Kenaikan BBM bersubsidi nampaknya sudah tidak bisa tertahankan lagi, memperhatikan pernyataan PT. Pertamina (Persero) bahwa BBM solar akan over kuota dari 1.077.879 kiloliter menjadi 1.620.542 kiloliter. Over kuota solar ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan kata Vice President Distribution Fuel and Marketing, Pertamina, Suhartoko. Over kuota solar ini, akan sekaligus mempengaruhi kenaikan BBM bersubsidi lainnya seperti Premium. Kenaikan BBM bersubsidi akan mencapai Rp. 1.800,- s/d Rp.3.000,- per liternya (berdasarkan berbagai pernyataan Jokowi-Jk) sehingga harga BBM bersubsidi di konsumen tertinggi bisa menjadi Rp. 9.500,-/liter.
Selanjutnya, harga gas LPG 12 kg sudah naik dan sekarang terjadi migrasi ke gas LPG 3 kg sehingga mempersulit konsumen rakyat yang selama ini membeli LPG 3 kg (bersubsidi). Lucunya, harga LPG 12 kg juga mengalami kenaikan dari harga patokan PT. Pertamina Rp. 103.700,-/tabung dan sekarang harga dikonsumen sudah mencapai Rp. 125.000,- s/d 127.000,-/tabung diberbagai daerah. Artinya ada kenaikan tidak terukur dan liar untuk LPG 12 kg sebesar Rp. 21.300,-/tabung. Pada sisi lainnya, gas bersubsidi LPG 3 kg mengalami kenaikan sebagai dampak migrasi dari para konsumen 12 kg, dan harga LPG 3 kg yang tadinya berharga Rp. 14.000,-/tabung, sekarang diberbagai daerah sudah mencapai harga dikonsumen Rp.21.000,- s/d Rp.23.000,-/tabung dan jengkelnya barang LPG 3 kg kosong persediaan diberbagai outlet. Artinya ada kenaikan didalam mekanisasi pasar senilai Rp. 9.000,-/tabung. Dalam hal kosongnya persediaan gas LPG 3 kg di pengecer kita pertanyakan janji dan kebenaran kinerja Program monitoring dengan sebutan "Sistem Monitoring Elpiji Tiga Kg (SIMOL3K)" yang bisa mendeteksi secara dini tentang adanya penyalah gunaan penggunaan Elpiji termasuk yang terpenting adanya migrasi serta pengoplosan sebagai akibat adanya disparitas harga yang cukup besar antara harga Elpiji 12 kg dengan Elpiji 3 kg. Menurut pihak Pertamina, "Simol3k" ini mampu untuk memantau tabung Elpiji 3 kg di 3.400 agen serta di 143.000 pangkalan diseluruh Indonesia. Sistem "Simol3k" ini juga bisa memantau penyaluran Elpiji 3 kg hingga kepelosok Kelurahan. Jika konsumsi tiba-tiba mendadak meningkat signifikan, maka Pertamina bisa segera mengantisipasi kekurangan Elpiji 3 kg secara dini diseluruh Indonesia, ini janji PT.Pertamina. Buktinya sistem ini tidak berjalan dan hanya sebagai janji gombal saja.
Kelangkaan BBM yang terjadi sejak Agustus 2014 yang lalu, sudah nyata berdampak terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok dan kebutuhan rumah tangga masyarakat dimana-mana harga kebutuhan hidup masyarakat mengalami kenaikan dengan alasan distribusi terhambat. Selanjutnya kenaikan harga kebutuhan hidup sampai saat ini, setelah persediaan BBM kembali normal dan distribusi lancar, kenaikan harga masih tetap saja nangkring pada posisinya tanpa menurun selaras bahkan trendnya akan naik terus.
Dengan nilai kurs rupiah terhadap US.$ yang anjlok sejak (18/9/2014) melorot mencapai Rp. 12.035,- per dollar AS, dari tadinya Rp. 11.969,- per dollar AS, yang diperkirakan menjelang akhir tahun ini, posisi penguatan US.$ terhadap rupiah akan terus mengalami kontraksi yang mengarah melemahkan posisi rupiah. Dalam hal ini, pada akhir tahun 2014 sampai memasuki awal 2015 kedepan, posisi keuangan Negara Indonesia akan terus mendapat tekanan disamping tekanan inflasi dari senjata makan tuannya Pemerintah dalam keputusannya sendiri seperti berbagai kenaikan BBM dan gas LPG. Dengan kata lain, keuangan Pemerintah akan sangat berat dalam mengantisipasi tekanan mismanajemen pemerintahan dari dalam negeri dan tekanan ekonomi luar negeri.
Kenaikan listrik (TDL) bagi masyarakat dan industri juga akan mengalami kenaikan berkala yang diikuti juga dengan kenaikan berkala LPG 12 kg (6 bulan sekali), belum lagi berbagai tarif untuk jalan tol serta berbagai retribusi dari pemerintah daerah yang akan menyesuaikan kenaikannya. Sangat dipastikan beban biaya hidup bagi semua warga Negara Indonesia akan meningkat tajam pada 2015 mendatang ini. Mampukah pemerintahan yang baru (Jokowi-Jk) menjawab tantangan ini ? sehingga mayoritas rakyat tidak terlalu mengalami tekanan hidup yang cukup berat.
Pada awal tahun 2015 ini, Indonesia sudah memasuki gerbang era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang diduga kuat akan memiliki sisi tantangan yang lebih parah lagi dimana berbagai produksi Negara-negara Asean akan bisa masuk tanpa beban bea, termasuk juga akan banyaknya tenaga ahli (SDM kompetitif) yang masuk ke Indonesia, sehingga bidang produksi dalam komoditi produksi barang yang sama akan mendapat tekanan tersendiri. Kemungkinan kuat, kalau para produsen didalam negeri serta sarana prasarana efisiensi produktifitas nasional tidak berjalan, maka produksi didalam negeri akan bisa stagnan dan tekanan inflasi juga akan semakin meningkat sebagai dampaknya. Makanya kita selama ini gamang dan dipertanyakan kesiapan Pemerintah dalam menghadapi MEA 2015. Walaupun dari banyak petinggi Negara dan para pengamat ekonomi loyal pemerintah mengatakan, kita sangat siap menghadapi MEA sementara kesiapan yang dikumandangkan tidak terbukti bisa berjalan apalagi handal. Akan seperti inikah kita berprilaku dan mensikapi tantangan, bergaya boros, pura-pura dan manipulatif seperti sekarang didalam posisi yang semakin memarginalkan bangsa Indonesia kedepan ? Masih adakah kesadaran untuk bisa membangkitkan kemampuan bangsa dan Negara dalam mencapai kemammuran kita sendiri ? (Ashwin Pulungan)
-Dampak kenaikan LPG 12 kg kepada Konsumen 3 kg.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H