Kenaikan Elpiji 12 kg yang berlaku sejak 10 September 2014, membuat dampak yang sangat menyulitkan dari para konsumen Elpiji 3 kg (bersubsidi). Saat ini, paska kenaikan Elpiji 12 kg, Elpiji 3 kg sangat sulit didapat dan diberbagai outlet penjualan Elpiji selalu mengatakan gas 3 kg habis. Harga Elpiji 3 kg saat ini di berbagai kota, sudah mencapai pada kisaran harga antara Rp. 20.500,- s/d Rp. 25.000,-/tabung. Selanjutnya harga Elpiji 12 kg diberbagai daerah paska kenaikan, Elpiji 12 kg eceran sudah berada pada posisi harga Rp.110.000,- s/d Rp. 125.000,-/tabung. Sulitnya mendapatkan Elpiji 3 kg, bagi keluarga yang masih memiliki tabung gas Elpiji 12 kg terpaksa membeli dengan harga Rp. 125.000,-/tabung.
Pihak PT.Pertamina saat ini sedang menjalankan monitoring dilapangan tentang dugaan kuat adanya migrasi konsumen Elpiji 12 kg kepada Elpiji 3 kg. Program monitoring itu dinamakan dengan "Sistem Monitoring Elpiji Tiga Kg (SIMOL3K)". Diharapkan Simol3k ini bisa mendeteksi secara dini tentang adanya penyalah gunaan penggunaan Elpiji termasuk yang terpenting adanya migrasi serta pengoplosan sebagai akibat adanya disparitas harga yang cukup besar antara harga Elpiji 12 kg dengan Elpiji 3 kg. Menurut pihak Pertamina, "Simol3k" ini mampu untuk memantau tabung Elpiji 3 kg di 3.400 agen serta di 143.000 pangkalan diseluruh Indonesia. Sistem "Simol3k" ini juga bisa memantau penyaluran Elpiji 3 kg hingga kepelosok Kelurahan. Jika konsumsi tiba-tiba mendadak meningkat signifikan, maka Pertamina bisa segera mengantisipasi kekurangan Elpiji 3 kg secara dini diseluruh Indonesia. Sampai saat ini, dengan sulitnya didapat Elpiji 3 kg di sekitar Jawa Barat serta berbagai propinsi lainnya, masyarakat belum dapat merasakan keandalan sistem pemantauan dan pengendalian dini "Simol3k" dari Pertamina ini untuk solusi cepat tuntas pengadaan Elpiji 3 kg.
Adanya roadmap (Surat PT.Pertamina No.R-004 15 Januari 2014) kenaikan harga Elpiji 12 kg secara berkala untuk setiap 6 bulan sekali (Januari - Juni) sampai tahun 2016 sehingga mencapai harga keekonomiannya (Elpiji 12 kg 2016 seharga Rp. 180.000,- dikonsumen), maka akan terjadi dampak buruk berkelanjutan (kelangkaan gas dan harga tidak menentu naik) kepada konsumen Elpiji 3 kg sejak periode kenaikan 2014 hingga 2016.
Indonesia Impor Elpiji.
Indonesia yang dahulu pernah menjadi Negara pengekspor minyak bumi, ternyata sekarang malah mengimpor BBM dan bahkan Elpiji-pun juga diimpor sebesar 3,61 juta ton pada tahun 2014 ini. Indonesia yag pernah sebagai anggota OPEC berdasarkan catatan BPS 2013 ditahun 1972 s/d 2006 mampu memproduksi minyak mentah diatas 1 juta Barrel Per Day (BPD) dan pencapaian produksi tertinggi pada tahun 1977 mencapai 1,68 juta BPD. Setelah kejayaan booming produksi hingga kini, Indonesia menjadi Negara pengimpor Minyak mentah, BBM dan LPG. Sejak 2007 hingga 2012 produksi minyak mentah Indonesia melorot sampai hanya pada kisaran 900.000 BPD (BPS.2013). Telah diperhitungkan bahwa konsumsi Elpiji di tahun 2014 sebesar 6,11 juta metrik ton dengan rincian 5,203 juta metrik ton Elpiji 3 kg dan 907.000 metrik ton Elpiji 12 kg. Kemampuan produksi dari dalam negeri untuk Elpiji hanya maximal sebesar 2,5 juta metrik ton.
Kedaulatan Energi Indonesia Terperangkap Dalam Konspirasi Mafia Migas.
Sebenarnya masih banyak yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan produksi dari berbagai sumur minyak dengan cara menggunakan teknologi penyuntikan cairan panas agar produksi sumur bisa lebih efektif dan maksimal. Selanjutnya pemerintah dengan operator PT. Pertamina bisa melakukan berbagai perencanaan pengeboran sumur-sumur baru untuk mengimbangi permintaan BBM dan Elpiji didalam negeri yang terus meningkat sebagai dampak pertumbuhan penduduk. Begitu juga gas alam kita yang masih memiliki deposit tersimpan sebesar (±103,3 trillion cu ft= triliun kaki kubik) yang bisa digunakan selama 50 Tahun kedepan. Seharusnya sejak 8 tahun yang lalu, Indonesia sudah memulai penetapan sumur-sumur baru gas alam sehingga Indonesia tidak hanya tergantung kepada energi yang berasal dari fossil saja. Mencermati cara pembelian impor Migas Indonesia yang selalu melalui perantara/calo Migas di Singapura serta memperhatikan cara penetapan harga Migas jadi, produksi dalam negeri yang sebagian besar dikuasai oleh para perusahaan minyak PMA, kita sebagai warga Negara Indonesia bisa menarik benang merah bahwa telah ada upaya TS (Terstruktur dan Sistemik) konspirasi untuk selalu memperkecil kemampuan produksi Migas dari dalam negeri apakah itu sebagai produksi minyak mentah atau bahan bakar minyak jadi dan gas alam. Kecilnya peran serta PT. Pertamina dalam memiliki sumur-sumur minyak di Indonesia, juga merupakan salah satu kenyataan dari pengaruh konspirasi itu. Mayoritas produksi minyak mentah yang dihasilkan dari dalam negeri adalah dikuasai oleh kontraktor asing yang dibalut dalam istilah terselubung "Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S)" dengan pola bagi hasil 85% untuk pemerintah dan 15% untuk perusahaan asing K3S (seolah terlihat bagian untuk Indonesia lebih besar yaitu 85%). Kenyataannya selama ini, sebelum dibagi hasil terlebih dahulu K3S telah mengambil bagian pengganti biaya eksplorasi (Cost Recovery) yang kumulatif telah dikeluarkan oleh para K3S secara tidak transparan (UU Migas kita sudah dimasuki pemikiran asing). Akibatnya bagian untuk Indonesia sebagai pemilik lahan dan pemilik sumber Migas mendapat bagian yang lebih kecil (permainan dan konspirasi kotor). Karena mengecilnya hasil sumur minyak mentah, maka Indonesia hanya tergantung kepada sejumlah besar importasi BBM dan Elpiji selama ini dan direkayasa pengadaannya oleh para perantara/calo Migas melalui Negara Singapura. Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya rasa empati dan rasa Nasionalisme Indonesia dan semangat bela Negara dari para kalangan pemegang otoritas Migas Indonesia selama ini. Sebenarnya importasi migas Indonesia bisa dilakukan secara G to G sehingga pembelian bisa lebih efisien.
Kenaikan Elpiji 12 kg Sebagai Pemicu Kenaikan Elpiji 3 kg oleh Pemerintah.
Jika setiap kenaikan bertahap Elpiji 12 kg pada enam bulan berikutnya sampai tahun 2016, maka disparitas harga per kg Elpiji antara 12 kg dengan 3 kg akan semakin membesar dan sudah pasti akan memicu tidak kriminalitas dan manipulasi di beberapa pangkalan Elpiji gelap untuk memindahkan Elpiji dari 3kg ke Elpiji 12 kg. Selajutnya akan terjadi kelangkaan persediaan Elpiji 3 kg untuk kebutuhan masyarakat, selajutnya harga Elpiji 3 kg pun akan sangat tidak rasional mahalnya. Kondisi ini tentu akan memicu adanya argumentasi Pemerintah untuk mau tidak mau menaikkan harga Elpiji 3 kg ber-subsidi, sehingga mendekati harga keekonomian Elpiji 12 kg. Apalagi situasi perekonomian masyarakat semakin memberat akibat naiknya harga BBM dan ditambah dengan kenaikan TDL listrik dari PT. PLN (Persero). Semua kenaikan ini akan memicu membesarnya tingkat inflasi serta kenaikan berbagai harga komoditas produk kebutuhan sehari-hari. Situasi seperti ini akan memperberat beban kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.
Saran Penulis Kepada Seluruh Otoritas Migas Indonesia.
Kepada seluruh SDM yang berkecimpung dalam jajaran otoritas Migas Indonesia, marilah kita bangun Indonesia dan segenap bangsa Indonesia menuju Indonesia makmur yang lebih mandiri berdiri diatas kaki bangsa Indonesia sendiri. Mari kita bangun Indonesia dari hasil SDA Indonesia yang bisa kita jadikan sebagai tahapan pembentukan Capital Formation. Anak bangsa Indonesia sebenarnya sudah sangat mampu untuk melakukan nilai tambah terhadap semua SDA mineral-migas Indonesia. Pihak investasi asing dapat digunakan oleh kedaulatan rakyat Indonesia hanya untuk pendukung sampingan dan bukan yang utama apalagi menentukan arah politik energi Indonesia. Sadarlah para tokoh dalam jajaran otoritas Migas Indonesia, jangan lanjutkan pendampingan dan kebersamaan perampasan hak serta kekayaan rakyat Indonesia dengan pihak asing. Mayoritas rakyat telah menanti dalam periode panjang untuk meraih cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh anak bangsa Indonesia kini dan kedepan mengandalkan kemampuan mandiri atas seluruh kekayaan SDA Indonesia. (Ashwin Pulungan)