahulu berdasarkan UU No.6 Tahun 1967 Usaha peternakan unggas merupakan usaha peternakan yang berbasis kerakyatan.

Pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 yang mendukung keberadaan industri perunggasan PMA dan menggusur usaha budidaya peternakan rakyat adalah :

Pasal yang membolehkan integrasi usaha.

    1. Perhatikan Bab II "Asas dan Tujuan" Pasal 2 UU No.18/2009 : "Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait".

Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrasi berbudidaya komersial.

    1. Pasal 29 ayat 1 : "Budidaya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus".

Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrasi menjual di dalam negeri.

3.   Pasal 36 ayat 1 : "Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran hewan atau ternak dan produk hewan di dalam negeri maupun ke luar negeri".

Peternak rakyat yang masih dipakai dan disebutkan masih ada oleh berbagai majalah miliknya PMA serta ekspose gencar di berbagai media adalah peternak rakyat Kemitraan (peternak mandiri mati usaha, menjadi kacung/buruh dikandangnya sendiri).

Kemitraan dalam sektor perunggsan Nasional adalah tidak sama pengertiannya dengan kemitraan dalam pertanian tanaman keras sebagai inti dan plasma. Kalau dalam perunggasan, kemitraan berarti : Upaya politik etis para perusahaan PMA asing mengisi kandang para peternak mandiri yang kandangnya terpaksa kosong karena bangkrut akibat kehadiran perusahaan PMA merangsek-menggusur usaha peternakan rakyat. Agar tidak menimbulkan gejolak dari peternak rakyat, maka dirangkullah para peternak ini untuk bekerja sama dengan PMA dengan cara, PMA mengisi DOC (bibit anak ayam), Pakan, Obat-obatan untuk dipelihara oleh peternak rakyat dan semua hasil panen unggas ditampung sepenuhnya oleh perusahaan PMA dengan harga pasar saat itu. Dengan kata lain, peternak rakyat dalam kemitraan unggas hanya berfungsi sebagai penyewa kandang dan si peternak menjadi buruh dikandangnya sendiri. Kenyataan yang selama ini terjadi, tidak ada upaya pemerintah untuk melakukan penataan usaha rakyat yang lebih adil sehingga bargaining position rakyat selalu lebih lemah dan selalu dibawah. Kondisi usaha rakyat selama ini selalu dalam keadaan di terlantarkan oleh Pemerintah.

Pada waktu nilai tukar US $ terhadap rupiah naik menjadi Rp. 12.000,-, harga pakan juga turut dinaikkan menjadi Rp.500,-/kg selajutnya nilai tukar US $ terhadap rupiah turun ke Rp.11.000,- dan harga jagung turun juga dari Rp.3,400,- menjadi Rp.3.000,-/kg, harga pakan dari pabrikan tidak turun, padahal 55% komposisi pakan adalah jagung malahan pakan dinaikkan lagi Rp. 200,-/kg. Jadi kenaikan menjelang puasa harga pakan sudah naik menjadi Rp. 700,-/kg. Menjelang bulan puasa dan lebaran mendatang, para pabrikan sudah mengantisipasi persiapan kenaikan harga pakan dan DOC dengan alasan harga ayam dan telur pasti naik, karena meningkatnya permintaan di bulan itu. Kondisi kejahatan ekonomi unggas nasional seperti ini menunjukkan adanya Kartel dan Monopoli usaha yang memanfaatkan omset perputaran usaha perunggasan secara Nasional senilai Rp. 230 T/Tahun. Dalam kondisi seperti ini, kemanakah peran KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Menteri Pertanian RI, Menteri Perdagangan RI serta Presiden RI ? Sampai saat ini, salah satu PMA perunggasan integrator terbesar, sudah menguasai 50% lebih dari total PMA yang menguasai 75% pangsa pasar Nasional Rp. 242 T.

Aktivitas bisnis perunggasan saat ini beromset Rp. 242,-T/tahun, sejak tahun 2009 maka untuk aktivitas peternakan rakyat yang tadinya padat karya sekarang sudah menjadi industri perunggasan yang padat modal terintegrasi dan merupakan legalisasi terhadap sistem integrasi yang monopolistik malah dituangkan dalam UU No.18 Tahun 2009. Sehingga komposisi perusahaan PMA bisa menguasai 75%, PMDN 17%, Peternakan Rakyat 8%. Demi rasa keadilan, maka pemerintah wajib mengawasi dan memeriksa sistem perpajakan-nya seperti PPn dan PPh para perusahaan PMA, ada suatu PMA terbesar dari Negara tetangga Asean yang dapat menguasai pangsa pasar Nasional 50% lebih. Perhitungan penulis (lihat tabel), dengan omzet setahun Rp. 242 Triliun lebih, Pajak PPn dan PPh dari para perusahaan PMA dan PMDN bisa mencapai jumlah pemasukan Pajak ke Negara sebesar Rp. 34,5 Triliun/Tahun.

Kalau demikian moral para pejabat tinggi kita, yang memberi peluang ekonomi Nasional sebesarnya kepada PMA asing, sementara usaha bangsanya sendiri dikerdilkan, maka bangsa Indonesia tidak akan bisa menjadi bangsa yang besar yang bisa memanfaatkan secara mandiri kekuatan potensi SDA-SDM nya sendiri. Bahkan Pajak yang merupakan sumber andalan pendapatan Negara malah oleh pihak investasi asing bisa mempermainkan jumlah pembayaran pajaknya kepada Negara. (Ashwin Pulungan)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun