Buat kawan-kawan yang sedang merantau, atau pernah merantau, atau mungkin saja suatu saat nanti akan merantau.
Masih ingat tidak, saat -saat pamit akan pergi merantau ?.
Kalau aku masih ingat. Sekitar dua setengah tahun yang lalu, yah..saat aku pamit akan berangkat ke Bandung, meninggalkan kota Yogyakarta untuk merantau menuntut ilmu. Perasaan haru yang berbeda dari haru-haru biasanya. Perasaan haru yang pertama kali aku rasakan.
Suasana Stasiun Tugu Yogyakarta, ramai tapi tenang. Banyak tempat duduk telah penuh dengan calon penumpang kereta api. Sesekali terlihat lalu lalang turis-turis asing dengan tas ransel besarnya. Sesekali juga terlihat, Penjual Koran kesana kemari menawarkan koran-korannya. Di sudut lain, pengemudi taksi, Ojek, dan becak telah siap menanti Penumpang di dekat pintu gerbang.
Tanpa terasa menunggu sekitar setengah jam, akhirnya Kereta Api jurusan Yogyakarta--Bandung tiba. Tiba-tiba Rasa haru semakin memuncak. Aku pamit dengan Bapak, Ibu, dan adikku yang masih SD. Mencium tangan Bapak dan Ibu, lalu mencium kedua pipi adikku. Aku tahan sekuat-kuatnya untuk tidak menangis, karena menurutku, jika aku menangis saat itu, maka hanya akan membuat mereka khawatir.
Kemudian, segera aku membawa dua buah tas, yang satu ku gendong dibelakang, sedangkan tas yang satu aku bawa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan mengangkat kantung kecil berisi beras. Lalu aku masuk ke dalam gerbong kereta. Aku duduk di samping jendela kereta. Dari jendela itu, aku bisa melihat keluargaku itu.
Ting tong teng tong..ting tong teng tong..
Kereta mulai bergerak perlahan, terlihat lambaian tangan bapak, ibu, dan adikku semakin mengecil. Semakin jauh pula, dan akhirnya tak lagi bisa kulihat mereka. Menetes juga air mata haru dari kedua mataku, mulanya perlahan sampai akhirnya tak bisa lagi ku bendung. (Biar gak dilihat orang, aku tutupi mukaku yang basah karena air mata dengan jaket..hehe)
[caption id="attachment_140778" align="aligncenter" width="150" caption="Merantau"][/caption]
Singkatnya, setelah tiba di kota Bandung, ternyata banyak orang-orang seperti aku yang harus meninggalkan keluarga untuk merantau. Ya..teman-teman kampus, teman-teman seperjuangan. Karena merantau ini, banyak orang-orang yang aku temui, banyak mimpi-mimpi yang bisa aku lihat, dan tentunya banyak cerita-cerita di tanah rantau. Namun, hingga detik ini, masih saja kadang merasa kehilangan semangat di tanah rantau.
Buat kawan-kawan semua dan juga aku sendiri, ada salah satu motivasi merantau yang aku dapatkan dari Novel Negeri 5 Menara karya Bang Ahmad Fuadi, yaitu kata mutiara dari Imam Syafii.
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa Jika didalam hutan.
(Imam Syafii, Kata mutiara dari ulama terkenal ini diajarkan kepada siswa tahun keempat pondok modern Gontor. )
Apa karena merantau aku kehilangan keluarga? tidak, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Mari berjuang!, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Semangat kawan,Karena ada senyum yang masih menunggu kita di sisi bumi yang lain.
Salam Merantau!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H